[Diskusi tentang hukum memukul anak dilanjutkan di milis pendidikan. Ada yang kirim karya ilmiah, yang mengatakan boleh memukul anak kalau tujuannya adalah memperbaiki suatu kesalahan dari si anak. Ini tanggapan saya di milis. –Gene]
Mohon maaf, saya merasa kurang puas dengan tulisan ini, walaupun yang menulis punya gelar PhD. Dari semua pembahasannya yang diawali dari pemukulan bagi anak yang tidak shalat, tanpa secara spesifik membahas manfaatnya di dalam persoalan yang lain, tiba-tiba pada poin nomor 6 ada tulisan ini:
**6- Jika kesalahan anak adalah untuk pertama kalinya, hendaknya ia diberi kesempatan untuk bertaubat dari perbuatan yang telah dilakukan atau memberinya kesempatan untuk minta maaf tanpa memberikan hukuman, dan berjanji untuk tidak mengulangi kesalahannya itu.**
Berawal dari pembicaran yang lebih berfokus pada cara mendidik anak dalam shalat, pada poin ini pintu dibuka lebar dan pembaca dipersilahkan menggunakan pukulan dalam pendidikan tanpa menjelaskan kasus2 di mana pukulan itu boleh dan perlu, dan mana yang tidak boleh atau belum perlu. Yang penting di dalam poin ini, ada KESALAHAN ANAK yang mau dikoreksi.
Juga sangat penting di sini untuk memahami bahwa perkembangan akal anak terjadi secara bertahap. Dan kalau anak bisa “bertaubat” dari perbuatan X pada bulan ini, sama sekali tidak menjamin bahwa hal tersebut tidak akan terulang lagi di masa depan. Malah, justru sangat mungkin bahwa kesalahan tersebut akan terulang lagi pada suatu waktu. Lalu, apa manfaatnya pukulan? Kalau setelah dipukul berkali-kali, hal tersebut masih dilakukan, mau dilanjutkan ke tahap apa yang lebih keras dari pemukulan?
Lalu ada poin nomor 7:
**7- Sebelum menjatuhkan hukuman, orang tua hendaknya memeriksa terlebih dahulu apa jenis kesalahan anak. Hindari hukuman pemukulan terhadap kesalahan yang tidak sengaja dilakukannya, sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Janganlah kamu memukul anak karena memecahkan wadah. Sesungguhnya wadah itu memiliki batas akhir (ajal) seperti halnya ajalmu.”**
Jadi, dari diskusi seputar pemukulan untuk mendidik anak agar shalat (di atas usia 10 tahun), sekarang orang tua dan guru diizinkan memukul dalam keadaan apapun, sesuka hati orang tua, selama dia menilai ADA KESALAHAN ANAK yang dilakukan dengan sengaja.
Yang jelas di sini, ada pembicaraan tentang “kesalahan anak”. Tetapi apa artinya?
Kesalahan yang disengaja; kesalahan yang tidak disengaja? Apa bedanya?
Kalau anak tidak mengerjakan PR untuk sekian kalinya karena sibuk dengan hal yang lain (seperti main game), apakah itu sengaja atau tidak sengaja? Kalau orang tua atau guru menilai sengaja, anak boleh dipukul untuk mendidik? Dari kapan PR diberikan status yang setara dengan shalat (karena pembicaraan sebelumnya terbatas pada memukul kalau tidak shalat saja)? Ketentuan itu dari siapa?
Dan kalau gurunya galak atau jahat, dan sengaja memberikan PR yang berlebihan, dan PR tersebut makan banyak sekali waktu dan sangat membosankan, apakah guru atau orang tua masih berhak memukul anak 10 kali untuk mendidik?
Kenapa? Dari mana dapat dalil untuk memukul anak dalam kasus tersebut? Bagaimana kalau anak itu main game biar tidak bisa mendengarkan orang tua yang ribut di kamar sebelah? Apakah anak masih perlu dipukul oleh gurunya? Benar? Apakah itu Islam?
Orang tua anak ribut terus karena mau cerai, anak main game biar tidak depresi, lupa PR, lalu dipukul setiap minggu oleh gurunya supaya menjadi “lurus”?
Alhamdulillah anak ini ditangani oleh guru yang bersedia “memukul untuk meluruskan”. Anak itu pasti senang “diluruskan” oleh guru tersebut dan merasa lebih baik karena ada pemukulan tersebut!
Justru yang saya tangkap dari kutipan di atas, si penulis sudah setuju bahwa anak boleh2 saja dipukul dengan tujuan mendidik, dalam keadaan apapun, dan dia mencari dalil yang bisa dimanfaatkan untuk membenarkan pemukulan tersebut.
Lalu setelah membaca karya ilmiah ini, para kyai dan ustadz di pesantren merasa benar kalau mereka memukul santrinya ketika salah dalam membaca ayat al Qur'an. Karena dari tulisan tersebut kita mendapat suatu prinsip: ada “kesalahan”, ada pemukulan! Apakah benar? Apakah itu yang dicontohkan dan diinginkan oleh Nabi kita Muhammad SAW?
Saya sudah berkali-kali dapat kabar dari teman-teman saya yang lulus dari pesantren. Katanya mereka semua sering dipukul oleh ustadz dan kyai karena salah baca ayat Al Qur’an (dan alasan-alasan lainnya). Ternyata, itu dihitung sebagai KESALAHAN dan dengan tujuan mendidik, mereka dipukul. Hasilnya apa?
Apakah 100% dari mereka jadi lebih paham Islam dan mendapatkan ilmu yang lebih bermanfaat karena dipukul?
Apakah 100% dari mereka menjadi orang sukses karena dipukul?
Apakah mereka menjadi lebih menghargai kyai dan lebih sungguh-sungguh dalam belajar karena dipukul?
Apakah tidak ada cara yang lain?
Atau hanya ada satu cara untuk mendidik, yaitu memukul?
Saya ingin bertanya, sahabat mana yang pernah dipukul oleh Nabi Muhammad SAW pada saat mereka belajar membaca ayat-ayat Al Qur’an? Apakah ada satupun?
Kalau pada saat mereka sedang belajar, ternyata Nabi SAW tidak pernah memukul, KENAPA hal seperti itu malah bisa menjadi budaya di dalam pesantren Indonesia? Contoh itu dari siapa?
Dan karena ada tulisan ilmiah seperti yang dikutip di atas, para guru agama dibuat merasa benar dalam memukul murid-muridnya, selama mereka bisa menemukan sebuah “kesalahan” yang mau diluruskan (selain shalat yang ditinggalkan).
Apakah itu pendidikan yang islamiah? Kalau iya, kenapa Nabi kita tidak mencontohkan dari awal dengan memukul para sahabat biar mereka bisa belajar dengan cara yang “benar”?
Pada saat saya mulai membaca Al Qur’an, sangat sulit bagi saya karena belum pernah membaca bahasa Arab sebelumnya dan saya baru masuk Islam beberapa bulan. Karena orang yang mengajar saya saat itu juga sering memukul saya (saya ditampar), saya langsung menjadi jenuh dan kesal dan berhenti belajar selama bertahun-tahun. Sebagai seorang guru dan juga seorang pesilat, saya tidak bisa terima kalau dipukul pada saat saya sedang berusaha melakukan suatu tugas akademis yang terasa sangat berat.
Tetapi kata dia, memang begitulah di pesantren: salah baca, dipukul. Jadi kalau memukul itu benar, seharusnya berhasil dengan saya dan membuat saya lebih semangat untuk menjadi benar dalam bacaan saya. Ternyata, saya malah jadi tidak suka membaca Al Qur’an dan tidak mau diajar oleh orang lain sampai beberapa tahun lamanya.
Dalam hati saya, kalau Al Qur’an hanya boleh dibaca dengan 100% sempurna, sekalipun oleh orang yang baru masuk Islam dan belum tahu bahasa Arab, dan kalau salah baca harus dipukul, maka lebih baik bila saya tidak baca Al Qur’an sama sekali!
Ini salah satu hasil nyata dari sistem pemukulan dalam pendidikan.
Apakah anda yakin bahwa kita yang dewasa bisa membenarkan pemukulan dalam semua kasus, dengan tujuan mendidik, dan hasilnya akan selalu memuaskan untuk semua anak? Kalau ternyata justru membuat sekian persen siswa membenci pelajaran tersebut, atau membenci orang yang memukul, menjadi depresi atau stres, maka anda harus tetap bertanggungjawab. Anda tidak boleh mengatakan pada anak yang tidak tahan “Pemukulan itu berhasil untuk anak yang lain, jadi nasib buruk yang kamu sendiri rasakan bukan urusan kita! Kamu harus tetap dipukul.”
Itu bukan pendidikan! Dan itu juga bukan contoh dari Nabi kita Muhammad SAW yang sangat lembut dengan anak dan semua sahabatnya (santrinya).
Nabi Muhammad SAW tidak pernah memukul dan bahkan tidak pernah menghardik!
Anda mau ambil contoh pendidikan yang baik dan islamiah dari mana?
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
Artikel Lain Tentang Pemukulan Terhadap Siswa
dan Anak
Pada Semua Guruku Yang Telah
ReplyDeleteMemberi Inspirasi
Guruku...
Aku teringat hari pertama di sekolah
Dilingkungan yang asing dan tak nyaman bagiku
Kau memeluk dan membimbingku,seraya dengan lembut berkata " Jangan takut nak,ibu akan mengajarimu banyak hal "
Guruku...
Terima kasih telah menjadikan pagiku selalu ceria
Belajar tidak lagi jadi pekerjaan, tapi kesenangan
Membuatku menunggu kisah yang akan kau ceritakan
Guruku...
Terima kasih kau tak pernah menyalahkan bahwa aku tak bisa,apalagi dengan pukulan
Tapi kau beri aku kesempatan untuk mencoba dan mencoba lagi sampai aku mengerti
Terima kasih telah mengajarkan hal-hal rumit menjadi sederhana
Guruku...
Terima kasih telah mengajarkan keberanian
berani mengungkapkan apa yang aku rasakan
berani mengatakan apa yang aku inginkan
dan berani bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan
Guruku...
Terima kasih telah mengajariku cinta dan kasih sayang
Mengenalkan aku perintah dan larangan Tuhanku
Mengajarkan...
Mengingatkan...
Mengajarkan...
Mengingatkan lagi tanpa lelah
Hingga aku menjadi cinta pada Sang Pencipta
Guruku...Terima kasih
*Pada Semua Guruku Yang Telah
Memberi Inspirasi
arat
Bang Gene,
ReplyDeletesekedar urun rembug, saya pernah dengar di suatu kajian, maksud dari hadits ini “Perintahkan anakmu untuk shalat ketika umur tujuh tahun dan pukullah bila umurnya sepuluh tahun (bila tidak shalat) dan pisahkan tempat tidur mereka (antara laki-laki dan perempuan)”.
adalah,
bolehnya memukul TAPI setelah diperintahkan sejak usia 7tahun sampai 10 tahun, tiap hari, tiap waktu sholat,
yg artinya ribuan kali diingatkan, si anak masih tidak sholat juga, boleh dipukul, itupun bukan pukulan yg menyakitkan.
Namun, keadaannya sekarang, banyak orangtua yg belum sampai di tingkat ribuan kali mengingatkan sudah tidak sabar, kemudian langsung memukul anaknya.
semoga dapat menjadi masukan untuk kita semua.
Memukul kalau tidak berhasil dengan semua cara yang lain. Kalau cara lain berhasil, tidak boleh memukul. Memukul tidak boleh tinggalkan bekas, baik secara fisik maupun secara rohani. Jadi kalau orang tua tegas, sehingga anak mulai membenci orang tua, maka itu sudah merupakan cara memukul yang salah.
DeleteBanyak orang sebatas membaca teks dari hadiths atau ayat, tapi tidak mau tahu tentang tafsirnya. Tafsir dan konteks sangat penting agar makna tidak berubah.
Dan di dalam Islam, yang diperbolehkan oleh Nabi hanyalah “memukul” anak (dengan lembut, sebagai tegoran saja) kalau menolak shalat. Bukan telat shalat, tapi menolak shalat. Tidak shalat. Kalau disuruh shalat dan masih mau, tidak boleh dipukul. Kalau sudah lewat adzan 10 menit dan belum shalat, tidak boleh dipukul. Boleh dipukul kalau tidak mau shalat, alias menolak kewajiban shalat.
Selain dari itu, tidak ada kasus di mana Nabi menganjurkan pemukulan terhadap anak.