Komentar Tentang Rambut Siswa
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Ada guru2 yang membahas rambut siswa yang “gondrong”. Katanya,
rambut siswa harus dipotong secara paksa supaya bisa “rapi” dan diadakan razia
di sekolah, seolah-olah rambut berbahaya seperti senjata tajam. Kenapa ukuran
rambut menjadi perkara yang perlu diperhatikan oleh guru?
Apakah IQ anak itu meningkat kalau rambutnya dipotong
pendek? Apakah konsep “gondrong” sudah diteliti? Berapa senti = gondrong? Apa
ada aturan sekolah yang melarang rambut gondrong? Kenapa tidak bahas rambut
perempuan? Siapa yang membuat aturan itu? Kenapa aturan itu tidak boleh diganti?
Kenapa sekolah menentukan ukuran rambut tanpa peduli pada pendapat siswa atau orang
tua?
Lalu, kenapa para guru berhenti pada urusan rambut saja? Kenapa
tidak sekaligus fokus ke banyak perkara lain? Misalnya, kalau sepatu kotor, guru
akan menyemir secara paksa! Kalau kuku panjang, guru akan potong dan mengikir secara
paksa! Kalau baju kotor, guru akan cuci dan setrika secara paksa!
Sebenarnya, panjangnya rambut siswa TIDAK ADA HUBUNGAN
dengan proses pendidikan. Ada guru yg berikan alasan “agama Islam”, atau
akhlak. Tapi Nabi Muhammad SAW punya rambut yang panjang sampai bahu. Jadi tidak
ada hubungan antara rambut panjang dan akhlak (atau agama). Ada yg berikan
alasan “ketaatan pada aturan”, tapi siswa dan orang tua dilarang mengubah
aturan yg satu itu. Jadi lebih mendidik utk “tunduk” pada yg berkuasa, daripada
belajar menjadi tertib. Dan Einstein punya rambut gondrong jadi tidak ada
hubungan dengan kepintaran.
Jadi kenapa banyak guru merasa harus memaksakan kehendaknya
terhadap siswa, berdasarkan PERSEPSI guru ttg konsep rambut “gondrong”? Sikap
guru seperti ini tidak ada banyak manfaatnya dari sisi pendidikan, dan dilakukan
oleh guru yang ingin berkuasa, agar bisa menentukan “benar” dan “salah” sendiri. Guru sudah bicara. Persepsi guru
selalu benar. Murid harus nurut dan membenarkan guru, dan menghafalkan semua
jawaban yang “benar”. Dan kalau tidak mau, guru akan memaksakan kehendak
terhadap murid. Apakah itu “pendidikan” yang berkualitas?
Lalu ketika siswa lulus sekolah dan menjadi PNS, dan disuruh
ikut “korupsi jemaah”.... sang PNS NURUT SAJA, karena sudah diajarkan begitu di
sekolah! Diam, nurut, jangan berbeda pendapat, dan “benar” dan “salah” akan
ditentukan oleh atasan (atau guru) yang berkuasa. Seharusnya para guru sibuk
memikirkan kecerdasan dan kreatifitas anak, dan bagaimana kita bisa menyediakan
sistem pendidikan yang paling berkualitas di dunia untuk memajukan bangsa. Tetapi
banyak guru masih sibuk memikirkan ukuran rambut. Kita bisa berikan pendidikan
yang lebih berkualitas.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto