Assalamu’alaikum wr.wb.,
Tadi saya ketemu salah satu guru agama
saya untuk diskusi. Dia telah mendirikan sebuah Taman Baca untuk masyarakat,
terutama untuk anak-anak di wilayah itu. Jumlah buku masih terbatas sekali, dan
sponsor untuk beli buku baru atau mendukung aktivitas lain masih terbatas. Pak
Ustadz masih mendukung kebanyakan program dengan uang sendiri karena
semangatnya untuk mencerdaskan anak Muslim tinggi sekali. Tapi salah satu
program yang sudah jalan adalah kelas untuk mengajarkan anak yang belum bisa
membaca dan menulis. Agar anak mau serius, diminta bayar 15 ribu saja (hanya sebagai
tanda komitmen untuk datang setiap kali ada kelasnya).
Ada seorang anak yang datang dan masuk
kelas itu di sore hari, dan dia minta diajarkan membaca dan menulis karena sama
sekali belum bisa. Dia bukan anak jalanan. Dia bukan anak miskin yang bapaknya
pemulung. Tapi dia adalah anak yatim piatu yang kedua orang tuanya telah wafat
dalam kecelakaan motor, dan dia sekarang dibesarkan oleh neneknya. Sampai sekarang
dia masih bersekolah, di Kelas 2 di SD Negeri. Lalu kenapa
dia belum bisa membaca dan menulis?
Ketika ditanya kenapa belum bisa membaca
atau menulis, dia menerangkan bahwa di kelas dia, guru menaruh anak2 yang “pintar”
di depan, dan anak2 yang “bodoh” yang belum bisa membaca dan menulis disuruh duduk
di belakang saja, mugkin biar tidak mengganggu sang guru dalam tugas
mengajarkan “anak yang pintar” saja.
Ya sudah. Yang penting dia bisa mulai
belajar sekarang di Taman Baca dengan isterinya Pak Ustadz saja, karena mereka belum
berhasil menemukan guru yang mau bantu mengajar di situ secara sukarelawan. Anak
itu baru saja mulai diajarkan menulis, dan dia berhenti karena
perlu tajamkan pensilnya. Dia pegang rautan pensil dan pensilnya diputar dengan
pelan sekali, sampai dianggap tidak wajar.
Melihat itu, Ibu bertanya, “Kok pelan
sekali? Kenapa?” Anak yatim piatu itu melihat Ibu dan menjawab dengan polos, “Kalau
terlalu tajam, nanti akan cepat habis pensilnya!”
Ternyata dia takut harus segera beli
pensil baru, padahal dia merasa tidak sanggup. Mendengar jawaban itu, dan
karena baru menyadari ini seorang anak yatim piatu, Ibu bertanya dari mana dia
dapat 15 ribu rupiah untuk daftar di kelas itu (padahal tidak mungkin diminta
biaya kalau mereka tahu sebelumnya bahwa dia seorang anak yatim).
Dia jawab bahwa dia minta sumbangan dari beberapa tetangga, karena ingin sekali
bisa membaca dan menulis seperti anak yang lain di kelas dia.
Mau tahu ini terjadi di mana? Di Papua? Tidak.
NTB? Tidak. Sulawesi Utara? Tidak. Ini terjadi di Jakarta Selatan, dekat dengan
kampus UI Depok.
Apa benar kita peduli pada anak yatim?? Tidak
usah lari jauh-jauh ke pelosok, sampai kehabisan jalan aspal dan terpaksa jalan
kaki untuk masuk kampung2 di tengah hutan. Di samping UI Depok ada anak yatim
piatu yang hidup dalam kemiskinan, belum pernah diajarkan membaca dan menulis
oleh sang guru sekolah dan semua orang dewasa yang tinggal di sekitarnya. Saya belum
dapat banyak informasi tentang anak itu, namanya saja belum tahu,
tapi sangat mungkin dia tidur dalam keadaan lapar juga karena untuk beli pensil
saja dia takut mengeluarkan uang.
Dalam beberapa hadiths, Rasululllah SAW
bersabda :
“Barangsiapa meletakkan tangannya di
atas kepala anak yatim dengan penuh kasih sayang, maka Allah akan menuliskan
kebaikan pada setiap lembar rambut yang disentuh tangannya.” (HR. Ahmad,
Ath-Thabrani, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Aufa)
"Barangsiapa mengambil anak yatim
dari kalangan Muslimin, dan memberinya makan dan minum, Allah akan
memasukkannya ke surga, kecuali bila ia berbuat dosa besar yang tidak
terampuni. (HR. Turmidzi)
“Aku dan pemelihara anak yatim di surga
seperti ini (dan beliau memberi isyarat dengan telunjuk dan jari tengahnya,
lalu membukanya.” (HR. Bukhari, Turmidzi, Abu Daud)
[Supaya tahu, orang yang melakukan Haji dan Umrah puluhan kali, punya
rumah mewah di Pondok Indah, libur keluar negeri setiap bulan, punya deposito
puluhan milyar, melakukan Studi Banding ke luar negeri terus-menerus, dan isi
garasi dengan puluhan mobil mewah TIDAK DIJAMIN berduaan dengan Rasulullah di
sorga. Tapi orang yang memberikan uang makan 50 ribu kepada anak yatim setiap
minggu diberikan jaminan itu!!! Lalu yang mana dari kedua orang itu yang kita
muliakan di tengah masyarakat kita??]
245. Siapakah yang mau memberi PINJAMAN
kepada Allah, pinjaman yang BAIK (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka
Allah akan MELIPAT GANDAKAN pembayaran kepadanya dengan LIPAT GANDA yang
BANYAK. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.
(QS. Al-Baqarah 2:245)
(QS. Al-Baqarah 2:245)
Apa benar kita peduli pada anak yatim? Rasulullah SAW akan
mengatakan apa kalau menyaksikan kita?
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Gene Netto
sangat menarik kisahnya.tp kisah itu terjadi berbalik di tempat kami.pendidikan di kota-kota besar sudah sangat penting menjadi kebutuhan sekunder,jauh berbeda di dengan kondisi di wilayah kami.banyak anak yatim/piatu yang minta di santuni rutin setiap bulan entah kenapa justru mereka tidak ada yang mau di beri pendidikan,bimbingan dan pelatihan di panti asuhan.mereka cenderung memilih(lebih suka)berada di rumahnya masing-masing.
ReplyDeleteKami sudah berupaya dan berusaha mengajak dan menghimbau untuk ikut/tinggal di panti asuhan.bagi mereka yang mendapat santunan rutin setiap bulan kami sarankan untuk datang ke panti asuhan walau seminggu 3/4 kali untuk melatih anak-anak kenal dengan dunia panti.
usaha kami tidak berhenti sampai dengan mendatangkan relawan asing dari jerman untuk memberi wajah dan suasana baru di panti,betapa pentingnya pendidikan anak-anak untuk masa depan.tetapi mereka tetap tidak bergeming/sedikitpun tidak ada yang tertarik dan berminat.
solusi apa yang bisa bp berikan/tawarkan kepada kami.
wassalamualaikum,wr.wb