Assalamu’alaikum wr.wb.,
Teman2, minggu kemarin ada banyak sekali
berita tentang anak yang tawuran, yang membunuh anak dari sekolah lain dengan
sikap kejam. Berita itu masuk semua media,
saya dan pakar pendidikan yang lain membahasnya, polisi bicara, pemda bicara,
psikolog bicara. Ini menjadi topik yang sangat besar dan dibahas secara luas. Lalu
pada jumat kemarin, saya ikut shalat jumat seperti biasa. Dari melihat semua yang sedang terjadi dalam minggu itu (dua
anak di Jakarta tewas dalam tawuran), saya kira mungkin khatib akan manfaatkan
kesempatan itu untuk membahas akhlak seorang anak Muslim,
peran orang tua dalam mendidik anaknya dan sebagainya. Ternyata saya salah. Temanya untuk khutbah minggu kemarin? Hikmah
Ibadah Haji!
Ternyata, ibadah haji adalah salah satu dari
rukun Islam yang wajib bagi mereka yg mampu.
Rugilah kalau tidak haji katanya. Balasan haji yang mabrur adalah sorga. Dan begitu
seterusnya. Lebih dari 50% jemaah begitu terpesona dan tertarik, mereka
menundukkan kepala dan hampir tidur (atau tidur benaran). Anak-anak di lantai atas lebih senang ngobrol dan bercanda sama
teman-temannya, daripada mendengarkan semua info yang sama lagi.
Khatib tidak membahas akhlak Nabi atau bagaimana caranya Nabi membina anak. Tidak membahas peran orang tua dan anggota masyarakat lain dalam membina generasi mendatang dengan akhlak yang baik. Seorang bapak perlu memberikan kasih sayang terhadap anak laki-laki. Kalau sering dipukul, dihardik, diremehkan, disalahkan dsb. maka anak bisa merasa stres dan trauma, masuk sekolah dalam keadaan tidak bahagia, dan cepat cari kesempatan ribut. Tapi siapa yang akan mengingatkan para bapak tentang tugas mereka sebagai pembina anggota ummat Islam untuk masa depan?
Mungkin sebagian dari anak yg ikut tawuran merasa putus asa karena merasa tidak ada yang sayangi mereka.
Mereka siap perang di jalan karena benar2 tidak peduli kalau hidup atau mati, dan tidak terlalu memikirkan masa depan. Buat apa hidup terus kalau tidak dapat
kasih sayang yang benar dari
orang tua? Di sekolah ditegor terus oleh guru karena tidak konsentrasi penuh, karena
bicara di kelas, karena sepatunya salah, karena pakai gelang, atau karena rambutnya lebih panjang dari 4 senti. Di rumah juga dimarahi
terus
oleh bapak atau ibu. Anggota masyarakat di pinggir jalan
bicara dengan kasar kepada anak sekolah, cepat marah dan
mengusir karena kumpul di depan
warung,
dan seterusnya. Jadi dari mana mereka bisa merasakan kasih sayang dan dapat
contoh yang baik? Khatib tidak membahas akhlak Nabi atau bagaimana caranya Nabi membina anak. Tidak membahas peran orang tua dan anggota masyarakat lain dalam membina generasi mendatang dengan akhlak yang baik. Seorang bapak perlu memberikan kasih sayang terhadap anak laki-laki. Kalau sering dipukul, dihardik, diremehkan, disalahkan dsb. maka anak bisa merasa stres dan trauma, masuk sekolah dalam keadaan tidak bahagia, dan cepat cari kesempatan ribut. Tapi siapa yang akan mengingatkan para bapak tentang tugas mereka sebagai pembina anggota ummat Islam untuk masa depan?
Dengan ustadz di masjid atau di sekolah, mereka diajarkan fiqih shalat, fiqih puasa, fiqih haji, dan cara membaca Al Qur’an dalam bahasa Arab tanpa harus dipahami teksnya. Ilmu nomor dua, baca saja yang penting. Dari mana mereka akan belajar kasih sayang dan akhlak mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah? Di sekitar mereka mungkin sedikit sekali orang dewasa yang mencontohkannya. Lebih sedikit lagi yang mau habiskan waktu duduk dengan mereka dan ajarkan mereka secara langsung, mendengarkan mereka dengan baik, mendengarkan semua keluh-kesah mereka, dan nasehati dengan lembut dan bijaksana. Jadi dari mana mereka bisa belajar?
Pada saat seorang ahli agama dapat kesempatan bicara kepada ribuan pria yang menjadi bapak, kakek, om, polisi, pejabat, tetangga dan bahkan guru sekolah, yang dibahas bukan cara membina anak muda agar menjadi orang Muslim yang mulia, tapi yang dibahas adalah hikmah ibadah haji sekali lagi, dan sepertinya membaca dari teks yang dibaca pada tahun kemarin juga! Mungkin yang hadir sudah denger info yang sama ratusan kali. Jadi karena itu, tidak banyak yang mau dengar. Dan mungkin pada sore itu, ada tawuran lagi. Dan semua orang dewasa gelengkan kepala dan bertanya, “Kok anak kita tidak berakhlak secara baik sekarang?” tanpa berfikir tentang peran semua orang dewasa dalam membina anak muda. Orang dewasa itu tidak bertanya, “Apa saya sudah menjadi contoh yang baik untuk anak bangsa, yang pantas ditiru, dan sesuai dengan contoh Rasulullah SAW?”
Dan pada hari jumat minggu ini, ada kesempatan lagi untuk membahas sesuatu
yang benar2 bermanfaat bagi ribuan orang yang hadir di masjid. Jadi temanya apa
pada minggu ini dari khatib yang berbeda…? Hikmah Ibadah Haji! Sekali lagi!! (Padahal yang mau haji sudah berangkat!!!) Khatib
tidak membahas orang yang berangkat haji dengan uang korupsi. Tidak membahas
orang yang lebih sibuk belanja daripada ibadah di tanah suci. Tidak membahas
orang yang kembali setelah haji dan kembali ke semua keburukan yang sama yang
menjadi kebiasaannya sebelum berangkat.
Kalau khutbah jumat bisa membahas masalah yang merupakan realitas di
lapangan, yang menyentuh kehidupan ummat Islam sehari-hari, mungkin jumlah
tawuran akan berkurang bukan bertambah, dan orang yang hadir dalam shalat jumat
akan mau dengar daripada tidur.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Sederhana saja, sebab khatib tidak menguasai ilmunya.
ReplyDelete