Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (556) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (178) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

16 November, 2011

Tidak Ada Pemukulan Yang Wajar Terhadap Murid

(Membalas komentar dari guru di group pendidikan).

Assalamu’alaikum wr.wb. Ada guru yang mengatakan memukul siswa bukan masalah, selama pemukulan itu adalah pemukulan yang wajar. Saya balas sebagai berikutnya.

Mohon maaf Pak, pemukulan yang “wajar” itu seperti apa? Bisa dijelaskan? Sekuat apa? Pada bagian tubuh apa? Apa memang ada ukurannya? Apa ada alat di sekolah untuk mengukur tenaga dan kekuatan dari “pemukulan wajar” tersebut? Apa ada buku panduan yang sudah pernah dibagikan kepada para guru? Misalnya, dengan judul: "Kitab Pemukulan yang Wajar Bagi Guru - Cara Efektif untuk Memukul Anak Kecil Yang Tidak Sanggup Bela Diri Untuk Menjadikan Mereka Orang Sukses."

Saya bisa beli buku itu di mana? Apa memang bisa diukur kekuatan yang digunakan dalam pemukulan wajar tersebut? Siapa yang menciptakan skala pemukulan wajar itu? Untuk gempa bumi, ada Skala Richter. Untuk pemukulan yang wajar terhadap siswa, pakai skala apa?

(Anak pulang dari sekolah, dan komplain kepada Ibunya):

“Bu, tadi siang saya dipukul guru.”
“Waduh. Sampai tingkat berapa pemukulan itu pada Skala Pemukulan Dharma?”
“Tadi diukur Pak Guru dengan Detektor Pemukulan Wajar. Hasilnya, 3,7.
“Wah, kalau itu masih pemukulan yang wajar saja. Belum pidana. Guru tidak bersalah. Lupakan saja.”

Terus, yang disebut pemukulan yang “tidak membahayakan” itu apa Pak? Apakah memang sudah ketahuan bahwa pemukulan tipe A pasti tidak akan menjadikan anak itu merasa trauma dan bunuh diri? Ada hasil riset itu di mana? Sepuluh ribu anak dipukul, dengan pemukulan wajar sekuat 2,5 pada Skala Pemukulan Umum, dan tidak ada yang bunuh diri? Ada riset itu Pak? Di mana? Saya belum pernah melihatnya.  

(Kemarin ada teman guru yang menjelaskan bahwa dulu, pada saat dia masih anak sekolah, dia dan teman terdekatnya pernah dipukul dengan keras oleh gurunya. Dua hari kemudian, teman itu membunuh diri dan tinggalkan surat di kamar bagi sang guru!)
 
Bagaimana kalau ada anak yang mengalami trauma yang lain? Misalnya dia menjadi tidak semangat belajar, tidak dapat nilai tinggi dalam ujian, dan tidak berhasil menjadi dokter di kemudian hari, dan karena itu tidak berhasil menemukan obat baru untuk kanker? Cara mengukur trauma di dalam hati seorang anak itu bagaimana? Ada hasil riset itu di mana Pak?

Siapa yang membentuk sistem pemukulan yang wajar dan tidak berbahaya itu? Kalau tidak ada yang bisa membuktikan hasil riset itu di sini, maka saya anggap semuanya terbukti omong kosong. Dalam kata lain, anda mengajar dengan landasan omong kosong, bukan landasan ilmu pendidikan.

Selanjutnya, siswa yang anda sebutkan “keterlaluan” itu seperti apa? Buku teks pendidikan untuk guru yang menjelaskan semua bentuk perbuatan “keterlaluan” ada di mana Pak? Siapa yang membuat semua peraturan tersebut, tentang perbuatan mana yang keterlaluan dan boleh kena pemukulan yang wajar? Mana batasnya antara perbuatan keterlaluan dan perbuatan yang hanya mengganggu saja? Apa bisa dijelaskan? Sekali lagi, semua itu adalah omong kosong. Tidak ada landasan ilmu pendidikan sedikit pun.

Apa anda puas kalau berobat ke dokter dan dia membuat diagnosis dan berikan pengobatan terhadap anak anda dengan cara yang sama: Teori aneh berdasarkan omong kosong? Atau apa anda berharap dokter yang merawat anak anda sudah memiliki ILMU di bidangnya, dan bisa menjelaskan semua tindakannya karena sudah merupakan standar di dalam profesinya? Tolong jangan menjadi guru berbasis omong kosong. Menjadi guru profesional yang bertindak sesuai dengan ilmu pendidikan yang terbaik di dunia ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
-Gene Netto

Memukul Murid adalah Pelanggaran Profesi Guru



Memukul Murid adalah Pelanggaran Profesi Guru

Assalamu’alaikum wr.wb.,
Ada banyak guru yang setuju dengan kebiasaan memukul dan menghinakan murid di sekolah, atau memberikan hukum fisik (seperti push-up, lari lapangan, lompat jongkok atau merangkak keluar dari kelas). Saya tidak bisa setuju. Saya mau memberikan contoh lain sebagai perumpamaan, supaya kita bisa paham dengan jelas.

Para dokter mendapat pelatihan dan pembinaan pada waktu kuliah, dan sesudahnya laksanakan tugas sesuai dengan ajaran yang didapatkan di fakultas kedokteran. Ada proses diagnosis, pengobatan, operasi, terapi dan sebagainya, semuanya DIAJARKAN oleh dokter senior yang menjadi dosen dan professor (ahli di bidangnya masing-masing). Dokter (sebagai anggota suatu profesi) melakukan tugas yang DIAJARKAN kepadanya saat kuliah. Begitu juga pengacara, insinyur, arsitek, akuntan, dan seterusnya.

Saya cek daftar asosiasi profesi internasional di internet. Ada ratusan. Bukannya guru juga merupakan profesi? Setuju atau tidak? Perlu latihan khusus selama bertahun2 untuk menjadi seorang guru yang menguasaikan ilmu pendidikan dengan baik dan benar? Atau apakah semua orang biasa seperti tukang bangunan yang putus sekolah di SD bisa menjadi guru juga asal mau berdiri di depan murid di kelas? Menjadi seorang guru adalah profesi yang dijalankan oleh pakarnya, atau pekerjaan biasa yang bisa dilakukan oleh orang biasa manapun (seperti halnya tukang sapu)?

Kalau kita mengatakan guru adalah bagian dari suatu profesi, maka tidak ada bedanya dengan dokter dan ratusan profesi yang lain. Kalau seandainya ada seorang dokter yang tiba2 mulai memotong telinga anak yang menjadi pasien untuk mengobati rasa sakit kepala, kira2 apa yang akan terjadi? Orang tua pasti marah, dan menuntut di pengadilan, betul? Lalu apa yang akan ditanyakan kepada si dokter gila itu oleh jaksa penuntut?
Jaksa: “Dari mana anda dapat cara potong telinga untuk mengobati sakit kepala? Apakah diajarkan kepada anda saat kuliah?”
Dokter: “Tidak. Saya buat sendiri. Tidak ada riset yang mendukung tindakan itu. Tetapi saya kira pasien yang telinganya dipotong akan sembuh dari sakit kepala dan menjadi baik. Dan saya lakukan dengan rasa “kasih sayang kepada pasien”, bukan karena mau menyiksa! Jadi saya tidak salah, karena tidak ada niat buruk.”

Apa yang akan terjadi pada dokter tersebut? Dipenjarakan? Dicabut izin prakteknya sebagai dokter? Pasti itu dan lebih banyak lagi. Kenapa? Karena dia melakukan suatu tindakan di dalam profesinya yang TIDAK DIBENARKAN oleh semua pakar kedokteran, dan TIDAK PERNAH DIAJARKAN KEPADANYA di dalam kuliah kedokteran. Dia sudah melanggar peraturan dasar profesinya sendiri dengan merekayasa suatu tindakan yang tidak benar, tidak diajarkan kepadanya, dan tidak diketahui hasilnya di kemudian hari. Di dalam semua profesi, tindakan seperti itu pasti dicap sebagai “pelanggaran profesi”.

Sekarang, kalau kita setuju bahwa menjadi guru adalah profesi juga, saya mohon para guru menjelaskan sekarang: Di dalam MATA KULIAH YANG MANA anda diajarkan untuk MEMUKUL DAN MENGHINAKAN SISWA, ATAU MEMBERIKAN HUKUM FISIK MANAPUN (dengan niat kasih sayang)? Nama mata kuliah itu apa?
(Misalnya): # Pemukulan, Penghinaan Dan Hukuman Fisik Terhadap Siswa Dengan Rasa Kasih Sayang Agar Mereka Menjadi Orang Sukses. (4 SKS).  

Apa begitu? Ajarannya di dalam mata kuliah itu apa? Misalnya:

1.  Pemukulan Terhadap Siswa Dengan Kasih Sayang
2.  Tips Agar Pemukulan Tidak Menyebabkan Perdarahan
3.  Tips Menjewer, Mencubit, Tampar Kepala dan Pipi, dan Menjemur
4.  Kebutuhan Hukuman Push-Up Agar ada Efek Jera
5.  Tata Cara Lari Lapangan Agar Siswa Menjadi Penurut
6.  Kata2 Untuk Menghinakan Murid, Sesuai Suku, Ras Dan Agama
7.  P3K Untuk Siswa Yang Pingsan atau Berdarah Setelah Hukuman Fisik
8.  Cara Memberikan Hukuman Fisik, Agar Guru Tidak Disidangkan
9.   (dan seterusnya)

Apakah benar semua guru di Indonesia yang suka memukul, menghinakan dan berikan hukuman fisik mendapatkan mata kuliah seperti yang di atas itu di universitas? Dan matakuliah itu menyiapkan mereka dalam tugas profesi sebagai guru, di mana ada kewajiban memukul, memberikan hukuman fisik dan menghinakan murid secara rutin, agar ada efek jera, atau agar siswa menjadi sukses?

ATAU, apakah mungkin dengan tindakan memukul siswa, menghinakan dan memberikan hukuman fisik, guru itu persis sama dengan si dokter gila di atas yang memotong telinga pasien yang sakit kepala, bukan karena diajarkan begitu, tetapi karena dia sendiri merasa bahwa itu adalah tindakan yang boleh-boleh saja? Dalam kata lain, dia tidak peduli pakar di dalam profesinya mengajarkan apa. Dia merasa punya kekuasan untuk melakukan apa saja yang dia inginkan dan tidak peduli kalau itu bukan ajaran standar profesinya.

Yang dilakukan guru itu dengan memukul, memberikan hukuman fisik dan menghinakan murid (yang tidak pernah diajarkan saat kuliah) adalah melakukan EKSPERIMEN PSIKOLOGIS terhadap siswa. Guru itu melakukan tindakan A (memukul, menghinakan, memberikan hukuman fisik), dan dia berhadap akan ada hasil B (siswa menjadi orang sukses). Tidak ada landasan riset. Tidak diajarkan kepada guru saat kuliah. Hanya ada niat di dalam hati guru itu untuk melakukan itu secara sepihak tanpa tahu hasilnya akan seperti apa. Berharap saja!

Guru itu tidak pernah dapat pelatihan profesi untuk memukul,  memberikan hukuman fisik, atau menghinakan siswa! Guru itu melanggar peraturan profesi (seperti si dokter gila itu) karena bertindak tanpa ilmu, tanpa hak, dan hanya mengikuti hawa nafsu diri sendiri karena merasa “nanti siswa akan menjadi baik”.

Seharusnya guru itu mau berubah, mau belajar, dan mau bertanya “Apa ini yang terbaik bagi siswa, sesuai dengan ajaran profesi saya?” Kalau memukul siswa, memberikan hukuman fisik (seperti push-up dan lari lapangan), dan menghinakan siswa adalah cara paling benar dan terbaik untuk membantu siswa menjadi manusia yang sukses, maka hal-hal itu PASTI akan diajarkan di semua Fakultas Pendidikan. Ternyata tidak! Kenapa?

Semoga bermanfaat. Dan semoga para guru bersedia untuk merenung dan belajar ilmu pendidikan yang dibenarkan dalam profesinya.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto

Artikel Lain Tentang Pemukulan Terhadap Siswa dan Anak







Sumber:

15 November, 2011

Fenomena Suporter Bayaran di Arena SEA Games

...Salah satu pelajar yang ditemui mengaku mereka datang dan mendukung negara lain karena disuruh guru pembimbing mereka di sekolah. "Kami disuruh pak guru memakai kaos Malaysia dan mendukung saat mereka bertanding," ujar salah satu siswi SMP di Palembang kepada okezone. Rata-rata pelajar ini tidak bisa menolak perintah guru mereka untuk ikut menyemarakan SEA Games walau harus mendukung negara lain. "Takut dimarahi kalau menolak ikut kak, kami ikut salah satu kegiatan ekstrakulikuler di sekolah, angggotanya disuruh ikut semua," jelasnya.

….“Kami sangat menyayangkan kenapa mereka mau menggadaikan harga diri bangsa hanya karena diberi baju dan atribut negara lain," ujar Syamsul. Tanzil Zulkarnain, salah satu penonton yang melihat ulah tersebut hanya bisa menggelengkan kepala dan merasa heran. "Kalau yang bertanding Thailand lawan Laos, silahkan mereka dukung yang mana saja, tapi kalau Indonesia yang sedang bertanding, harus dukung Indonesia jangan negara lain," cetusnya.


12 November, 2011

Anak Muda Mencari Pekerjaan Baru


Assalamu’alaikum wr.wb.,
Ada pembantu di rumah saya yang sedang berusaha mencari pekerjaan baru untuk kakak laki-lakinya. Dia bisa menjadi penjaga toko, pembantu raumah tangga, penjaga kebun, tukang kebersihan, dsb.
Kalau ada yang bisa membantu dengan tawaran kerja, tolong hubungi saya di email (genenetto@gmail.com), atau juga boleh langsung ke HP dia saja. Terima kasih.

Nama: Radianto (Radi). Umur 23 tahun. Laki-laki. Lulus SD saja. Tidak merokok. Rajin shalat. Insya Allah berahklak bagus. Belum menikah. Nomor HP: 08170885233
Sekarang berada di Ciputat (masih kerja menjaga toko, tetapi mau cari kondisi kerja yang lebih baik). Pernah jaga toko, berdagang, jaga kandang ayam, jadi tukang bangunan, bisa jaga anak.
Belum bisa nyupir.
Mencari pekerjaan sebagai: Penjaga toko. Pembantu rumah tangga. Penjaga kebun. Tukang kebersihan. Office Boy. Dan sebagainya.
Terima kasih kalau bisa membantu.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene

10 November, 2011

Mengapa Bangsa Indonesia Kalah Kreatif Dari Negara-Negara Maju


Tulisan dari milis sebelah.

Mengapa Bangsa Indonesia Kalah Kreatif Dari Negara-Negara Maju

Sebenarnya ini adalah ringkasan dari buku Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland yang berjudul "Why Asians Are Less Creative Than Westerners"(Mengapa bangsa Asia kalah kreatif dari negara-negara barat), tapi berhubung saya tinggal di Indonesia dan lebih mengenal Indonesia, maka saya mengganti judulnya, karena saya merasa bahwa bangsa Indonesia memiliki ciri-ciri yang paling mirip seperti yang tertulis dalam buku itu.

1. Bagi kebanyakan orang Indonesia, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang dan harta lain). Passion (rasa cinta terhadap sesuatu) kurang dihargai. Akibatnya, bidang kreatifitas kalah populer oleh profesi dokter, pengacara, dan sejenisnya yang dianggap bisa lebih cepat menjadikan seorang untuk memiliki banyak kekayaan.

2. Bagi orang Indonesia, banyaknya kekayaan yang dimiliki lebih dihargai daripada cara memperoleh kekayaan tersebut. Tidak heran bila lebih banyak orang menyukai ceritera, novel, sinetron atau film yang bertema orang miskin jadi kaya mendadak karena beruntung menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh pangeran dan sejenis itu. Tidak heran pula bila perilaku korupsi pun ditolerir/diterima sebagai sesuatu yang wajar.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...