Ada komentar dari teman di milis, pada artikel:
Yang main game komputer secara berlebihan ternyata tidak kecanduan
+ Dear Gene, jelas sekali bahwa masalah 'acceptance' pada anak-anak dan remaja merupakan masalah besar dalam pendidikan yang jika tidak ditangani dengan baik maka efek negatifnya akan menjadi masalah besar dalam kehidupan anak selanjutnya.
Artikelmu ini membuat saya tercenung memikirkan sistem pendidikan kita. Apakah sekolah-sekolah kita telah menjadi tempat yang ramah dan menyenangkan bagi anak-anak kita? Apakah
anak-anak kita semua merasa gembira dan diterima oleh para guru dan kawannya? Satu tindakan bullying yang tidak ditangani dengan segera dengan cepat akan menyebar dan menjadi mode yang akan sulit ditangani oleh sekolah kalau sudah membesar. Setiap tindakan bullying akan meninggalkan luka psikologis pada siswa yang terkena dan akan sulit untuk ia lupakan sepanjang hidupnya.
Sekolah Islam saya yakin bisa menjadi contoh bagi lingkungan yang ramah dan menyenangkan. Bukankah 'senyummu adalah sedekahmu' bisa kita jadikan sebagai aturan pokok dalam sekolah Islam? Bukankah 'setiap umat Islam adalah kawan' patut menjadi prinsip yang patut dijadikan
perhatian utama dalam lingkungan sekolah Islam?
Thanks for the article!
Salam
Satria
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Pak Satria,
Saya rasa di Indonesia (dan banyak negara lain) ada masalah yang besar sekali yang belum dibahas oleh kebanyakan orang, baik itu orang tua maupun pejabat. Dan kalau kita lihat anak yang ekonominya maju sedikit, mereka pasti minta dibelikan playstation. Dan orang tua yang sibuk dengan urusan masing2 tidak mau menolak. Mereka ingin belikan apa yang diinginkan anak untuk berbagai alasan. (Misalnya, orang tua merasa bersalah karena sering keluar; atau mereka tidak bisa/tidak mau negosiasi dengan anak jadi lebih gampang kasih saja; atau mereka memang tidak bisa memikirkan sisi buruk dari mainan spt playstation kalau waktu main tidak diatur.)
Yang menjadi masalah bukan playstation itu sendiri, tetapi efek samping kalau sudah ada di dalam rumah. Anak jadi main secara berlebihan, dan tidak ada orang tua yang mau melarang. Mereka lihat anak lagi main dengan bahagia, dan orang tua senang karena ada “waktu kosong” bagi ibu/bapak untuk nonton sinetron, baca majalah, bongkar motor dan sebagainya. Tidak ada orang tua yang mau matikan playstation dan suruh anak main Lego (atau yang lain) dengan orang tua.
Kalau sudah disediakan playstation, maka semua masalah anak diatasi dengan cara “mundur dari dunia” dan itulah yang dijelaskan dalam artikel dari BBC tersebut. Bullying, tekanan dari orang tua, tekanan dari kakak, gangguan keluarga (orang tua ribut), guru yang jahat, PR yang berlebihan, keadaan ekonomi yang sulit (anak juga sadari kalau orang tua menderita) dan seterusnya, semuanya diatasi dengan cara main game secara berlebihan.
Di dalam dunia game, semua anak bisa menjadi jagoan. Dengan latihan sedikit, bisa menang terus. Daripada ada orang tua yang mengatakan “Kamu hebat! Kamu jagoan” ada tulisan di layar “You’re the winner!” dan itu membuat anak sangat senang kalau tidak pernah dapat dari orang tua di sekitarnya.
Semua anak perlu dipuji untuk meningkatkan semangat mereka. Sayangnya, kebanyakan orang tua, dan juga mungkin kebanyakan guru, tidak mau belajar dan tidak mau memahami psikologi anak. Jadi, kalau terjadi suatu masalah, solusi dari orang dewasa justru bukan solusi dan seringkali malah menambah beban dan tekanan pada si anak.
Beberapa bulan yang lalu, saya diundang memberikan ceramah di sebuah acara wisuda dari sebuah pesantren. Saya sudah siapkan ceramah tentang “Sunnah Nabi”, yang di dalamnya membahas sikap mulia Nabi SAW dengan anak. Ini sebagian dari catatan saya:
Nabi SAW sangat lembut. Tidak memukul, tidak menghinakan atau menghujat isterinya. Kalau kita? (Kita: Banyak suami yg pukuli isteri, menghardik, menghinakan, meremehkan, bahkan ada yg bunuh isterinya).
Hadits: “Rasulullah tidak pernah memukul dengan tangannya, baik terhadap isteri maupun terhadap pelayannya, kecuali dia berjihad di jalan Allah.” (HR Muslim No 4296)
Nabi SAW lembut dengan anak, tidak menghardik, tidak memukul, tidak ngomel-ngomel. Tidak memaksa. Sabar menghadapi anak. Tidak mengganggu anak yang sedang bermain.
Kalau kita? (Kita: Banyak orang tua dan guru yg sangat keras, selalu marah, sering memukul, anak selalu disalahkan dan dihukum).
Hadits: Dari Anas yang berkata: “Aku telah melayani Rasulullah selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan 'Mengapa engkau lakukan?' dan pula tidak pernah mengatakan 'Mengapa kau tidak mengerjakannya?'” (HR Bukhari, No 5578)
Karena saya sudah siap membahas ini (sunnah Nabi secara luas), maka saya tidak merasa sanggup untuk mengubahnya pada titik terkahir, karena saya sudah baca catatan saya, dan sudah ada “persiapan mental” untuk membahas semua bahan ini.
Tetapi pada saat saya datang dan duduk, pembicara yang pertama sudah mulai bicara, dan saat saya dengar, ada pikiran bahwa saya sebaiknya mengubah ceramah saya karena bentrok dengan dia. Tetapi setelah dipikirkan, saya ambil keputusan untuk tetap baca apa yang sudah disiapkan.
Kenapa menjadi masalah?
Karena pembicara pertama adalah USTADZ YANG MENJADI PEMBINA UTAMA DI PESANTREN, dan satu bagian dari ceramah dia adalah:
SEMUA ANAK BOLEH2 SAJA DIPUKUL, KARENA TIDAK AKAN RUSAK, DAN ORANG TUA HARUS TEGAS DAN KERAS DALAM MENGONTROL ANAKNYA BIAR TIDAK MENAJDI LIAR.
Bahkan dia mengatakan “Saya sering memukul anak, tetapi tidak mereka ‘tidak patah’”.
Setelah dia membahas perlunya memukul anak dan tegas terhadap mereka, saya naik dan mengatakan yang 100% terbalik.
Malah di dalam ceramah saya, saya bertanya kepada semua:
“Kalau ada orang tua atau guru yang merasa harus memukul anaknya terus, dari mana mereka ambil contoh ini? Yang jelas, ini bukan contoh dari Nabi mulia kita, jadi dari mana contohnya? Apakah dari orang kafir? Mereka tidak peduli pada contoh Nabi Muhammad jadi mereka bebas memukul anaknya. Tetapi ternyata, dia manca negara, orang kafir sudah sadari bahaya memukul anak karena sangat mengganggunya secara psikologis, dan merekapun berhenti. Di semua sekolah barat, guru DILARANG memukul anak. Jadi kalau ummat Islam masih mau, dan Nabi SAW tidak mencontohkan, dari mana perbuatan ini? Ada 3 pilihan: dari Nabi SAW, dari orang kafir, dari Iblis.
Dan sudah saya jelaskan, Nabi SAW tidak pernah memukul anak untuk alasan apapun, dan orang kafirpun sekarang juga tidak! Jadi….?
“Memukul anak bukan SUNNAH NABI dan kalau ada orang Islam yang memukul anak secara berlebihan, tanpa menyadari bahayanya, dia bukan pengikut Muhammad SAW!”
Semua orang tua tepuk tangan dengan keras, ada pun yang teriak (mendukung) dan berdiri. Pak ustadz diam di kursi, dan kelihatan sibuk menulis dan membalas sms terus sampai ceramah saya selesai 30 minit kemudian.
Kalau orang tua sadar tentang apa yang mereka lakukan kepada anaknya, mungkin mereka akan menangis keras dan merasa menyesal. Tetapi sayangnya, kebanyakan orang tua justru tidak sadar. Dan sulit untuk membuat mereka mendengar. Dan kalaupun mereka mau dengar, sulit untuk membuat mereka percaya bahwa perbuatan mereka sangat mengganggu anaknya.
Jadi orang tua, guru, kakak kelas dsb tetap mengganggu anak2, dan anak2 itu tidak bisa mencari solusi sendiri. Dia minta playstation saja, dan bertahan hidup di dunia komputer. Lebih mudah begitu daripada menghadapi kehidupan yang sulit.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
Search This Blog
Labels
alam
(8)
amal
(100)
anak
(299)
anak yatim
(118)
bilingual
(22)
bisnis dan pelayanan
(6)
budaya
(8)
dakwah
(87)
dhuafa
(18)
for fun
(12)
Gene
(222)
guru
(61)
hadiths
(9)
halal-haram
(24)
Hoax dan Rekayasa
(34)
hukum
(68)
hukum islam
(52)
indonesia
(570)
islam
(557)
jakarta
(34)
kekerasan terhadap anak
(357)
kesehatan
(97)
Kisah Dakwah
(10)
Kisah Sedekah
(11)
konsultasi
(11)
kontroversi
(5)
korupsi
(27)
KPK
(16)
Kristen
(14)
lingkungan
(19)
mohon bantuan
(40)
muallaf
(52)
my books
(2)
orang tua
(8)
palestina
(34)
pemerintah
(136)
Pemilu 2009
(63)
pendidikan
(503)
pengumuman
(27)
perang
(10)
perbandingan agama
(11)
pernikahan
(11)
pesantren
(34)
politik
(127)
Politik Indonesia
(53)
Progam Sosial
(60)
puasa
(38)
renungan
(179)
Sejarah
(5)
sekolah
(79)
shalat
(9)
sosial
(321)
tanya-jawab
(15)
taubat
(6)
umum
(13)
Virus Corona
(24)
09 December, 2008
06 December, 2008
Yang main game komputer secara berlebihan ternyata tidak kecanduan
90 persen dari anak muda yang mencari pengobatan karena kecanduan main game komputer ternyata tidak kecanduan. Demikian kata Keith Bakker, pendiri dari klinik pertama di Eropa yang mengobati anak muda yang kecanduan pada game komputer.
Smith & Jones Centre di Amsterdam telah merawat ratusan anak muda sejak buka pada tahun 2006. Tetapi sekarang disadari bahwa masalah tersebut adalah masalah sosial dan bukan masalah psikologis. Sebanyak 90% dari orang yang menghabiskan 4 jam per hari atau lebih untuk main game seperti World of Warcraft, telah mengalami masalah sosial dan bukan kecanduan seperti bentuk kecanduan yang lain terhadap alkohol dan narkoba.
Pada awalnya, gejala dari anak itu sama seperti orang yang kecanduan alkohol atau narkoba (tidak bisa lepas dari kebutuhannya), tetapi sekarang sudah nyata bahwa masalah mereka berasal dari interaksi dengan orang tua dan guru, atau lingkungan sekolah dan masyarakat. Sekarang programnya di klnik telah diubah supaya mereka dirawat untuk gangguan sosial (dibutuhkan skil berkomunikasi, dan lain2), dan bukan masalah kecanduan, supaya mereka bisa gabung kembali dengan masyarakat.
Masalah gaming ini adalah hasil dari kehidupan modern ini kata Bakker. 80% dari anak ini kena bullying di sekolah, dan merasa diasingkan. Banyak dari gejala mereka bisa hilang dengan mengembalikan mereka ke dalam sistem komunikasi yang biasa (bergaul dalam masyarakat). Dengan menyediakan tempat di mana suara mereka didengarkan (di dalam klinik) mayoritas dari mereka bisa tinggalkan gaming dan kembali hidup seperti orang biasa.
Kata Bakker, sumber utama dari masalah ini ada di orang tua yang telah gagal dalam tanggung jawabnya untuk menjadi pembina anak. Tetapi juga ada kenyataan bahwa 87% dari gamers yang bermasalah ini berumur lebih dari 18 tahun, dan karena itu, mereka perlu mencari pengobatan sendiri karena tidak bisa dipaksakan orang tua (secara hukum).
Untuk anak yang masih muda, mungkin satu-satunya cara untuk memecahkan masalah ini adalah dengan intervensi, yaitu mengambil komputernya sehingga mereka menjadi sadar atas kebiasaan buruk ini, dan bisa melihat pilihan yang lain.
George (nama samaran) adalah pemuda berumur 18 tahun yang diobati di klink. Sebelumnya dia terbiasa main game Call of Duty 4 selama 10 jam setiap hari sebelum masuk klinik. Dia mengatakan “Call of Duty adalah tempat di mana saya merasa ‘diterima’ untuk pertama kali dalam kehidupan saya. Saya tidak pernah dibantu oleh orang tua atau pihak sekolah. Tetapi di klinik ini, saya merasa ‘diterima’ dan berkembang menjadi orang baru.”
George merahasiakan masalah gaming-nya tetapi pada saat dia ceritakan kepada orang lain, tidak ada yang mau membantu. “Saya suka gaming karena orang tidak bisa melihat saya. Mereka hanya kenal nama samaran online saya dan saya merasa senang bila diterima di dalam sebuah kelompok.” Masalah intinya adalah anak-anak muda ini merasa tidak berkuasa dan telah diabaikan di dalam kehidupannya.
Seringkali gamers menggunakan game tersebut untuk mengeluarkan perasaan agresifnya dan rasa kesal terhadap kehidupannya. Selain masalah kecanduan, agresi dan kekerasan adalah bagian dari pembicaraan akademis mengenai efek dari gaming terhadap pikiran anak muda. Seringkali ada perasaan marah atau “tidak berdaya” yang menarik anak untuk mencari game yang menggunakan kekerasan seperti ini. Di dalam game online, mereka gabung dengan anak lain yang punya perasaan yang sama.
Bakker percaya kalau ada kepedulian yang lebih tinggi dari orang tua dan guru, yang siap mendengarkan apa yang dikatakan oleh anak-anak (pikiran, keluhan, aspirasi, dll.), maka masalah-masalah seperti perasaan penyendirian dan kejenuhan yang mereka rasakan itu bisa diatasi dan mereka bisa diajak kembali ke dunia nyata (dan tinggalkan dunia online). Bakker merasa yakin bahwa klinik dia bisa tutup bila orang tua dan orang dewasa yang lain di dalam masyarakat menjadi lebih tanggungjawab terhadap kehidupan dan kebiasaan anak-anak muda.
Story from BBC NEWS:
Compulsive gamers 'not addicts'
Smith & Jones Centre di Amsterdam telah merawat ratusan anak muda sejak buka pada tahun 2006. Tetapi sekarang disadari bahwa masalah tersebut adalah masalah sosial dan bukan masalah psikologis. Sebanyak 90% dari orang yang menghabiskan 4 jam per hari atau lebih untuk main game seperti World of Warcraft, telah mengalami masalah sosial dan bukan kecanduan seperti bentuk kecanduan yang lain terhadap alkohol dan narkoba.
Pada awalnya, gejala dari anak itu sama seperti orang yang kecanduan alkohol atau narkoba (tidak bisa lepas dari kebutuhannya), tetapi sekarang sudah nyata bahwa masalah mereka berasal dari interaksi dengan orang tua dan guru, atau lingkungan sekolah dan masyarakat. Sekarang programnya di klnik telah diubah supaya mereka dirawat untuk gangguan sosial (dibutuhkan skil berkomunikasi, dan lain2), dan bukan masalah kecanduan, supaya mereka bisa gabung kembali dengan masyarakat.
Masalah gaming ini adalah hasil dari kehidupan modern ini kata Bakker. 80% dari anak ini kena bullying di sekolah, dan merasa diasingkan. Banyak dari gejala mereka bisa hilang dengan mengembalikan mereka ke dalam sistem komunikasi yang biasa (bergaul dalam masyarakat). Dengan menyediakan tempat di mana suara mereka didengarkan (di dalam klinik) mayoritas dari mereka bisa tinggalkan gaming dan kembali hidup seperti orang biasa.
Kata Bakker, sumber utama dari masalah ini ada di orang tua yang telah gagal dalam tanggung jawabnya untuk menjadi pembina anak. Tetapi juga ada kenyataan bahwa 87% dari gamers yang bermasalah ini berumur lebih dari 18 tahun, dan karena itu, mereka perlu mencari pengobatan sendiri karena tidak bisa dipaksakan orang tua (secara hukum).
Untuk anak yang masih muda, mungkin satu-satunya cara untuk memecahkan masalah ini adalah dengan intervensi, yaitu mengambil komputernya sehingga mereka menjadi sadar atas kebiasaan buruk ini, dan bisa melihat pilihan yang lain.
George (nama samaran) adalah pemuda berumur 18 tahun yang diobati di klink. Sebelumnya dia terbiasa main game Call of Duty 4 selama 10 jam setiap hari sebelum masuk klinik. Dia mengatakan “Call of Duty adalah tempat di mana saya merasa ‘diterima’ untuk pertama kali dalam kehidupan saya. Saya tidak pernah dibantu oleh orang tua atau pihak sekolah. Tetapi di klinik ini, saya merasa ‘diterima’ dan berkembang menjadi orang baru.”
George merahasiakan masalah gaming-nya tetapi pada saat dia ceritakan kepada orang lain, tidak ada yang mau membantu. “Saya suka gaming karena orang tidak bisa melihat saya. Mereka hanya kenal nama samaran online saya dan saya merasa senang bila diterima di dalam sebuah kelompok.” Masalah intinya adalah anak-anak muda ini merasa tidak berkuasa dan telah diabaikan di dalam kehidupannya.
Seringkali gamers menggunakan game tersebut untuk mengeluarkan perasaan agresifnya dan rasa kesal terhadap kehidupannya. Selain masalah kecanduan, agresi dan kekerasan adalah bagian dari pembicaraan akademis mengenai efek dari gaming terhadap pikiran anak muda. Seringkali ada perasaan marah atau “tidak berdaya” yang menarik anak untuk mencari game yang menggunakan kekerasan seperti ini. Di dalam game online, mereka gabung dengan anak lain yang punya perasaan yang sama.
Bakker percaya kalau ada kepedulian yang lebih tinggi dari orang tua dan guru, yang siap mendengarkan apa yang dikatakan oleh anak-anak (pikiran, keluhan, aspirasi, dll.), maka masalah-masalah seperti perasaan penyendirian dan kejenuhan yang mereka rasakan itu bisa diatasi dan mereka bisa diajak kembali ke dunia nyata (dan tinggalkan dunia online). Bakker merasa yakin bahwa klinik dia bisa tutup bila orang tua dan orang dewasa yang lain di dalam masyarakat menjadi lebih tanggungjawab terhadap kehidupan dan kebiasaan anak-anak muda.
Story from BBC NEWS:
Compulsive gamers 'not addicts'
04 December, 2008
Bolehkah Saya Bernasyid dengan Diiringi Musik?
Assalaamu''alaikum wr. wb.
Saya seorang munsyid yang berusaha supaya pesan bisa tersampaikan kepada pendengarnya dengan media ''''nasyid''''. Lalu saya berpikir mencoba untuk memakai aliran-aliran musik yang sedang nge''''trend'''' saat ini - sebagai ''''bahasa setempat'''' - dengan tujuan menembus segmen masyarakat yang luas untuk syiar Islam.
Namun saya harus berbenturan dengan hukum haram atau bolehnya alat musik, yang sampai saat ini masih kabur dan belum saya pahami.
Bagaimanakah hukumnya bernasyid dengan diiringi musik? Mohon pencerahan dari Ustadz.
Wassalaamu''alaikum wr wb
Ibnu Naufal
Jawaban
Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Masalah nasyid dan musik disikapi secara berbeda oleh banyak ulama. Dari yang paling hati-hati hingga yang paling moderat. Namun keduanya tetap mengacu kepada dalil-dalil agama, lewat alur ijtihad masing-masing. Sehingga memang kita bisa maklumi bila hasil kesimpulannya sedikit berbeda.
Kalangan ulama yang agak berhati-hati cenderung meninggalkan segala bentuk musik, bahkan termasuk nasyidnya sendiri. Dalam kaca mata mereka, kalau tujuannya hiburan, seharusnya setiap mukmin itu bukan menyanyi melainkan membaca Al-Quran dan mengingat kepada Allah.
Dalil yang mereka kemukakan adalah firman Allah SWT:
Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra''d: 28)
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun....(QS. Al-Hadid: 16)
Dengan membaca Al-Quran atau mendengarkannya, seorang mukmin akan mendapatkan tambahan iman. Sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(QS. Al-Anfal: 2)
Buat mereka, tidak layak seorang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya menyelesaikan masalah kegundahan hatinya dengan hiburan lagu dan musik. Seharusnya bacaan Al-quran dan inga kepada Allah sudah cukup buat mereka. Maka muncullah pendapat yang mengharamkan lagu dan musik.
Apalagi mengingat kenyataan di masa itu bahwa musik itu tidak diperdengarkan kecuali di tempat-tempat di mana orang lupa kepada Allah. Musik di masa itu selalu ditampilkan secara live oleh rombongan pemusiknya, mereka kemudian menghabiskan waktu sepanjang siang dan malam hanya untuk sekedar berasyik masyuk mendengarkan lantunan lagu. Bahkan mereka berdendang, menyanyi dan menari mengikuti irama sepanjang waktu.
Di masa sekarang ini, kalau kita mendengarkan jenis musik dan irama padang pasir, memang selalu ditampilkan dalam waktu yang sangat tidak efisien alias lama sekali. Tentu saja cara seperti ini sangat sia-sia dan membuang waktu.
Maka wajarlah bila para ulama di masa lalu memandang bahwa mendengarkan musik itu merupakan aktifitas yang tidak produkti, melalaikan dan hanya buang waktu. Padahal seorang muslim ini tidak boleh membuang-buang waktu secara percuma. Maka kalau kita telurusi jejak fatwa para ulama yang mengharamkan lagu dan musik, salah satu dalil utama mereka dalam mengharamkannya karena masalah buang waktu dan kesia-siaannya.
Selain itu memang cukup banyak terdapat dalil yang bisa dijadikan landasan untuk mengharamkan nasyid dan musik.
Sungguh akan ada di antara umatku, kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat yang melalaikan`. (HR Bukhari)
Juga ada hadits lain yang sering juga dijadikan dalil untuk mengharamkan mendengar alat musik dimainkan.
Dari Nafi bahwa Ibnu Umar mendengar suara seruling gembala, maka ia menutupi telinganya dengan dua jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan tersebut. Beliau berkata, "Wahai Nafi` apakah engkau dengar?" Saya menjawab, "Ya." Kemudian melanjutkan berjalanannya sampai saya berkata, "Tidak." Kemudian Ibnu Umar mengangkat tangannya, dan mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan berkata, "Saya melihat Rasulullah saw. mendengar seruling gembala kemudian melakukan seperti ini." (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Dari Umar bin Hushain, bahwa Rasulullah saw. berkata tentang umat ini, "Gerhana, gempa dan fitnah." Berkata seseorang dari kaum muslimin, "Wahai Rasulullah kapan itu terjadi?" Rasul menjawab, "Jika biduanita, musik dan minuman keras dominan." (HR At-Tirmidzi).
Madzhab Maliki, Syafi`i dan sebagian Hambali berpendapat bahwa mendengar nyanyian adalah makruh. Jika mendengarnya dari wanita asing maka semakin makruh. Menurut Malik bahwa mendengar nyanyian merusak muru`ah (wibawa/kehormatan).
Adapun menurut Imam Asy-Syafi`i, musik dan lagu dimakruhkankarena mengandung lahwu (tidak bermanfaat dan sia-sia serta buang waktu). Dan Imam Ahmad mengomentari dengan ungkapannya, "Saya tidak menyukai nyanyian karena melahirkan kemunafikan dalam hati."
Pendapat yang Lebih Moderat
Di luar dari kalangan yang agak berhati-hati, ternyata kita pun mendapati adanya kalangan ulama yang lebih agak moderat. Di mana mereka tidak mengharamkan secara mutlak, melainkan masih memilah dan memberikan beberapa persyaratan tertentu. Aritnya, bila syaratnya terpenuhi, mendengarkan lagu atau musik itu masih bisa ditolelir.
Antara lain:
Adapun latar belakang mereka tidak mengharamkannya secara total, adalah karena mereka punya pendapat sendiri atas dalil-dalil yang mengharamkan di atas.
Hadits pertama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, dari Abi Malik Al-Asy`ari ra. Hadits ini walaupun terdapat dalam hadits shahih Bukhori, tetapi para ulama memperselisihkannya. Banyak di antara mereka yang mengatakan bahwa hadits ini adalah mualaq (sanadnya terputus), di antaranya dikatakan oleh Ibnu Hazm. Di samping itu di antara para ulama menyatakan bahwa matan dan sanad hadits ini tidak selamat dari kegoncangan (idhtirab). Katakanlah, bahwa hadits ini shohih, karena terdapat dalam hadits shohih Bukhori, tetapi nash dalam hadits ini masih bersifat umum, tidak menunjuk alat-alat tertentu dengan namanya. Batasan yang ada adalah bila ia melalaikan.
Hadits kedua dikatakan oleh Abu Dawud sebagai hadits mungkar. Bahkan meski hadits ini shahih, maka sebenarnya dari teks hadits itu tidak bisa dikatakan bahwa Rasulullah saw secara jelas telah mengharamkannya. Bahkan Rasulullah saw mendengarkannya sebagaimana juga yang dilakukan oleh Ibnu Umar.
Sedangkan hadits ketiga menurut mereka adalah hadits gharib. Dan hadits-hadits lain yang terkait dengan hukum musik, jika diteliti ternyata tidak ada yang shahih.
Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar pernah ke rumahnya ternyata di sampingnya ada gitar, Ibnu Umar berkata, "Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw?" Kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata, "Ini mizan syami (alat musik) dari Syam?` Berkata Ibnu Zubair, "Dengan ini akal seseorang bisa seimbang."
Adapun ulama yang menghalalkan musik sebagaimana di antaranya diungkapkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya, Nailul Authar adalah Ulama Madinah dan ulama Dzahiri dan jama`ah ahlu Sufi yang memberikan kemudahan (kebolehan) pada nyanyian walaupun dengan gitar dan biola`.
Juga diriwayatkan oleh Abu Manshur Al-Bagdadi As-Syafi`i dalam kitabnya bahwa Abdullah bin Ja`far menganggap bahwa nyanyi tidak apa-apa, bahkan membolehkan budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau sendiri mendengarkan alunan suaranya. Dan hal itu terjadi di masa khilafah Amirul Mukminin Ali ra.
Begitu juga Abu Manshur meriwayatkan hal serupa pada Qodhi Syuraikh, Said bin Al-Musayyib, Atho bin abi Ribah, Az-Zuhri dan Asy-Sya`bi.
Demikianlah pendapat ulama tentang mendengarkan alat musik. Dan jika diteliti dengan cermat, maka ulama muta`akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka mengambil sikap wara` (hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul di masanya. Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi`in menghalalkan alat musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur`an maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.
Oleh karena itu bagi umat Islam yang mendengarkan nyanyian dan musik harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Lirik Lagu yang Dilantunkan.
Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hukum yang diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik menurut syara`, maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk menurut syara`, maka dilarang.
2. Alat Musik yang Digunakan.
Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hukum dasar yang berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan. Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu diharamkan jika melalaikan.
3. Cara Penampilan.
Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara` seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath.
4. Akibat yang Ditimbulkan.
Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut menjadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah saddu adz dzaroi` (menutup pintu kemaksiatan).
5. Aspek Tasyabuh atau Keserupaan dengan Orang Kafir.
Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh (penyerupaan)dengan suatu kaum yang tidak dibenarkan. Rasulullah saw. bersabda:
"Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka." (HR Ahmad dan Abu Dawud)
6. Orang yang Menyanyikan.
Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrimnya. Sebagaimana firman Allah SWT.:
`Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.` (QS Al-Ahzaab 32)
Demikian sekelumit gambaran tentang khilaf ulama tentang hukum nyanyian dan musik dalam Islam. Anda harus bijak ketika bertemu dengan saudara-saudara yang cenderung berpandangan bahwa musik itu haram secara total. Mereka bukan mengada-ada, tetapi memang punya dalil tersendiri. Meski pun anda pun tidak perlu berkecil hati, karena masih banyak ulama lain yang menghalalkannya, meski dengan syarat yang ketat.
Wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber: Ustsarwat.com
Saya seorang munsyid yang berusaha supaya pesan bisa tersampaikan kepada pendengarnya dengan media ''''nasyid''''. Lalu saya berpikir mencoba untuk memakai aliran-aliran musik yang sedang nge''''trend'''' saat ini - sebagai ''''bahasa setempat'''' - dengan tujuan menembus segmen masyarakat yang luas untuk syiar Islam.
Namun saya harus berbenturan dengan hukum haram atau bolehnya alat musik, yang sampai saat ini masih kabur dan belum saya pahami.
Bagaimanakah hukumnya bernasyid dengan diiringi musik? Mohon pencerahan dari Ustadz.
Wassalaamu''alaikum wr wb
Ibnu Naufal
Jawaban
Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Masalah nasyid dan musik disikapi secara berbeda oleh banyak ulama. Dari yang paling hati-hati hingga yang paling moderat. Namun keduanya tetap mengacu kepada dalil-dalil agama, lewat alur ijtihad masing-masing. Sehingga memang kita bisa maklumi bila hasil kesimpulannya sedikit berbeda.
Kalangan ulama yang agak berhati-hati cenderung meninggalkan segala bentuk musik, bahkan termasuk nasyidnya sendiri. Dalam kaca mata mereka, kalau tujuannya hiburan, seharusnya setiap mukmin itu bukan menyanyi melainkan membaca Al-Quran dan mengingat kepada Allah.
Dalil yang mereka kemukakan adalah firman Allah SWT:
Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra''d: 28)
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun....(QS. Al-Hadid: 16)
Dengan membaca Al-Quran atau mendengarkannya, seorang mukmin akan mendapatkan tambahan iman. Sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(QS. Al-Anfal: 2)
Buat mereka, tidak layak seorang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya menyelesaikan masalah kegundahan hatinya dengan hiburan lagu dan musik. Seharusnya bacaan Al-quran dan inga kepada Allah sudah cukup buat mereka. Maka muncullah pendapat yang mengharamkan lagu dan musik.
Apalagi mengingat kenyataan di masa itu bahwa musik itu tidak diperdengarkan kecuali di tempat-tempat di mana orang lupa kepada Allah. Musik di masa itu selalu ditampilkan secara live oleh rombongan pemusiknya, mereka kemudian menghabiskan waktu sepanjang siang dan malam hanya untuk sekedar berasyik masyuk mendengarkan lantunan lagu. Bahkan mereka berdendang, menyanyi dan menari mengikuti irama sepanjang waktu.
Di masa sekarang ini, kalau kita mendengarkan jenis musik dan irama padang pasir, memang selalu ditampilkan dalam waktu yang sangat tidak efisien alias lama sekali. Tentu saja cara seperti ini sangat sia-sia dan membuang waktu.
Maka wajarlah bila para ulama di masa lalu memandang bahwa mendengarkan musik itu merupakan aktifitas yang tidak produkti, melalaikan dan hanya buang waktu. Padahal seorang muslim ini tidak boleh membuang-buang waktu secara percuma. Maka kalau kita telurusi jejak fatwa para ulama yang mengharamkan lagu dan musik, salah satu dalil utama mereka dalam mengharamkannya karena masalah buang waktu dan kesia-siaannya.
Selain itu memang cukup banyak terdapat dalil yang bisa dijadikan landasan untuk mengharamkan nasyid dan musik.
Sungguh akan ada di antara umatku, kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat yang melalaikan`. (HR Bukhari)
Juga ada hadits lain yang sering juga dijadikan dalil untuk mengharamkan mendengar alat musik dimainkan.
Dari Nafi bahwa Ibnu Umar mendengar suara seruling gembala, maka ia menutupi telinganya dengan dua jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan tersebut. Beliau berkata, "Wahai Nafi` apakah engkau dengar?" Saya menjawab, "Ya." Kemudian melanjutkan berjalanannya sampai saya berkata, "Tidak." Kemudian Ibnu Umar mengangkat tangannya, dan mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan berkata, "Saya melihat Rasulullah saw. mendengar seruling gembala kemudian melakukan seperti ini." (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Dari Umar bin Hushain, bahwa Rasulullah saw. berkata tentang umat ini, "Gerhana, gempa dan fitnah." Berkata seseorang dari kaum muslimin, "Wahai Rasulullah kapan itu terjadi?" Rasul menjawab, "Jika biduanita, musik dan minuman keras dominan." (HR At-Tirmidzi).
Madzhab Maliki, Syafi`i dan sebagian Hambali berpendapat bahwa mendengar nyanyian adalah makruh. Jika mendengarnya dari wanita asing maka semakin makruh. Menurut Malik bahwa mendengar nyanyian merusak muru`ah (wibawa/kehormatan).
Adapun menurut Imam Asy-Syafi`i, musik dan lagu dimakruhkankarena mengandung lahwu (tidak bermanfaat dan sia-sia serta buang waktu). Dan Imam Ahmad mengomentari dengan ungkapannya, "Saya tidak menyukai nyanyian karena melahirkan kemunafikan dalam hati."
Pendapat yang Lebih Moderat
Di luar dari kalangan yang agak berhati-hati, ternyata kita pun mendapati adanya kalangan ulama yang lebih agak moderat. Di mana mereka tidak mengharamkan secara mutlak, melainkan masih memilah dan memberikan beberapa persyaratan tertentu. Aritnya, bila syaratnya terpenuhi, mendengarkan lagu atau musik itu masih bisa ditolelir.
Antara lain:
- Tidak boleh disertai kemungkaran, seperti sambil minum khomr, berjudi, zina dan campur baur laki dan wanita.
- Tidak ada kekhawatiran timbulnya fitnah seperti menyebabkan timbul cinta birahi pada wanita atau sebaliknya.
- Tidak menyebabkan lalai dan meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan shalat atau menunda-nundanya dan lain-lain.
- Jumhur ulama menghalalkan mendengar nyanyian, tetapi berubah menjadi haram bila syarat-syaratnya tidak terpenuhi.
Adapun latar belakang mereka tidak mengharamkannya secara total, adalah karena mereka punya pendapat sendiri atas dalil-dalil yang mengharamkan di atas.
Hadits pertama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, dari Abi Malik Al-Asy`ari ra. Hadits ini walaupun terdapat dalam hadits shahih Bukhori, tetapi para ulama memperselisihkannya. Banyak di antara mereka yang mengatakan bahwa hadits ini adalah mualaq (sanadnya terputus), di antaranya dikatakan oleh Ibnu Hazm. Di samping itu di antara para ulama menyatakan bahwa matan dan sanad hadits ini tidak selamat dari kegoncangan (idhtirab). Katakanlah, bahwa hadits ini shohih, karena terdapat dalam hadits shohih Bukhori, tetapi nash dalam hadits ini masih bersifat umum, tidak menunjuk alat-alat tertentu dengan namanya. Batasan yang ada adalah bila ia melalaikan.
Hadits kedua dikatakan oleh Abu Dawud sebagai hadits mungkar. Bahkan meski hadits ini shahih, maka sebenarnya dari teks hadits itu tidak bisa dikatakan bahwa Rasulullah saw secara jelas telah mengharamkannya. Bahkan Rasulullah saw mendengarkannya sebagaimana juga yang dilakukan oleh Ibnu Umar.
Sedangkan hadits ketiga menurut mereka adalah hadits gharib. Dan hadits-hadits lain yang terkait dengan hukum musik, jika diteliti ternyata tidak ada yang shahih.
Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar pernah ke rumahnya ternyata di sampingnya ada gitar, Ibnu Umar berkata, "Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw?" Kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata, "Ini mizan syami (alat musik) dari Syam?` Berkata Ibnu Zubair, "Dengan ini akal seseorang bisa seimbang."
Adapun ulama yang menghalalkan musik sebagaimana di antaranya diungkapkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya, Nailul Authar adalah Ulama Madinah dan ulama Dzahiri dan jama`ah ahlu Sufi yang memberikan kemudahan (kebolehan) pada nyanyian walaupun dengan gitar dan biola`.
Juga diriwayatkan oleh Abu Manshur Al-Bagdadi As-Syafi`i dalam kitabnya bahwa Abdullah bin Ja`far menganggap bahwa nyanyi tidak apa-apa, bahkan membolehkan budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau sendiri mendengarkan alunan suaranya. Dan hal itu terjadi di masa khilafah Amirul Mukminin Ali ra.
Begitu juga Abu Manshur meriwayatkan hal serupa pada Qodhi Syuraikh, Said bin Al-Musayyib, Atho bin abi Ribah, Az-Zuhri dan Asy-Sya`bi.
Demikianlah pendapat ulama tentang mendengarkan alat musik. Dan jika diteliti dengan cermat, maka ulama muta`akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka mengambil sikap wara` (hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul di masanya. Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi`in menghalalkan alat musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur`an maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.
Oleh karena itu bagi umat Islam yang mendengarkan nyanyian dan musik harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Lirik Lagu yang Dilantunkan.
Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hukum yang diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik menurut syara`, maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk menurut syara`, maka dilarang.
2. Alat Musik yang Digunakan.
Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hukum dasar yang berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan. Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu diharamkan jika melalaikan.
3. Cara Penampilan.
Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara` seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath.
4. Akibat yang Ditimbulkan.
Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut menjadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah saddu adz dzaroi` (menutup pintu kemaksiatan).
5. Aspek Tasyabuh atau Keserupaan dengan Orang Kafir.
Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh (penyerupaan)dengan suatu kaum yang tidak dibenarkan. Rasulullah saw. bersabda:
"Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka." (HR Ahmad dan Abu Dawud)
6. Orang yang Menyanyikan.
Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrimnya. Sebagaimana firman Allah SWT.:
`Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.` (QS Al-Ahzaab 32)
Demikian sekelumit gambaran tentang khilaf ulama tentang hukum nyanyian dan musik dalam Islam. Anda harus bijak ketika bertemu dengan saudara-saudara yang cenderung berpandangan bahwa musik itu haram secara total. Mereka bukan mengada-ada, tetapi memang punya dalil tersendiri. Meski pun anda pun tidak perlu berkecil hati, karena masih banyak ulama lain yang menghalalkannya, meski dengan syarat yang ketat.
Wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber: Ustsarwat.com
Jaminan Halal Daging Selandia Baru
By Republika Contributor
Senin, 01 Desember 2008 pukul 14:06:00
Federasi asosiasi Islam New Zealand (FIANZ), sebuah organisasi nasional muslim menjamin semua daging yang di ekspor ke semua negara di dunia telah dilengkapi dengan sertifikat halal. Hal tersebut disampaikan wakil FIANZ, Mustafa Farouk di kantor Harian Umum Republika, Jakarta, Kamis (27/11).
"Daging New Zealand ada sertifikat halal. Seperti Majelis Ulama Indonesia, Selandia Baru juga memiliki lembaga yang membuat fatwa mengenai produk halal. Kehalalan daging Selandia baru melalui proses yang syar'i. Selain itu kami juga menjamin kebersihannya," jelas Mustafa.
Setiap negara yang mengimpor daging New Zealand dikirimi juga sertifikat halal. Bahkan, negara importir bisa mengajukan aduan jika produk yang diimpor dari New Zealand tidak halal. "Sertifikasi halal kami serahkan juga ke pemerintahan Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Kuwait," imbuh Mustafa
Tidak hanya daging saja yang dijamin kehalalannya, makanan yang diekspor ke negara lain baik itu negara islam, mayoritas islam dan non Islam juga dibawah pengawasan lembaga Islam.
"Bahan-bahan makanan kami bawa ke lembaga. Di uji kebersihannya, higienisitas, dan kehalalan. Kami tenang jika semua produk makanan sudah ada sertifikat halal," ungkap Mustafa. "Bagi negara yang mayoritas non muslim tenang karena produk kami sehat dan bersih. Bagi negara Islam dan mayoritas Islam lebih tenang karena halal," kata Mustafa lagi./cr1/it
Sumber: Republika.co.id
Senin, 01 Desember 2008 pukul 14:06:00
Federasi asosiasi Islam New Zealand (FIANZ), sebuah organisasi nasional muslim menjamin semua daging yang di ekspor ke semua negara di dunia telah dilengkapi dengan sertifikat halal. Hal tersebut disampaikan wakil FIANZ, Mustafa Farouk di kantor Harian Umum Republika, Jakarta, Kamis (27/11).
"Daging New Zealand ada sertifikat halal. Seperti Majelis Ulama Indonesia, Selandia Baru juga memiliki lembaga yang membuat fatwa mengenai produk halal. Kehalalan daging Selandia baru melalui proses yang syar'i. Selain itu kami juga menjamin kebersihannya," jelas Mustafa.
Setiap negara yang mengimpor daging New Zealand dikirimi juga sertifikat halal. Bahkan, negara importir bisa mengajukan aduan jika produk yang diimpor dari New Zealand tidak halal. "Sertifikasi halal kami serahkan juga ke pemerintahan Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Kuwait," imbuh Mustafa
Tidak hanya daging saja yang dijamin kehalalannya, makanan yang diekspor ke negara lain baik itu negara islam, mayoritas islam dan non Islam juga dibawah pengawasan lembaga Islam.
"Bahan-bahan makanan kami bawa ke lembaga. Di uji kebersihannya, higienisitas, dan kehalalan. Kami tenang jika semua produk makanan sudah ada sertifikat halal," ungkap Mustafa. "Bagi negara yang mayoritas non muslim tenang karena produk kami sehat dan bersih. Bagi negara Islam dan mayoritas Islam lebih tenang karena halal," kata Mustafa lagi./cr1/it
Sumber: Republika.co.id
03 December, 2008
Gilanya APBD DKI Jakarta: Laundry Baju Foke Saja Rp 70 Juta
Senin, 01/12/2008 11:12 WIB
Deden Gunawan – detikNews
Jakarta - Masalah laptop kembali bikin geger. Sebelumnya anggota DPR meminta laptop seharga Rp 21,5 juta per unit, kini giliran para kepala dinas di Pemprov DKI Jakarta tidak mau ketinggalan. Harganya pun jauh lebih mahal dibanding laptop keinginan anggota DPR, yakni mencapai Rp 35 juta per unitnya.
Rencana pengadaan laptop tersebut mencuat dalam rapat pengesahan APBD 2009 yang ditetapkan pada Kamis, 26 November 2008. Alasan pengadaan komputer jinjing itu untuk memudahkan kinerja beberapa kepala dinas.
Kepala Biro Humas dan Protokoler Pemprov DKI Jakarta Purba Hutapea menjelaskan, usulan laptop tersebut sesuai kebutuhan beberapa biro tertentu, seperti biro urusan luar negeri yang memerlukan laptop canggih yang mampu memuat data dengan kecepatan tinggi. Sehingga bisa memudahkan saat presentasi, terutama di hadapan para investor.
Untuk peningkatan kinerja, selain membeli laptop, pemprov juga akan membeli komputer seharga Rp 20 juta per unit, pengadaan alat musik untuk Dinas Pemadam Kebakaran Rp 1 miliar, serta biaya perawatan komputer selama satu tahun Rp 4 juta per unit.
Tapi menurut penilaian Analis Politik Anggaran Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Roy Salam, kebutuhan-kebutuhan yang dianggarkan bukan hal yang terlalu mendesak. Apalagi harganya begitu fantastis. Beberapa kebutuhan yang dianggap kurang penting tapi diajukan antara lain, anggaran laundry untuk Gubernur Fauzi Bowo dan Wagub Prijanto yang besarnya Rp 70 juta, pengiriman guru SMU/SMK untuk training di Selandia Baru Rp 4,5 milyar. Bahkan ada anggaran untuk outbond pegawai yang nilainya mencapai Rp 475 juta.
Anggaran-anggaran yang kurang penting tersebut dianggap sebagai biang keladi menyusutnya alokasi dana untuk rakyat miskin di Jakarta. Pasalnya, dari nilai APBD 2009 yang mencapai Rp 22,2 triliun, dana yang dialokasikan untuk rakyat miskin di Jakarta justru hanya 1,7 %. "RAPBD 2009 jelas-jelas tidak pro rakyat. Karena alokasi dananya lebih banyak diperuntukan kepentingan pejabatnya," protes Roy Salam saat berbincang-bincang dengan detikcom.
Selain memanjakan birokrat di Pemprov, APBD juga dialokasikan untuk memanjakan lembaga penegak hukum dengan sebutan anggaran "harmonisasi". Anggaran ini dikucurkan kepada Kejaksaan Tinggi, Pengadilan Tinggi, serta Kepolisian daerah (Polda).
Dari catatan Fitra terungkap, selama 3 tahun terakhir anggaran harmonisasi ini berkisar Rp 7 miliar sampai Rp 8 miliar per tahun. Dalam APBD 2007 misalnya, Pemprov mengucurkan Rp 8,5 miliar. Sedangkan di APBD 2008 dana yang dikucurkan sebesar Rp 7,55 miliar. Sementara di RAPBD 2009 dana yang dialokasikan Rp 7 miliar.
Masuknya mata anggaran untuk lembaga penegak hukum tersebut diduga sebagai uang 'cincai' untuk mengamankan para pejabat Pemprov DKI Jakarta maupun DPRD dari jerat hukum. "Anggaran ini patut dicurigai sebagai cara legislatif dan eksekutif selama ini untuk mempengaruhi lembaga penegak hukum agar tidak melakukan tindakan atas penyalahgunaan anggaran yang terjadi selama ini di lingkungan DPRD dan pemrov DKI," tuding Roy.
Soal masuknya uang jatah penegak hukum lewat APBD selama ini dianggap sudah menjadi kewajaran. Setiap kepala daerah sengaja mengalokasikannya supaya dapat perlindungan khusus. Jika dana seret, maka penegak hukum akan mencari celah untuk memaksa sang kepala daerah memberikan upeti. Modus semacam itu sempat terungkap awal Oktober 2008, di Gorontalo.
Kajari Tilamuta Ratmadi Saptondo sempat terekam percakapannya saat itu berupaya meminta upeti kepada Bupati Boalemo Iwan Bokings melalui staf bupati, Subandrio. Dalam teleponnya kepada Subandrio, sang jaksa marah-marah karena hanya diberi uang Rp 20 juta. Sementara untuk Polisi, kata Ratmadi di rekaman itu, mendapat uang lebih banyak.
Aksi pemerasan tersebut merupakan implikasi dari kebiasaan pemerintah daerah memasukan anggaran untuk para penegak hukum. itu sebabnya pengalokasian anggaran semacam itu dimasukan di pasal 155 UU 32/2004 tentang pelarangan APBD. Itu sebabnya Roy Salam menganggap, anggaran Rp 7 miliar yang dianggarkan Pemprov DKI Jakarta telah melanggar UU.
Seharusya institusi vertikal, seperti Polda, Kejati dan pengadilan sudah mendapat anggaran dari pusat, yakni Polri, Kejagung, dan Mahkamah Agung (MA). "Anggaran untuk institusi tersebut sudah ada dari pusat. Jadi bukan lagi tanggungan daerah," kata Roy.
Tapi Pemprov DKI Jakarta punya alasan tersendiri terkait APBD untuk aparat hukum tersebut. Salah satunya, anggaran tersebut digunakan untuk membiayai ketertiban dan keamanan di Jakarta. Misalnya untuk uang makan polisi yang terlibat operasi yustisi dan pengamanan aksi demonstrasi. Sebab setiap operasi penertiban di DKI Jakarta yang melibatkan Satpol PP, polisi juga selalu dilibatkan.
"Anggaran itu untuk makan-minum polisi di lapangan. Sebab kalau ada demo harus dikerahkan pasukan. Bagaimana bisa menghalau demo kalau polisinya kelaparan. Jadi coba dilihak aspek humanisnya. Karena kita tahu gaji polisi itu kecil," sanggah Kepala Biro Humas dan Protokoler Pemprov DKI Jakarta Purba Hutapea kepada detikcom.
Di sisi lain, untuk pengadaan laptop, laundry dan beberapa mata anggaran lain, janji Purba, akan dilakukan evaluasi demi efisiensi. Untuk pengadaan laptop misalnya, pada saat lelang nanti tidak harus disesuaikan dengan plafon yang harganya mencapai Rp 35 juta. Pengadaan laptop akan mengikuti spesifikasi dan harga yang akan ditetapkan panitia pengadaan barang dan jasa.
Sayangnya, rencana pengurangan mata anggaran tersebut dilakukan setelah jadi perbincangan publik. "Harusnya sebelum disahkan, panitia anggaran melakukan koreksi terhadap usulan dari masing-masing dinas. Apakah kebutuhannya benar-benar mendesak atau tidak. Begitu juga dengan nilainya. Apakah realistis atau hanya akal-akalan," jelas Roy Salam.
Munculnya sejumlah kebutuhan yang dimasukan dalam rencana anggaran merupakan usulan Satuan Kerja Pemerintahan Darah (SKPD). Usulan itu kemudian masuk ke Bapeda dan selajutnya dibahas bersama dengan tim anggaran Pemprov DKI Jakarta bisa lolos dan masuk dalam RAPBD.
Sejatinya rapat tim anggaran dan Bapeda membahas usulan-usulan itu dan melakukan koreksi. Apakah usulan tersebut sesuai dengan skala prioritas, serta apakah anggaran yang diajukan masuk akal.Tapi kenyataanya, rapat tim anggaran dan Bapeda justru hanya sebatas mengakumulasi permintaan dari SKPD.
Lancarnya usulan anggaran ini diduga lantaran ada uang pelicin yang mengalir ke sejumlah atasan SKPD. "Lolosnya usul anggaran ke dalam RAPBD membuka peluang adanya angpao yang dikirim," kata Roy.
Kecurigaan itu juga dikatakan auditor senior Badan Pemeriksa Keuangan Surachim. Menurutnya, RAPBD 2009 di DKI Jakarta bukan sekadar pemborosan. Tapi ada upaya untuk melakukan tindak korupsi. Bahkan menurutnya, kalau dalam Undang-Undang ada delik percobaan korupsi, RAPBD yang tersebut sudah memenuhi delik tersebut.
Sementara pengamat kebijakan publik Andrinof Chaniago melihat, kasus laptop merupakan salah satu dari sekian banyak mata anggaran di APBD DKI Jakarta yang tidak logis. Anggaran-anggaran yang tidak logis tersebut kemudian dijadikan ladang korupsi.(ddg/iy)
Sumber: Detiknews.com
Deden Gunawan – detikNews
Jakarta - Masalah laptop kembali bikin geger. Sebelumnya anggota DPR meminta laptop seharga Rp 21,5 juta per unit, kini giliran para kepala dinas di Pemprov DKI Jakarta tidak mau ketinggalan. Harganya pun jauh lebih mahal dibanding laptop keinginan anggota DPR, yakni mencapai Rp 35 juta per unitnya.
Rencana pengadaan laptop tersebut mencuat dalam rapat pengesahan APBD 2009 yang ditetapkan pada Kamis, 26 November 2008. Alasan pengadaan komputer jinjing itu untuk memudahkan kinerja beberapa kepala dinas.
Kepala Biro Humas dan Protokoler Pemprov DKI Jakarta Purba Hutapea menjelaskan, usulan laptop tersebut sesuai kebutuhan beberapa biro tertentu, seperti biro urusan luar negeri yang memerlukan laptop canggih yang mampu memuat data dengan kecepatan tinggi. Sehingga bisa memudahkan saat presentasi, terutama di hadapan para investor.
Untuk peningkatan kinerja, selain membeli laptop, pemprov juga akan membeli komputer seharga Rp 20 juta per unit, pengadaan alat musik untuk Dinas Pemadam Kebakaran Rp 1 miliar, serta biaya perawatan komputer selama satu tahun Rp 4 juta per unit.
Tapi menurut penilaian Analis Politik Anggaran Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Roy Salam, kebutuhan-kebutuhan yang dianggarkan bukan hal yang terlalu mendesak. Apalagi harganya begitu fantastis. Beberapa kebutuhan yang dianggap kurang penting tapi diajukan antara lain, anggaran laundry untuk Gubernur Fauzi Bowo dan Wagub Prijanto yang besarnya Rp 70 juta, pengiriman guru SMU/SMK untuk training di Selandia Baru Rp 4,5 milyar. Bahkan ada anggaran untuk outbond pegawai yang nilainya mencapai Rp 475 juta.
Anggaran-anggaran yang kurang penting tersebut dianggap sebagai biang keladi menyusutnya alokasi dana untuk rakyat miskin di Jakarta. Pasalnya, dari nilai APBD 2009 yang mencapai Rp 22,2 triliun, dana yang dialokasikan untuk rakyat miskin di Jakarta justru hanya 1,7 %. "RAPBD 2009 jelas-jelas tidak pro rakyat. Karena alokasi dananya lebih banyak diperuntukan kepentingan pejabatnya," protes Roy Salam saat berbincang-bincang dengan detikcom.
Selain memanjakan birokrat di Pemprov, APBD juga dialokasikan untuk memanjakan lembaga penegak hukum dengan sebutan anggaran "harmonisasi". Anggaran ini dikucurkan kepada Kejaksaan Tinggi, Pengadilan Tinggi, serta Kepolisian daerah (Polda).
Dari catatan Fitra terungkap, selama 3 tahun terakhir anggaran harmonisasi ini berkisar Rp 7 miliar sampai Rp 8 miliar per tahun. Dalam APBD 2007 misalnya, Pemprov mengucurkan Rp 8,5 miliar. Sedangkan di APBD 2008 dana yang dikucurkan sebesar Rp 7,55 miliar. Sementara di RAPBD 2009 dana yang dialokasikan Rp 7 miliar.
Masuknya mata anggaran untuk lembaga penegak hukum tersebut diduga sebagai uang 'cincai' untuk mengamankan para pejabat Pemprov DKI Jakarta maupun DPRD dari jerat hukum. "Anggaran ini patut dicurigai sebagai cara legislatif dan eksekutif selama ini untuk mempengaruhi lembaga penegak hukum agar tidak melakukan tindakan atas penyalahgunaan anggaran yang terjadi selama ini di lingkungan DPRD dan pemrov DKI," tuding Roy.
Soal masuknya uang jatah penegak hukum lewat APBD selama ini dianggap sudah menjadi kewajaran. Setiap kepala daerah sengaja mengalokasikannya supaya dapat perlindungan khusus. Jika dana seret, maka penegak hukum akan mencari celah untuk memaksa sang kepala daerah memberikan upeti. Modus semacam itu sempat terungkap awal Oktober 2008, di Gorontalo.
Kajari Tilamuta Ratmadi Saptondo sempat terekam percakapannya saat itu berupaya meminta upeti kepada Bupati Boalemo Iwan Bokings melalui staf bupati, Subandrio. Dalam teleponnya kepada Subandrio, sang jaksa marah-marah karena hanya diberi uang Rp 20 juta. Sementara untuk Polisi, kata Ratmadi di rekaman itu, mendapat uang lebih banyak.
Aksi pemerasan tersebut merupakan implikasi dari kebiasaan pemerintah daerah memasukan anggaran untuk para penegak hukum. itu sebabnya pengalokasian anggaran semacam itu dimasukan di pasal 155 UU 32/2004 tentang pelarangan APBD. Itu sebabnya Roy Salam menganggap, anggaran Rp 7 miliar yang dianggarkan Pemprov DKI Jakarta telah melanggar UU.
Seharusya institusi vertikal, seperti Polda, Kejati dan pengadilan sudah mendapat anggaran dari pusat, yakni Polri, Kejagung, dan Mahkamah Agung (MA). "Anggaran untuk institusi tersebut sudah ada dari pusat. Jadi bukan lagi tanggungan daerah," kata Roy.
Tapi Pemprov DKI Jakarta punya alasan tersendiri terkait APBD untuk aparat hukum tersebut. Salah satunya, anggaran tersebut digunakan untuk membiayai ketertiban dan keamanan di Jakarta. Misalnya untuk uang makan polisi yang terlibat operasi yustisi dan pengamanan aksi demonstrasi. Sebab setiap operasi penertiban di DKI Jakarta yang melibatkan Satpol PP, polisi juga selalu dilibatkan.
"Anggaran itu untuk makan-minum polisi di lapangan. Sebab kalau ada demo harus dikerahkan pasukan. Bagaimana bisa menghalau demo kalau polisinya kelaparan. Jadi coba dilihak aspek humanisnya. Karena kita tahu gaji polisi itu kecil," sanggah Kepala Biro Humas dan Protokoler Pemprov DKI Jakarta Purba Hutapea kepada detikcom.
Di sisi lain, untuk pengadaan laptop, laundry dan beberapa mata anggaran lain, janji Purba, akan dilakukan evaluasi demi efisiensi. Untuk pengadaan laptop misalnya, pada saat lelang nanti tidak harus disesuaikan dengan plafon yang harganya mencapai Rp 35 juta. Pengadaan laptop akan mengikuti spesifikasi dan harga yang akan ditetapkan panitia pengadaan barang dan jasa.
Sayangnya, rencana pengurangan mata anggaran tersebut dilakukan setelah jadi perbincangan publik. "Harusnya sebelum disahkan, panitia anggaran melakukan koreksi terhadap usulan dari masing-masing dinas. Apakah kebutuhannya benar-benar mendesak atau tidak. Begitu juga dengan nilainya. Apakah realistis atau hanya akal-akalan," jelas Roy Salam.
Munculnya sejumlah kebutuhan yang dimasukan dalam rencana anggaran merupakan usulan Satuan Kerja Pemerintahan Darah (SKPD). Usulan itu kemudian masuk ke Bapeda dan selajutnya dibahas bersama dengan tim anggaran Pemprov DKI Jakarta bisa lolos dan masuk dalam RAPBD.
Sejatinya rapat tim anggaran dan Bapeda membahas usulan-usulan itu dan melakukan koreksi. Apakah usulan tersebut sesuai dengan skala prioritas, serta apakah anggaran yang diajukan masuk akal.Tapi kenyataanya, rapat tim anggaran dan Bapeda justru hanya sebatas mengakumulasi permintaan dari SKPD.
Lancarnya usulan anggaran ini diduga lantaran ada uang pelicin yang mengalir ke sejumlah atasan SKPD. "Lolosnya usul anggaran ke dalam RAPBD membuka peluang adanya angpao yang dikirim," kata Roy.
Kecurigaan itu juga dikatakan auditor senior Badan Pemeriksa Keuangan Surachim. Menurutnya, RAPBD 2009 di DKI Jakarta bukan sekadar pemborosan. Tapi ada upaya untuk melakukan tindak korupsi. Bahkan menurutnya, kalau dalam Undang-Undang ada delik percobaan korupsi, RAPBD yang tersebut sudah memenuhi delik tersebut.
Sementara pengamat kebijakan publik Andrinof Chaniago melihat, kasus laptop merupakan salah satu dari sekian banyak mata anggaran di APBD DKI Jakarta yang tidak logis. Anggaran-anggaran yang tidak logis tersebut kemudian dijadikan ladang korupsi.(ddg/iy)
Sumber: Detiknews.com
02 December, 2008
Premanisme di Sekolah: Akibat Melestarikan Tradisi Sesat
Selasa, 02/12/2008 12:23 WIB
Deden Gunawan – detikNews
Jakarta - Aksi premanisme di sekolah terus berulang. Siswa junior melakukan kekerasan terhadap siswa junior. Terakhir kasus yang mencuat, premanisme sekolah terjadi di SMA 90 Jakarta. Siswa junior di sekolah ini dipaksa berantem dengan siswa senior.
Mengapa premanisme di sekolah seperti lingkaran setan yang sulit dihentikan?
Secara psikologi seorang remaja punya kecenderungan suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, serta ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti tren. Perilaku lainnya, mereka ingin menyesuaikan diri dengan lingkungan atau kelompoknya, dan ketakutan terbesar di kalangan remaja apabila ditolak oleh kelompoknya.
Hal ini, kata psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Liza Marielly Djaprie, kemudian memunculkan kelompok-kelompok di sekolah berikut tradisinya. Kelompok yang terbentuk bisa berdasarkan teman satu kelas, satu angkatan, atau karena persamaan tertentu.
"Mereka akan berupaya mengikuti tradisi-tradisi yang telah berjalan di kelompok-kelompok yang mereka ikuti. Karena takut dibilang tidak solider atau takut terlempar dari kelompok," jelas Liza saat berbincang-bincang dengan detikcom.
Keberadaan kelompok-kelompok siswa kemudian dituding sebagai penyebab kekerasan atau premanisme di dalam sekolah. Dengan alasan mengikuti tradisi, sebuah kelompok akan melakukan penataran atau penggemblengan terhadap para junior atau anggota baru. Prosesi penataran atau penggemblengan tersebut tidak jarang dilakukan dengan cara-cara kekerasan.
Diakui Liza, tingkat agresivitas kelompok siswa belakangan semakin parah akibat kondisi lingkungan, terutama akibat tayangan kekerasan di televisi, serta kekerasan yang diperlihatkan guru maupun orang tua. Kekerasan yang sering dilakukan guru atau orang tua ini bersifat simbolis. Misalnya dengan mempertontonkan kemarahan di depan anak atau siswa dengan kelewat batas. Padahal perilaku yang dilakukan guru atau orang tua tersebut ada kemungkinan diikuti, karena seorang remaja punya kecenderungan meniru figur tertentu.
Penyebab lainnya, tingkat kesulitan dalam pelajaran saat ini semakin tinggi, begitu juga standar kelulusannya. Tekanan yang diterima siswa semakin bertumpuk ketika orang tua justru melakukan tekanan tambahan dengan mengharuskan sang anak mengikuti apa yang dikehendakinya.
"Banyak orang tua dalam hal akademik suka memarahi anak-anaknya dengan membanding-bandingkan dengan teman-teman si anak. Padahal, sang anak butuh adanya ketenangan di rumah akibat tekanan pelajaran," ungkap Liza.
Tekanan yang datang bertubi-tubi itu membuka peluang instabilitas emosional sang anak. Akibatnya anak-anak jadi lebih agresif dan cenderung melakukan kekerasan sebagai sarana pelampiasan.
Pandangan serupa juga dikatakan Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi. Menurutnya, saat ini siswa terlalu dibebani dengan kurikulum yang terlalu berat. Dalam kondisi ini, pria yang akrab disapa Kak Seto itu memandang perlu adanya keseimbangan antara emosi, kecerdasan moral, dan juga spiritual.
Jika tidak imbang, siswa jadi gampang stres. Dalam kondisi ini emosi siswa sewaktu-waktu bisa meledak. Untuk mengatasi masalah ini, kata Kak Seto, diperlukan partisipasi semua pihak, yakni orang tua, guru, dan pemerintah.
Sementara Liza berpendapat, untuk memberi keseimbangan emosional kepada siswa merupakan tanggungjawab orang tua. Caranya, dengan memberikan situasi belajar yang lebih nyaman di dalam rumah. Selain itu orang tua juga tidak perlu terlalu mengekang siswa yang ingin bermain. Karena bermain menjadi salah satu cara untuk mengendurkan ketegangan pikiran.
Faktor orang tua menjadi sangat penting dalam menyeimbangkan emosi sang anak karena untuk mengubah standar pelajaran atau kelulusan adalah hal yang mustahil. "Kalau mengubah kurikulum jelas tidak mungkin. Jadi perlu kearifan orang tua untuk tidak memberikan tekanan tambahan kepada anak-anaknya," pinta Liza.
Tapi di mata pengamat pendidikan Lody Pa'at, aksi kekerasan atau premanisme yang terjadi di sekolah-sekolah merupakan tanggungjawab penuh para guru. Alasannya, aksi kekerasan itu terjadi di lingkungan sekolah. Sehingga guru yang paling bertanggungjawab terhadap perilaku siswa-siswanya.
Selama ini, ujar Lody, kekerasan yang terjadi di sekolah terus berlangsung karena para guru tidak peka melihat masalah yang ada di sekitar sekolah. Tapi herannya masalah-masalah itu diaggap kurang begitu penting. Sebut saja sistem relasi antarsiswa secara vertikal yang terbangun selama ini. Sistem itu kemudian memunculkan stigma siswa senior dan siswa junior.
Nah, dari situlah muncul sejumlah aksi kekerasan yang dilakukan siswa senior kepada juniornya. Tak jarang ulah siswa senior mengarah kepada tindakan kriminal. Ada saja alasan bagi senior untuk mengintimidasi,menganiaya, serta memeras para juniornya. Banyak hal sepele yang dilakukan junior berakibat pada pemukulan atau pengeroyokan. Uniknya, tindakan tersebut selama ini dianggap sesuatu yang wajar. Lagi-lagi karena alasan sudah tradisi
"Selama ini relasi yang dibangun antara siswa bentuknya vertikal. Akan ada istilah murid senior dan murid junior. Akibatnya, murid senior, karena merasa berada di posisi yang lebih tinggi merasa perlu dihormati adik kelasnya. Bahkan murid senior bisa berbuat apa saja kepada juniornya," ulas Lody.
Untuk mengatasinya, Lody mengusulkan, pihak sekolah harus mengubah sistem relasi antarsiswa dari vertikal menjadi horizontal. Degan cara seperti itu akan ada kesetaraan di antara siswa. Sehingga tidak ada lagi siswa yang merasa senior maupun junior. Yang ada hanyalah sama-sama punya kewajiban satu, yakni menuntut ilmu.
"Sudah saatnya setiap sekolah membangun relasi yang bersifat demokratis. Sebab semua punya hak dan kewajiban yang sama di sekolah," harap Lody. (ddg/iy)
Sumber: Detiknews.com
########
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Saya sepakat dengan semua informasi di atas. Hanya saja, yang membuat saya sedih adalah pernyataan "Kalau mengubah kurikulum jelas tidak mungkin.”
Di Indonesia, orang tua dipandang sebagai penerima jasa (pendidikan nasional) tetapi tidak punya kekuatan untuk mengubah sifat jasa tersebut. Seakan-akan sistem pendidikan nasional sudah mutlak dan orang tua tidak mungkin punya kesempatan untuk mengubahnya.
Saya ingin bertanya, kalau seandainya orang tua benar-benar peduli, dan ingin mengambil tindakan untuk menolak jasa tersebut karena berkualitas rendah, apakah tidak mungkin mereka semua bisa bersuara dan menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah?
Bayangkan kalau 1 juta orang tua berkumpul di depan gedung DPR atau Depdiknas atau Istana Negara.
Bayangkan kalau pernyataan mereka hanya satu: “Kami menuntut hak pendidikan yang berkualitas bagi semua anak bangsa”. Dan tentu saja di dalam pernyataan tersebut ada tuntutan agar kurikulum diperbaiki dan dikurangi jumlah mata pelajarannya.
Kalau orang tua tidak ingin melakukan “demo” di jalan, bisa juga dengan cara “letter writing campaign” (mengirim surat secara massal), yang sudah terbukti berhasil di manca negara.
Bayangkan kalau 1 juta orang tua menjadi bersedia mengirim surat (dari mereka masing-masing) kepada Presiden setiap minggu sampai Presiden mengambil tindakan terhadap sistem pendidikan yang tidak layak ini.
(Ini sering terbukti berhasil di manca negara karena semua pemerintah membutuhkan dokumen, yang biasannya dikirim lewat pos. Kalau suatu departemen, seperti Kantor Presiden atau Depdiknas “dibanjiri” dengan jutaan surat, maka mereka menjadi sulit bekerja, karena harus membuka dan membaca semua surat tersebut untuk mengecek isinya, untuk tahu apakah penting atau tidak.)
Bayangkan kalau ada 1 juta orang tua (atau lebih) yang menunjukkan kepedulian terhadap semua anak bangsa dan bukan hanya terhadap anak kandung mereka sendiri.
Bayangkan kalau orang tua tidak mau diam saja menjadi penerima jasa yang buruk, dan siap mengambil suatu tindakan untuk mengubah sistem tersebut dengan cara yang damai dan demokratis.
Bayangkan kalau semua orang tua (sebagai pemilih) memaksakan semua partai politik menyatakan rencana pendidikannya di depan publik supaya bisa dinilai dan dibahas sebelum pemilihan legislatif 2009.
Apakah benar-benar tidak mungkin orang tua setanah-air tidak sanggup memberikan pengaruh terhadap kualitas pendidikan di sini?
Apakah orang tua terpaksa menjadi penerima jasa yang buruk tanpa komplain sama sekali atau menolak jasa tersebut?
Saya yakin orang tua bisa melakukan tindakan seperti itu, tetapi hal itu hanya mungkin terwujud kalau orang tua se-indonesia mulai peduli pada anak tetangga dan masa depan bangsa. Sekarang bukan waktunya untuk “berharap” saja dan diam terus ketika harapan para orang tua tidak terwujud. Orang tua harus bersatu dan menjadi aktif untuk mengubah sistem pendidikan yang buruk ini.
Kalau tidak, masa depan bangsa tidak bisa ditentukan, karena orang tua selalu siap mundur dari perjuangan dan selalu siap membiarkan orang lain menentukan kualitas dari sistem pendidikan nasional.
Kalau para orang tua tidak mau berubah dan menjadi aktif mengambil suatu tindakan, tidak akan ada orang yang bisa menolong anak bangsa karena politikus dan pejabat hanya akan bertindak kalau mereka takut kehilangan dukungan dan legitimasi dari masyarakat.
Semua kembali ke tangan orang tua (bukan pemerintah).
Maukah anda berjuang untuk semua anak bangsa atau tidak?
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Deden Gunawan – detikNews
Jakarta - Aksi premanisme di sekolah terus berulang. Siswa junior melakukan kekerasan terhadap siswa junior. Terakhir kasus yang mencuat, premanisme sekolah terjadi di SMA 90 Jakarta. Siswa junior di sekolah ini dipaksa berantem dengan siswa senior.
Mengapa premanisme di sekolah seperti lingkaran setan yang sulit dihentikan?
Secara psikologi seorang remaja punya kecenderungan suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, serta ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti tren. Perilaku lainnya, mereka ingin menyesuaikan diri dengan lingkungan atau kelompoknya, dan ketakutan terbesar di kalangan remaja apabila ditolak oleh kelompoknya.
Hal ini, kata psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Liza Marielly Djaprie, kemudian memunculkan kelompok-kelompok di sekolah berikut tradisinya. Kelompok yang terbentuk bisa berdasarkan teman satu kelas, satu angkatan, atau karena persamaan tertentu.
"Mereka akan berupaya mengikuti tradisi-tradisi yang telah berjalan di kelompok-kelompok yang mereka ikuti. Karena takut dibilang tidak solider atau takut terlempar dari kelompok," jelas Liza saat berbincang-bincang dengan detikcom.
Keberadaan kelompok-kelompok siswa kemudian dituding sebagai penyebab kekerasan atau premanisme di dalam sekolah. Dengan alasan mengikuti tradisi, sebuah kelompok akan melakukan penataran atau penggemblengan terhadap para junior atau anggota baru. Prosesi penataran atau penggemblengan tersebut tidak jarang dilakukan dengan cara-cara kekerasan.
Diakui Liza, tingkat agresivitas kelompok siswa belakangan semakin parah akibat kondisi lingkungan, terutama akibat tayangan kekerasan di televisi, serta kekerasan yang diperlihatkan guru maupun orang tua. Kekerasan yang sering dilakukan guru atau orang tua ini bersifat simbolis. Misalnya dengan mempertontonkan kemarahan di depan anak atau siswa dengan kelewat batas. Padahal perilaku yang dilakukan guru atau orang tua tersebut ada kemungkinan diikuti, karena seorang remaja punya kecenderungan meniru figur tertentu.
Penyebab lainnya, tingkat kesulitan dalam pelajaran saat ini semakin tinggi, begitu juga standar kelulusannya. Tekanan yang diterima siswa semakin bertumpuk ketika orang tua justru melakukan tekanan tambahan dengan mengharuskan sang anak mengikuti apa yang dikehendakinya.
"Banyak orang tua dalam hal akademik suka memarahi anak-anaknya dengan membanding-bandingkan dengan teman-teman si anak. Padahal, sang anak butuh adanya ketenangan di rumah akibat tekanan pelajaran," ungkap Liza.
Tekanan yang datang bertubi-tubi itu membuka peluang instabilitas emosional sang anak. Akibatnya anak-anak jadi lebih agresif dan cenderung melakukan kekerasan sebagai sarana pelampiasan.
Pandangan serupa juga dikatakan Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi. Menurutnya, saat ini siswa terlalu dibebani dengan kurikulum yang terlalu berat. Dalam kondisi ini, pria yang akrab disapa Kak Seto itu memandang perlu adanya keseimbangan antara emosi, kecerdasan moral, dan juga spiritual.
Jika tidak imbang, siswa jadi gampang stres. Dalam kondisi ini emosi siswa sewaktu-waktu bisa meledak. Untuk mengatasi masalah ini, kata Kak Seto, diperlukan partisipasi semua pihak, yakni orang tua, guru, dan pemerintah.
Sementara Liza berpendapat, untuk memberi keseimbangan emosional kepada siswa merupakan tanggungjawab orang tua. Caranya, dengan memberikan situasi belajar yang lebih nyaman di dalam rumah. Selain itu orang tua juga tidak perlu terlalu mengekang siswa yang ingin bermain. Karena bermain menjadi salah satu cara untuk mengendurkan ketegangan pikiran.
Faktor orang tua menjadi sangat penting dalam menyeimbangkan emosi sang anak karena untuk mengubah standar pelajaran atau kelulusan adalah hal yang mustahil. "Kalau mengubah kurikulum jelas tidak mungkin. Jadi perlu kearifan orang tua untuk tidak memberikan tekanan tambahan kepada anak-anaknya," pinta Liza.
Tapi di mata pengamat pendidikan Lody Pa'at, aksi kekerasan atau premanisme yang terjadi di sekolah-sekolah merupakan tanggungjawab penuh para guru. Alasannya, aksi kekerasan itu terjadi di lingkungan sekolah. Sehingga guru yang paling bertanggungjawab terhadap perilaku siswa-siswanya.
Selama ini, ujar Lody, kekerasan yang terjadi di sekolah terus berlangsung karena para guru tidak peka melihat masalah yang ada di sekitar sekolah. Tapi herannya masalah-masalah itu diaggap kurang begitu penting. Sebut saja sistem relasi antarsiswa secara vertikal yang terbangun selama ini. Sistem itu kemudian memunculkan stigma siswa senior dan siswa junior.
Nah, dari situlah muncul sejumlah aksi kekerasan yang dilakukan siswa senior kepada juniornya. Tak jarang ulah siswa senior mengarah kepada tindakan kriminal. Ada saja alasan bagi senior untuk mengintimidasi,menganiaya, serta memeras para juniornya. Banyak hal sepele yang dilakukan junior berakibat pada pemukulan atau pengeroyokan. Uniknya, tindakan tersebut selama ini dianggap sesuatu yang wajar. Lagi-lagi karena alasan sudah tradisi
"Selama ini relasi yang dibangun antara siswa bentuknya vertikal. Akan ada istilah murid senior dan murid junior. Akibatnya, murid senior, karena merasa berada di posisi yang lebih tinggi merasa perlu dihormati adik kelasnya. Bahkan murid senior bisa berbuat apa saja kepada juniornya," ulas Lody.
Untuk mengatasinya, Lody mengusulkan, pihak sekolah harus mengubah sistem relasi antarsiswa dari vertikal menjadi horizontal. Degan cara seperti itu akan ada kesetaraan di antara siswa. Sehingga tidak ada lagi siswa yang merasa senior maupun junior. Yang ada hanyalah sama-sama punya kewajiban satu, yakni menuntut ilmu.
"Sudah saatnya setiap sekolah membangun relasi yang bersifat demokratis. Sebab semua punya hak dan kewajiban yang sama di sekolah," harap Lody. (ddg/iy)
Sumber: Detiknews.com
########
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Saya sepakat dengan semua informasi di atas. Hanya saja, yang membuat saya sedih adalah pernyataan "Kalau mengubah kurikulum jelas tidak mungkin.”
Di Indonesia, orang tua dipandang sebagai penerima jasa (pendidikan nasional) tetapi tidak punya kekuatan untuk mengubah sifat jasa tersebut. Seakan-akan sistem pendidikan nasional sudah mutlak dan orang tua tidak mungkin punya kesempatan untuk mengubahnya.
Saya ingin bertanya, kalau seandainya orang tua benar-benar peduli, dan ingin mengambil tindakan untuk menolak jasa tersebut karena berkualitas rendah, apakah tidak mungkin mereka semua bisa bersuara dan menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah?
Bayangkan kalau 1 juta orang tua berkumpul di depan gedung DPR atau Depdiknas atau Istana Negara.
Bayangkan kalau pernyataan mereka hanya satu: “Kami menuntut hak pendidikan yang berkualitas bagi semua anak bangsa”. Dan tentu saja di dalam pernyataan tersebut ada tuntutan agar kurikulum diperbaiki dan dikurangi jumlah mata pelajarannya.
Kalau orang tua tidak ingin melakukan “demo” di jalan, bisa juga dengan cara “letter writing campaign” (mengirim surat secara massal), yang sudah terbukti berhasil di manca negara.
Bayangkan kalau 1 juta orang tua menjadi bersedia mengirim surat (dari mereka masing-masing) kepada Presiden setiap minggu sampai Presiden mengambil tindakan terhadap sistem pendidikan yang tidak layak ini.
(Ini sering terbukti berhasil di manca negara karena semua pemerintah membutuhkan dokumen, yang biasannya dikirim lewat pos. Kalau suatu departemen, seperti Kantor Presiden atau Depdiknas “dibanjiri” dengan jutaan surat, maka mereka menjadi sulit bekerja, karena harus membuka dan membaca semua surat tersebut untuk mengecek isinya, untuk tahu apakah penting atau tidak.)
Bayangkan kalau ada 1 juta orang tua (atau lebih) yang menunjukkan kepedulian terhadap semua anak bangsa dan bukan hanya terhadap anak kandung mereka sendiri.
Bayangkan kalau orang tua tidak mau diam saja menjadi penerima jasa yang buruk, dan siap mengambil suatu tindakan untuk mengubah sistem tersebut dengan cara yang damai dan demokratis.
Bayangkan kalau semua orang tua (sebagai pemilih) memaksakan semua partai politik menyatakan rencana pendidikannya di depan publik supaya bisa dinilai dan dibahas sebelum pemilihan legislatif 2009.
Apakah benar-benar tidak mungkin orang tua setanah-air tidak sanggup memberikan pengaruh terhadap kualitas pendidikan di sini?
Apakah orang tua terpaksa menjadi penerima jasa yang buruk tanpa komplain sama sekali atau menolak jasa tersebut?
Saya yakin orang tua bisa melakukan tindakan seperti itu, tetapi hal itu hanya mungkin terwujud kalau orang tua se-indonesia mulai peduli pada anak tetangga dan masa depan bangsa. Sekarang bukan waktunya untuk “berharap” saja dan diam terus ketika harapan para orang tua tidak terwujud. Orang tua harus bersatu dan menjadi aktif untuk mengubah sistem pendidikan yang buruk ini.
Kalau tidak, masa depan bangsa tidak bisa ditentukan, karena orang tua selalu siap mundur dari perjuangan dan selalu siap membiarkan orang lain menentukan kualitas dari sistem pendidikan nasional.
Kalau para orang tua tidak mau berubah dan menjadi aktif mengambil suatu tindakan, tidak akan ada orang yang bisa menolong anak bangsa karena politikus dan pejabat hanya akan bertindak kalau mereka takut kehilangan dukungan dan legitimasi dari masyarakat.
Semua kembali ke tangan orang tua (bukan pemerintah).
Maukah anda berjuang untuk semua anak bangsa atau tidak?
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Premanisme di Sekolah: Korban Akan Terus Berjatuhan
Deden Gunawan - detikNews
Selasa, 02/12/2008 10:44 WIB
Jakarta - Tanah kosong di perumahan elit Bintaro selama ini menjadi ajang kongkow sejumlah anak sekolahan di sekitar wilayah tersebut. Ada yang hanya sekadar nongkrong, memadu kasih, kadang ada juga yang menjadikan tempat adu nyali, yakni berkelahi. Siswa-siswa yang sering kumpul di lapangan itu salah satunya berasal dari SMA Negeri 90, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari lokasi.
Dari informasi yang diperoleh detikcom, beberapa tahun belakangan lapangan itu sering didatangi siswa SMA 90. Mereka umumnya datang menggunakan mobil maupun motor. Kendaraan mereka biasanya diparkir di restoran cepat saji McDonald. Dari sana mereka berjalan kaki sekitar 700 meter menuju lapangan seluas setengah lapangan sepakbola tersebut.
Salah satu kegiatan yang dilakukan siswa SMA 90 tersebut adalah menggembleng anak-anak baru di almamaternya. "Memang sering di lapangan itu menjadi tempat berantem anak sekolah. Kita suka lihat dari sini, dalam sebulan saja ada 3 kali anak-anak pada berantem," jelas Khairul Sani, satpam di perumahan tersebut ketika ditemui detikcom.
Keterangan Khairul diperkuat pengakuan Aba, siswa kelas 1 SMA 90. Menurut Aba, pada 25 November 2008, sebanyak 68 siswa kelas 1 dibawa ke lapangan itu oleh para seniornya kelas 2 dan 3. Di sana mereka dipaksa buka baju, push up, lari dan ditampar. Aksi kekerasan tersebut dipicu masalah pembuatan jaket almamater. Sebab jaket yang dibuat anak kelas 1 ternyata berbeda dengan kakak-kakak kelasnya.
Karena dianggap kurang ajar oleh kakak kelasnya, murid laki-laki dari kelas 1 kemudian dikumpulkan dan disuruh lari mengelilingi lapangan di daerah Bintaro. Di tempat itu mereka "digembleng" hingga mengalami luka-luka. "Di sana disuruh push up, buka baju dan lari. Di sana juga disuruh suit. Yang kalah, ditampar dengan keras. Kira-kira dari dzuhur sampai ashar," kata Aba yang sempat mengalami memar dan bibirnya pecah.
Peristiwa tersebut akhirnya sampai juga ke telinga orang tua siswa yang menjadi korban. Beberapa orang tua siswa lantas mendatangi kepala sekolah. Mereka menuntut para pelaku dikeluarkan dari sekolah. Namun permintaan itu hanya disikapi sekolah dengan menskorsing murid yang melakukan aksi premanisme. Putusan itu dilakukan pada tanggal 28 November. Sebanyak 26 siswa kelas 3 dan 11 siswa kelas 2 diskorsing selama 5 hari.
Bagi orang tua murid, hukuman tersebut diaggap belum memuaskan. 5 Orang perwakilan wali murid akhirnya kembali menemui kepala sekolah dan meminta siswa-siswa yang terlibat dihukum lebih berat, yakni dikeluarkan dari sekolah. Selain itu mereka juga mendesak pihak sekolah untuk melaporkan para pelaku dibawa ke polisi. Tapi permintaan itu belum juga ditanggapi hingga akhirnya peristiwa tersebut sampai ke media.
Aksi kekerasan yang terjadi di SMA 90 hanya satu dari sekian banyak kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Setahun yang lalu, kekerasan oleh kakak kelas terhadap adik kelas juga terjadi di SMA 34, Pondok Labu, Jakarta Selatan.
Muhammad Fadhil adalah salah satu korban kekerasan di salah satu SMA favorit di Jakarta Selatan tersebut. Kisah penganiayaan yang menimpanya terjadi pada 17 Agustus 2007. Saat itu Fadhil yang baru duduk di kelas 1 diajak oleh seniornya untuk masuk ke kelompok mereka yang bernama Geng Gazper. Tapi ajakan itu ditolak Fadhil. Penolakan itu tentu saja dianggap tindakan yang kurang ajar. Beberapa anggota Gazper yang merasa tersinggung kemudian menggiring Fadhil ke kamar mandi sekolah. Di tempat itu Fadhil ditampar.
Kekerasan yang menimpa Fadhil tidak sampai di situ. Sepulang sekolah, Fadhil diajak kelompok Gazper ke daerah Pesanggrahan, Cinere, Jakarta Selatan. Di sana, Fadhil dianiaya. Dia diadu dengan seniornya serta dipukuli beramai-ramai hingga tangan kirinya patah. Awalnya kejadian tersebut dirahasiakan Fadhil hingga berbulan-bulan. Ia takut akan ancaman para seniornya jika melaporkan kejadian tersebut.
Namun 8 November 2007, peristiwa itu akhirnya terbongkar juga setelah orang tua Fadhil mengetahui kalau anaknya selalu bolos sekolah. Ketika ditanya alasannya, Fadhil kemudian bercerita kalau ia sengaja membolos karena takut dengan kakak kelasnya. Setelah menerima laporan Fadhil, orang tuanya hari itu juga melaporkannya ke Mapolsek Ciladak, sehingga terungkaplah aksi pengeroyokan itu. Kasusnya kemudian dilimpahkan ke Polsek Limo, Depok, wilayah tempat tinggal korban.
Selanjutnya, 17 Desember 2007, majelis hakim Pengadilan Negeri Depok menghukum para pelaku, yakni Wl, JF, DA, DF dan EN dengan hukuman 1 bulan 15 hari. Para pelaku dianggap terbukti melakukan pelangaran pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Sebelumnya peristiwa serupa juga menimpa Blastius Adisaputra (17) siswa kelas 1 E, pada 29 April 2007. Blastius dihadiahi bogem mentah dan tendangan oleh seniornya yang duduk di kelas 2 lantaran tidak perah ikut kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Akibatnya tubuh Blastius menderita luka memar di paha, punggung, dan bibir. Kabar terakhir para pelaku diberhentikan dari sekolah.
Rangkaian aksi kekerasan di sekolah yang dilakukan senior terhadap juniornya, menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi merupakan fenomena gunung es. Sebab sebenarnya masih sangat banyak kasus penganiayaan serupa yang tidak mencuat ke permukaan. Penyebabnya macam-macam. Ada yang ketakutan untuk melaporkan, atau ada juga yang memang sengaja dipetieskan.
Sedangkan pengamat pendidikan Lody Pa'at mengatakan, andil guru sangat besar dalam aksi kekerasan yang dilakukan senior terhadap juniornya di sekolah. Sebab selama ini guru-guru seringkali melakukan pembiaran terhadap aksi premanisme tersebut. Mereka menggangap hal tersebut sesuatu yang wajar karena sudah menjadi bagian tradisi di sekolah.
"Seringkali guru tidak tanggap dengan kondisi dilingkungan sekolah. Padahal mereka sebenarnya mengetahui penyimpangan itu. Parahnya lagi, ketika pihak sekolah menerima laporan adanya aksi kekerasan antar sesama siswa, mereka tidak tegas dalam memberi hukuman. Akhirnya murid jadi semakin berani," ujar Lody saat berbincang-bincang dengan detikcom.
Lody mengkhawatirkan, kekerasan demi kekerasan akan tetap terus terjadi di sekolah. Siswa - siswa yang akan menjadi korban bakal terus berjatuhan bila para guru bersikap abai terhadap situasi yang terjadi di sekolah. (ddg/iy)
Sumber: Detiknews.com
Selasa, 02/12/2008 10:44 WIB
Jakarta - Tanah kosong di perumahan elit Bintaro selama ini menjadi ajang kongkow sejumlah anak sekolahan di sekitar wilayah tersebut. Ada yang hanya sekadar nongkrong, memadu kasih, kadang ada juga yang menjadikan tempat adu nyali, yakni berkelahi. Siswa-siswa yang sering kumpul di lapangan itu salah satunya berasal dari SMA Negeri 90, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari lokasi.
Dari informasi yang diperoleh detikcom, beberapa tahun belakangan lapangan itu sering didatangi siswa SMA 90. Mereka umumnya datang menggunakan mobil maupun motor. Kendaraan mereka biasanya diparkir di restoran cepat saji McDonald. Dari sana mereka berjalan kaki sekitar 700 meter menuju lapangan seluas setengah lapangan sepakbola tersebut.
Salah satu kegiatan yang dilakukan siswa SMA 90 tersebut adalah menggembleng anak-anak baru di almamaternya. "Memang sering di lapangan itu menjadi tempat berantem anak sekolah. Kita suka lihat dari sini, dalam sebulan saja ada 3 kali anak-anak pada berantem," jelas Khairul Sani, satpam di perumahan tersebut ketika ditemui detikcom.
Keterangan Khairul diperkuat pengakuan Aba, siswa kelas 1 SMA 90. Menurut Aba, pada 25 November 2008, sebanyak 68 siswa kelas 1 dibawa ke lapangan itu oleh para seniornya kelas 2 dan 3. Di sana mereka dipaksa buka baju, push up, lari dan ditampar. Aksi kekerasan tersebut dipicu masalah pembuatan jaket almamater. Sebab jaket yang dibuat anak kelas 1 ternyata berbeda dengan kakak-kakak kelasnya.
Karena dianggap kurang ajar oleh kakak kelasnya, murid laki-laki dari kelas 1 kemudian dikumpulkan dan disuruh lari mengelilingi lapangan di daerah Bintaro. Di tempat itu mereka "digembleng" hingga mengalami luka-luka. "Di sana disuruh push up, buka baju dan lari. Di sana juga disuruh suit. Yang kalah, ditampar dengan keras. Kira-kira dari dzuhur sampai ashar," kata Aba yang sempat mengalami memar dan bibirnya pecah.
Peristiwa tersebut akhirnya sampai juga ke telinga orang tua siswa yang menjadi korban. Beberapa orang tua siswa lantas mendatangi kepala sekolah. Mereka menuntut para pelaku dikeluarkan dari sekolah. Namun permintaan itu hanya disikapi sekolah dengan menskorsing murid yang melakukan aksi premanisme. Putusan itu dilakukan pada tanggal 28 November. Sebanyak 26 siswa kelas 3 dan 11 siswa kelas 2 diskorsing selama 5 hari.
Bagi orang tua murid, hukuman tersebut diaggap belum memuaskan. 5 Orang perwakilan wali murid akhirnya kembali menemui kepala sekolah dan meminta siswa-siswa yang terlibat dihukum lebih berat, yakni dikeluarkan dari sekolah. Selain itu mereka juga mendesak pihak sekolah untuk melaporkan para pelaku dibawa ke polisi. Tapi permintaan itu belum juga ditanggapi hingga akhirnya peristiwa tersebut sampai ke media.
Aksi kekerasan yang terjadi di SMA 90 hanya satu dari sekian banyak kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Setahun yang lalu, kekerasan oleh kakak kelas terhadap adik kelas juga terjadi di SMA 34, Pondok Labu, Jakarta Selatan.
Muhammad Fadhil adalah salah satu korban kekerasan di salah satu SMA favorit di Jakarta Selatan tersebut. Kisah penganiayaan yang menimpanya terjadi pada 17 Agustus 2007. Saat itu Fadhil yang baru duduk di kelas 1 diajak oleh seniornya untuk masuk ke kelompok mereka yang bernama Geng Gazper. Tapi ajakan itu ditolak Fadhil. Penolakan itu tentu saja dianggap tindakan yang kurang ajar. Beberapa anggota Gazper yang merasa tersinggung kemudian menggiring Fadhil ke kamar mandi sekolah. Di tempat itu Fadhil ditampar.
Kekerasan yang menimpa Fadhil tidak sampai di situ. Sepulang sekolah, Fadhil diajak kelompok Gazper ke daerah Pesanggrahan, Cinere, Jakarta Selatan. Di sana, Fadhil dianiaya. Dia diadu dengan seniornya serta dipukuli beramai-ramai hingga tangan kirinya patah. Awalnya kejadian tersebut dirahasiakan Fadhil hingga berbulan-bulan. Ia takut akan ancaman para seniornya jika melaporkan kejadian tersebut.
Namun 8 November 2007, peristiwa itu akhirnya terbongkar juga setelah orang tua Fadhil mengetahui kalau anaknya selalu bolos sekolah. Ketika ditanya alasannya, Fadhil kemudian bercerita kalau ia sengaja membolos karena takut dengan kakak kelasnya. Setelah menerima laporan Fadhil, orang tuanya hari itu juga melaporkannya ke Mapolsek Ciladak, sehingga terungkaplah aksi pengeroyokan itu. Kasusnya kemudian dilimpahkan ke Polsek Limo, Depok, wilayah tempat tinggal korban.
Selanjutnya, 17 Desember 2007, majelis hakim Pengadilan Negeri Depok menghukum para pelaku, yakni Wl, JF, DA, DF dan EN dengan hukuman 1 bulan 15 hari. Para pelaku dianggap terbukti melakukan pelangaran pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Sebelumnya peristiwa serupa juga menimpa Blastius Adisaputra (17) siswa kelas 1 E, pada 29 April 2007. Blastius dihadiahi bogem mentah dan tendangan oleh seniornya yang duduk di kelas 2 lantaran tidak perah ikut kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Akibatnya tubuh Blastius menderita luka memar di paha, punggung, dan bibir. Kabar terakhir para pelaku diberhentikan dari sekolah.
Rangkaian aksi kekerasan di sekolah yang dilakukan senior terhadap juniornya, menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi merupakan fenomena gunung es. Sebab sebenarnya masih sangat banyak kasus penganiayaan serupa yang tidak mencuat ke permukaan. Penyebabnya macam-macam. Ada yang ketakutan untuk melaporkan, atau ada juga yang memang sengaja dipetieskan.
Sedangkan pengamat pendidikan Lody Pa'at mengatakan, andil guru sangat besar dalam aksi kekerasan yang dilakukan senior terhadap juniornya di sekolah. Sebab selama ini guru-guru seringkali melakukan pembiaran terhadap aksi premanisme tersebut. Mereka menggangap hal tersebut sesuatu yang wajar karena sudah menjadi bagian tradisi di sekolah.
"Seringkali guru tidak tanggap dengan kondisi dilingkungan sekolah. Padahal mereka sebenarnya mengetahui penyimpangan itu. Parahnya lagi, ketika pihak sekolah menerima laporan adanya aksi kekerasan antar sesama siswa, mereka tidak tegas dalam memberi hukuman. Akhirnya murid jadi semakin berani," ujar Lody saat berbincang-bincang dengan detikcom.
Lody mengkhawatirkan, kekerasan demi kekerasan akan tetap terus terjadi di sekolah. Siswa - siswa yang akan menjadi korban bakal terus berjatuhan bila para guru bersikap abai terhadap situasi yang terjadi di sekolah. (ddg/iy)
Sumber: Detiknews.com
01 December, 2008
Membantu bisnis teman
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Dalam keadan ekonomi yang sulit, saya ingin bantu orang-orang yang saya kenal dengan sebarkan info yang bermanfaat tentang bisnis mereka.
Saya hanya akan sebarkan info tentang orang yang saya kenal dengan baik, yang insya Allah bisa dijamin hasil kerjanya, akhlaknya, dan kejujurannya.
Mohon maaf bila dianggap spam, karena niat saya tidak demikian.
Semoga bermanfaat buat yang membutuhkannya.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Dalam keadan ekonomi yang sulit, saya ingin bantu orang-orang yang saya kenal dengan sebarkan info yang bermanfaat tentang bisnis mereka.
Saya hanya akan sebarkan info tentang orang yang saya kenal dengan baik, yang insya Allah bisa dijamin hasil kerjanya, akhlaknya, dan kejujurannya.
Mohon maaf bila dianggap spam, karena niat saya tidak demikian.
Semoga bermanfaat buat yang membutuhkannya.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
TAS TANGAN YANG KOTOR
Siapa yang akan berpikir seperti ini? Sudahkah Anda memperhatikan wanita yang meletakkan tasnya di atas lantai toilet umum dan kemudian pergi secara langsung ke meja makan mer eka serta meletakkan tas itu di atas meja?
Sering terjadi!
Makanan dari restoran atau fast food bukanlah penyebab yang sering mengakibatkan sakit perut. Kadang-kadang, justru yang Anda tidak ketahui lah yang bisa merugikan Anda!
Biasanya para Ibu sering merasa terganggu pada saat tamu yang datang dan meletakkan tas mereka di atas meja tempatnya memasak dan menyajikan makanan. Seorang Ibu selalu menganggap bahwa tas itu kotor, karena tas tersebut telah terkontaminasi udara luar (debu, kotoran dsb).
Hmmm..Ibu yang pintar ya..???
Ini adalah masalah yang disebabkan oleh para wanita sendiri. Sementara para wanita tersebut tahu dengan pasti apa isi tasnya,
apakah pernah terbayangkan apa yang ada di bagian luar tas tersebut?
Para wanita membawa tasnya kemana-mana, dari mulai kantor sampai toilet umum sampai lantai mobil. Kebanyakan para wanita tidak pernah pergi tanpa tas. Tetapi, pernahkah terpikir kemana saja tas itu sudah berada sepanjang hari ?
"Saya menggunakan bis, dalam perjalanan saya sehari-hari dan kadang saya meletakkan tas saya di lantai bis" kata seorang wanita. Atau di lantai mobil saya dan di toilet.. " Kadang saya juga meletakkan tas saya di kereta belanja dan akhirnya di toilet umum" (lagi) kata seorang wanita lainnya dan tentunya di rumah saya yang tempatnya lebih bersih.
Kami memutuskan untuk mencari tahu apakah tas tersebut merupakan tempat berkumpul bakteri-bakteri. Kami melakukan tes di Nelson Laboratories di Salt Lake City , dan kami memutuskan untuk meneliti jumlah rata-rata tas tangan yang dibawa para wanita setiap hari nya.
Kebanyakan wanita mengatakan bahwa mereka tidak berhenti berpikir tentang apa yang ada di bagian bawah tas mer eka . Kebanyakan wanita tersebut mengatakan biasanya mer eka meletakkan tas mer eka di atas meja dapur atau meja makan saat makanan disajikan.
Para wanita ini mengatakan mereka tidak akan heran bila tas mereka sedikit kotor. Tapi ternyata, yang mengejutkan adalah bahwa tas tersebut sangatlah kotor, bahkan ahli mikrobioligi yang melakukan tes tersebut pun sangat terkejut.. Ahli mikrobiologi Amy Karen dari Nelson Labs mengatakan hampir semua tas yang diuji, bukan saja banyak mengandung bakteri biasa tapi juga bakteri yang amat berbahaya. Contohnya bakteri Psudomonas yang dapat menyebabkan infeksi mata, staphylococcus aurous dapat menyebabkan infeksi kulit yang serius dan salmonella serta e-coli yang ditemukan pada tas dapat menyebabkan orang jatuh sakit. Dalam sebuah contoh, empat dan lima tas yang diuji positif mengandung salmonella dan itu ternyata bukan yang terburuk..
Tas yang terbuat dari kulit atau vinyl cenderung lebih bersih dan tas yang terbuat dari kain dan saat ini trend model amat memegang peranan yang penting. Wanita yang memilik anak-anak cenderung memiliki tas yang lebih kotor daripada yang tidak memiliki anak, dengan satu pengecualian. Tas seorang wanita single yang sering pergi hangout ke klub atau caffe atau diskotik adalah yang paling terkontaminasi, kadang mengandung kotoran (feses) atau kemungkinan bekas muntahan, kata Amy.
Inti tulisan ini adalah ¨ tas Anda tidak akan menyakitkan Anda, tetapi ada kemungkinan membuat Anda sakit jika Anda tetap melakukan dan meletakkan tas di tempat Anda makan. Gunakan gantungan untuk meletakkan tas Anda di rumah atau di toilet umum dan jangan letakkan tas di atas meja restoran atau meja makan Anda.
Para ahli mengatakan, Anda harus memperlakukan tas tersebut sama dengan sepatu Anda. Jika Anda berpikir meletakkan sepasang sepatu di atas meja makan atau dapur maka hal yang sama terjadi jika Anda meletakkan tas. Tas Anda telah terkontaminasi oleh orang-orang lain yang datang ke tempat tersebut sebelum Anda, mer eka bersin, batuk-batuk, buang air kecil, dan sebagainya.
Apakah Anda benar-benar ingin membawa semua kotoran itu ke rumah? Para ahi mikrobiologi di Nelson mengatakan bahwa wanita harus rajin membersihkan tasnya dan itu amat membantu.
Cuci tas yang terbuat dari kain dan gunakan pembersih kulit untuk membersihkan bagian bawah tas kulit Anda.
INFORMASIKAN INFO INI KEPADA SAHABAT-SAHABAT ANDA!!!!
PARA PRIA HARAP INFORMASIKAN KEPADA ISTRI, KEKASIH, SAUDARA PEREMPUAN, ATAU ANAK PEREMPUAN ANDA.
########
[Catatan: ini memang berita yang benar, dan bukan rekayasa orang yang sering disebarkan di internet. Artikel ini masuk media massa di Amerika. Hanya saja, dijelaskan di dalam artikel aslinya, bahwa ini BUKAN MASALAH BESAR dan kebanyakan orang tidak perlu kuatir. Walaupun ditemukan bakteri di dalam studi tersebut, rata-rata dalam jumlah yang tidak begitu signifikan. Kata peneliti, "Kalau ini memang menjadi masalah besar (kebersihan tas tangan wanita), kita pasti sudah pernah dengar kabarnya sebelum studi ini dilakukan. Ternyata tidak."
Hanya saja, karena kondisi lingkungan Indonesia yang sangat kotor, dan fasilitas umum yang rata-rata kurang bersih, saya rasa lebih baik agar para ibu-ibu menjadi lebih hati-hati, terutama dalam hal perhatikan di mana tas tangannya ditaruh. Semoga tidak selalu ditaruh di lantai di dalam semua kondisi.
Artikel asli yang masuk berita bisa dilihat di sini, sebagai contoh: Harmful bacteria found on handbags.
Semoga bermanfaat.
Gene]
Sering terjadi!
Makanan dari restoran atau fast food bukanlah penyebab yang sering mengakibatkan sakit perut. Kadang-kadang, justru yang Anda tidak ketahui lah yang bisa merugikan Anda!
Biasanya para Ibu sering merasa terganggu pada saat tamu yang datang dan meletakkan tas mereka di atas meja tempatnya memasak dan menyajikan makanan. Seorang Ibu selalu menganggap bahwa tas itu kotor, karena tas tersebut telah terkontaminasi udara luar (debu, kotoran dsb).
Hmmm..Ibu yang pintar ya..???
Ini adalah masalah yang disebabkan oleh para wanita sendiri. Sementara para wanita tersebut tahu dengan pasti apa isi tasnya,
apakah pernah terbayangkan apa yang ada di bagian luar tas tersebut?
Para wanita membawa tasnya kemana-mana, dari mulai kantor sampai toilet umum sampai lantai mobil. Kebanyakan para wanita tidak pernah pergi tanpa tas. Tetapi, pernahkah terpikir kemana saja tas itu sudah berada sepanjang hari ?
"Saya menggunakan bis, dalam perjalanan saya sehari-hari dan kadang saya meletakkan tas saya di lantai bis" kata seorang wanita. Atau di lantai mobil saya dan di toilet.. " Kadang saya juga meletakkan tas saya di kereta belanja dan akhirnya di toilet umum" (lagi) kata seorang wanita lainnya dan tentunya di rumah saya yang tempatnya lebih bersih.
Kami memutuskan untuk mencari tahu apakah tas tersebut merupakan tempat berkumpul bakteri-bakteri. Kami melakukan tes di Nelson Laboratories di Salt Lake City , dan kami memutuskan untuk meneliti jumlah rata-rata tas tangan yang dibawa para wanita setiap hari nya.
Kebanyakan wanita mengatakan bahwa mereka tidak berhenti berpikir tentang apa yang ada di bagian bawah tas mer eka . Kebanyakan wanita tersebut mengatakan biasanya mer eka meletakkan tas mer eka di atas meja dapur atau meja makan saat makanan disajikan.
Para wanita ini mengatakan mereka tidak akan heran bila tas mereka sedikit kotor. Tapi ternyata, yang mengejutkan adalah bahwa tas tersebut sangatlah kotor, bahkan ahli mikrobioligi yang melakukan tes tersebut pun sangat terkejut.. Ahli mikrobiologi Amy Karen dari Nelson Labs mengatakan hampir semua tas yang diuji, bukan saja banyak mengandung bakteri biasa tapi juga bakteri yang amat berbahaya. Contohnya bakteri Psudomonas yang dapat menyebabkan infeksi mata, staphylococcus aurous dapat menyebabkan infeksi kulit yang serius dan salmonella serta e-coli yang ditemukan pada tas dapat menyebabkan orang jatuh sakit. Dalam sebuah contoh, empat dan lima tas yang diuji positif mengandung salmonella dan itu ternyata bukan yang terburuk..
Tas yang terbuat dari kulit atau vinyl cenderung lebih bersih dan tas yang terbuat dari kain dan saat ini trend model amat memegang peranan yang penting. Wanita yang memilik anak-anak cenderung memiliki tas yang lebih kotor daripada yang tidak memiliki anak, dengan satu pengecualian. Tas seorang wanita single yang sering pergi hangout ke klub atau caffe atau diskotik adalah yang paling terkontaminasi, kadang mengandung kotoran (feses) atau kemungkinan bekas muntahan, kata Amy.
Inti tulisan ini adalah ¨ tas Anda tidak akan menyakitkan Anda, tetapi ada kemungkinan membuat Anda sakit jika Anda tetap melakukan dan meletakkan tas di tempat Anda makan. Gunakan gantungan untuk meletakkan tas Anda di rumah atau di toilet umum dan jangan letakkan tas di atas meja restoran atau meja makan Anda.
Para ahli mengatakan, Anda harus memperlakukan tas tersebut sama dengan sepatu Anda. Jika Anda berpikir meletakkan sepasang sepatu di atas meja makan atau dapur maka hal yang sama terjadi jika Anda meletakkan tas. Tas Anda telah terkontaminasi oleh orang-orang lain yang datang ke tempat tersebut sebelum Anda, mer eka bersin, batuk-batuk, buang air kecil, dan sebagainya.
Apakah Anda benar-benar ingin membawa semua kotoran itu ke rumah? Para ahi mikrobiologi di Nelson mengatakan bahwa wanita harus rajin membersihkan tasnya dan itu amat membantu.
Cuci tas yang terbuat dari kain dan gunakan pembersih kulit untuk membersihkan bagian bawah tas kulit Anda.
INFORMASIKAN INFO INI KEPADA SAHABAT-SAHABAT ANDA!!!!
PARA PRIA HARAP INFORMASIKAN KEPADA ISTRI, KEKASIH, SAUDARA PEREMPUAN, ATAU ANAK PEREMPUAN ANDA.
########
[Catatan: ini memang berita yang benar, dan bukan rekayasa orang yang sering disebarkan di internet. Artikel ini masuk media massa di Amerika. Hanya saja, dijelaskan di dalam artikel aslinya, bahwa ini BUKAN MASALAH BESAR dan kebanyakan orang tidak perlu kuatir. Walaupun ditemukan bakteri di dalam studi tersebut, rata-rata dalam jumlah yang tidak begitu signifikan. Kata peneliti, "Kalau ini memang menjadi masalah besar (kebersihan tas tangan wanita), kita pasti sudah pernah dengar kabarnya sebelum studi ini dilakukan. Ternyata tidak."
Hanya saja, karena kondisi lingkungan Indonesia yang sangat kotor, dan fasilitas umum yang rata-rata kurang bersih, saya rasa lebih baik agar para ibu-ibu menjadi lebih hati-hati, terutama dalam hal perhatikan di mana tas tangannya ditaruh. Semoga tidak selalu ditaruh di lantai di dalam semua kondisi.
Artikel asli yang masuk berita bisa dilihat di sini, sebagai contoh: Harmful bacteria found on handbags.
Semoga bermanfaat.
Gene]
Hukum Jenggot dan Keharmonisan Suami Isteri
Rabu, 26/11/2008 10:38 WIB
Assalaamu'alaikum wr. wb.
Pak Ustadz yang dimuliakan Allah....
Bagaimana sebenarnya hukum mencukur atau merapikan jenggot (termasuk brewok)? Karena, ada sebagian teman yang mengharamkan dan sebagian yang lain membolehkannya (makruh,red). Terima kasih.
Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Penanya kedua:
Isteri saya mengancam minta cerai jika saya tidak mau mencukur jenggot. Mana yang lebih didahulukan antara keharmonisan suami isteri dengan memelihara sunnah berjenggot?
Adi
Jawaban
Waalaikumussalam Wr. Wb.
Hukum Mencukur Jenggot
Memelihara jenggot dan tidak mencukurnya adalah sunnah Rasulullah saw yang kemudian juga diikuti oleh para sahabatnya. Perhatian Rasulullah saw dan juga para sahabatnya dalam pemeliharaan jenggot ini juga ditunjukkan dengan kebiasaan mereka merapihkan, merawat dan menyela-nyelanya dengan air saat berwudhu.
Diantaranya hadits Rasulullah saw dalam hal ini adalah,”Cukurlah kumis dan peliharalah jenggot.” (HR. Muslim) serta hadits yang diriwayatkan dari Zakaria bin Abi Zaidah dari Mus’ab bin Syaibah dari Tholq bin Habib dari Ibnu az Zubeir dari Aisyah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Sepuluh perkara fitrah : Mencukur kumis, memanjangkan jenggot, bersiwak, memasukkan air ke hidung (saat wudhu), memotong kuku, mencuci sendi-sendi jari tanggan, mencabut bulu ketiak, mecukur rambut di sekitar kelamin, mencuci dengan air setelah buang air kecil—kemudian Zakaria berkata,’Mus’ab mengatakan,’aku lupa yang kesepuluh kecuali berkumur-kumur.” (HR. Ahmad, Muslim, Nasai dan Tirmidzi)
Diantara hikmah lain dari larangan mencukur jenggot adalah agar kaum muslimin memiliki ciri khas sendiri dalam penampilan zhohirnya yang membedakannya dari orang-orang musyrik ataupun majusi, sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Berbedalah dengan kaum musyrikin, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis.” (HR. Tirmidzi)
Banyak ahli fiqih yang mengharamkan mencukur dengan alasan perintah Rasul saw untuk memeliharanya, sebab perintah itu pada asalnya menunjukkan hukum wajib, khususnya karena illat (alasannya) untuk membedakan diri dengan orang kafir, sedang membedakan diri dari orang kafir adalah wajib. Bahkan tidak terdapat satu pun riwayat yang menunjukkan adanya salah seorang Salaf yang meninggalkan kewajiban ini.
Yang dimaksud dengan memelihara jenggot bukan berarti tidak boleh memotongnya sama sekali, karena kadang-kadang jenggot bisa sampai sangat panjang dan buruk serta menggangu pemiliknya. Akan tetapi diperkenankan memotongnya apabila dirasa terlalu panjang dan lebar, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Tirmidzi (dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah saw pernah memotong jenggotnya dari lebar dan panjangnya.” Hadits ini dhoif).
Hal itu biasa dilakukan oleh sebagian ulama Salaf. Iyadh berkata,”Dimakruhkan mencukur, menggunting dan mencabut jenggot. Tetapi kalau mengurangi kepanjangan dan kelebatannya, maka hal itu bagus.”
Sebagian ulama masa kini memperbolehkan mencukur jenggot karena terpengaruh oleh kenyataan di lapangan dan karena memang bencana (ancaman) sudah merata. Mereka mengatakan bahwa memelihara jenggot adalah perbuatan yang biasa dilakukan Rasulullah saw (semata-mata kebiasaan) dan bukan merupakan ubudiyah dalam syara’. Tetapi yang benar, bahwa mencukur jenggot bukan hanya perbuatan Rasul saw melainkan perintah yang tegas dengan alasan untuk berbeda dari orang-orang kafir.
Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa berbeda dengan orang-orang kafir itulah yang menjadi tujuan Syar’i (Pembuat Syari’at). Karena kesamaan simbol-simbol lahiriyah bisa menimbulkan cinta kasih dan kesetiaan batin, sebagaimana halnya rasa cinta dalam batin dapat menimbulkan keserupaan sikap lahiriyah. Hal ini sudah dibuktikan oleh kenyataan dan pengalaman.
Selanjutnya Ibnu Taimiyah mengatakan,”Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma memerintahkan agar berbeda dari orang-orang kafir dan melarang menyerupai mereka secara total. Apa saja yang diduga dapat menimbulkan kerusakan walaupun samar dan tidak jelas, yang berhubungan dengan hukum haram maka menyerupai mereka secara lahir dapat menyebabkan tindakan menyerupai mereka dalam moral-moral dan perbuatan-perbuatan yang tercela, bahkan terhadap akidah sendiri.
Pengaruh hal itu memang tidak dapat dikongkritkan, dan kerusakan yang ditimbulkannya sendiri kadang-kadang memang tidak tampak transparan, tetapi sulit dihilangkan. Sedang segala sesuatu yang dapat menyebabkan kerusakan diharamkan oleh syara’. (Halal dan Haram edisi terjemah hal 103 – 104).
Sebetulnya yang ditunjukkan oleh Sunnah Syarifah dan adab-adab Islam dalam masalah ini adalah bahwa perintah terhadap pakaian, makanan, penampilan manusia tidaklah masuk dalam kategori ibadah yang harus dipegang teguh sebagaimana hal ini terjadi pada Rasulullah saw dan para sahabat. Akan tetapi seorang muslim diharuskan mengikuti perkara terbaik untuk lingkungannya, disukai masyarakatnya dan yang menjadi kebiasaan mereka dengan tidak melanggar nash atau hukum yang tidak diperselisihkan. Hukum memanjangkan jenggot atau mencukurnya adalah diantara perkara-perkara yang diperselisihkan. (Fatawa al Azhar juz II hal 166, Maktabah Syamilah)
Yusuf al Qorodhowi membagi hukum mencukur jenggot ini menjadi tiga pendapat :
1. Haram, sebagaimana dikemukan oleh Ibnu Taimiyah dan lainnya.
2. Makruh, sebagaimana diriwayatkan dalam Fathul Bari dari pendapat Iyadh, sedang dari selain Iyadh tidak disebutkan.
3. Mubah, sebagaimana dikemukakan oleh sebagian ulama modern.
Barangkali pendapat yang lebih moderat, lebih mendekati kebenaran, dan lebih adil ialah pendapat yang memakruhkannya, karena suatu perintah tidak selamanya menunjukkan hukum wajib sekalipun ditegaskan alasannya (illat) untuk berbeda dengan orang-orang kafir. Contoh yang terdekat adalah perintah untuk menyemir rambut agar berbeda dengan kaum Yahudi dan Nasrani, tetapi sebagian sahabat tidak menyemir rambutnya. Hal itu menunjukkan bahwa perintah tersebut hukumnya mustahab (sunnat).
Memang benar tidaka ada seorang pun Salaf yang mencukur jenggotnya, akan tetapi hal itu boleh jadi karena mereka tidak merasa perlu mencukurnya sedang memelihara jenggot sudah menjadi kebiasaan mereka. (Halal dan Haram, edisi terjemah hal 104)
Diantara Dua Pilihan
Keberlangsungan suatu rumah tangga yang ditandai dengan keharmonisan pasangan suami istri merupakan hal yang sangat dianjurkan oleh islam. Suatu pernikahan yang dibangun oleh suatu pasangan suami istri bukanlah hanya untuk beberapa waktu atau tergantung keadaan dan situasi, selama masih cocok terus dan ketika sudah tidak cocok selesai tanpa memikirkan berbagai akibat yuang ditimbulkannya. Untuk itu islam menamakan ikatan perkawinan dengan mitsaqon gholizho (perjanjian yang kuat), sebagaimana firman Allah swt,”Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.” (QS. An Nisaa : 21)
Menjaga keutuhan rumah tangga adalah suatu kewajiban dan perceraian merupakan perkara halal yang paling dibenci Allah swt. Artinya perceraian ini harus dihindarkan dan menjadi alternatif yang paling akhir ketika memang suatu permasalahan rumah tangga sudah sulit dicari solusinya sehingga perceraian hanyalah terjadi dalam kondisi darurat, sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah swt adalah talak.” (HR. Abu Daud dan Hakim)
Sedangkan mencukur dan memanjangkan jenggot adalah perkara yang masih diperselisihkan para ulama, apakah ia wajib, sunnah, dianjurkan, makruh atau dibolehkan.
Dengan demikian, menjaga kelangsungan hubungan suami istri dengan menghindari perceraian lebih diutamakan daripada memanjangkan jenggot dikarenakan meninggalkan perbuatan memanjanngkan jenggot ini bukan merupakan suatu kemaksiatan yang pasti (qoth’i), kalaupun ada yang menyebutkan bahwa memanjangkan jenggot adalah sunnah Rasul maka arti sunnah adalah thoriqoh (jalan) yaitu berpahala bagi yang melakukannya dan tidak berdosa bagi yang meninggalkannya.
Ada satu kaidah fiqih yaitu,”Menghindari mafsadah (keburukan) lebih diutamakan daripada mengambil maslahat (kebaikan).” Artinya apabila dihadapkan oleh mafsadah dan maslahat maka mencegah dominannya mafsadah harus didahulukan karena perhatian Pembuat Syari’at terhadap hal-hal yang dilarang lebih besar daripada perhatiannya dengan hal-hal yang diperintahkan. Untuk itu Rasulullah saw bersabda,”Apabila aku perintahkan kalian suatu perkara maka lakukanlah semampu kalian dan apabila aku larang kalian dari suatu perkara maka jauhilah.”
Jika maslahat lebih dominan daripada mafsadah maka mengedepankan maslahat daripada mafsadah, misalnya; sholat ketika ada persyaratan yang tidak terpenuhi seperti bersuci, menutup aurat atau menghadap kiblat yang setiap kondisi itu adalah mafsadah karena adanya pelanggaran terhadap Allah swt dan tidaklah bermunajat kepada Allah kecuali dalam keadaan yang sempurna.
Namun ketika ada uzur (halangan) terhadap sesuatu dari itu semua maka diperbolehkan sholat tanpanya karena lebih mengedepankan maslahat sholat daripada mafsadahnya. Contoh lain adalah berdusta untuk kebaikan manusia atau dusta terhadap istri demi memperbaikinya. Jenis kaidah ini kembali kepada kaidah mengambil mafsadah (kerusakan) yang paling ringan jika dihadapkan oleh dua mafsadah. (al Asbah wan Nazhoir juz I hal 154, maktabah Syamilah)
Dari kaidah fiqih diatas maka menghindari perceraian diantara suami istri haruslah lebih didahulukan daripada keinginan untuk memanjangkan jenggot karena mudharat (akibat) yang ditimbulkan oleh perceraian amatlah luas yang tidak hanya menyangkut hubungan mereka berdua tetapi juga anak-anak, keluarga besar dari keduanya, warisan dan yang lainnya sedangkan manfaat memanjangkan jenggot hanyalah pada pelakunya meskipun hukum tetap dalam permasalahan ini masih diperselisihkan.
Wallahu A’lam
Sumber: Eramuslim.com
Assalaamu'alaikum wr. wb.
Pak Ustadz yang dimuliakan Allah....
Bagaimana sebenarnya hukum mencukur atau merapikan jenggot (termasuk brewok)? Karena, ada sebagian teman yang mengharamkan dan sebagian yang lain membolehkannya (makruh,red). Terima kasih.
Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Penanya kedua:
Isteri saya mengancam minta cerai jika saya tidak mau mencukur jenggot. Mana yang lebih didahulukan antara keharmonisan suami isteri dengan memelihara sunnah berjenggot?
Adi
Jawaban
Waalaikumussalam Wr. Wb.
Hukum Mencukur Jenggot
Memelihara jenggot dan tidak mencukurnya adalah sunnah Rasulullah saw yang kemudian juga diikuti oleh para sahabatnya. Perhatian Rasulullah saw dan juga para sahabatnya dalam pemeliharaan jenggot ini juga ditunjukkan dengan kebiasaan mereka merapihkan, merawat dan menyela-nyelanya dengan air saat berwudhu.
Diantaranya hadits Rasulullah saw dalam hal ini adalah,”Cukurlah kumis dan peliharalah jenggot.” (HR. Muslim) serta hadits yang diriwayatkan dari Zakaria bin Abi Zaidah dari Mus’ab bin Syaibah dari Tholq bin Habib dari Ibnu az Zubeir dari Aisyah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Sepuluh perkara fitrah : Mencukur kumis, memanjangkan jenggot, bersiwak, memasukkan air ke hidung (saat wudhu), memotong kuku, mencuci sendi-sendi jari tanggan, mencabut bulu ketiak, mecukur rambut di sekitar kelamin, mencuci dengan air setelah buang air kecil—kemudian Zakaria berkata,’Mus’ab mengatakan,’aku lupa yang kesepuluh kecuali berkumur-kumur.” (HR. Ahmad, Muslim, Nasai dan Tirmidzi)
Diantara hikmah lain dari larangan mencukur jenggot adalah agar kaum muslimin memiliki ciri khas sendiri dalam penampilan zhohirnya yang membedakannya dari orang-orang musyrik ataupun majusi, sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Berbedalah dengan kaum musyrikin, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis.” (HR. Tirmidzi)
Banyak ahli fiqih yang mengharamkan mencukur dengan alasan perintah Rasul saw untuk memeliharanya, sebab perintah itu pada asalnya menunjukkan hukum wajib, khususnya karena illat (alasannya) untuk membedakan diri dengan orang kafir, sedang membedakan diri dari orang kafir adalah wajib. Bahkan tidak terdapat satu pun riwayat yang menunjukkan adanya salah seorang Salaf yang meninggalkan kewajiban ini.
Yang dimaksud dengan memelihara jenggot bukan berarti tidak boleh memotongnya sama sekali, karena kadang-kadang jenggot bisa sampai sangat panjang dan buruk serta menggangu pemiliknya. Akan tetapi diperkenankan memotongnya apabila dirasa terlalu panjang dan lebar, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Tirmidzi (dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah saw pernah memotong jenggotnya dari lebar dan panjangnya.” Hadits ini dhoif).
Hal itu biasa dilakukan oleh sebagian ulama Salaf. Iyadh berkata,”Dimakruhkan mencukur, menggunting dan mencabut jenggot. Tetapi kalau mengurangi kepanjangan dan kelebatannya, maka hal itu bagus.”
Sebagian ulama masa kini memperbolehkan mencukur jenggot karena terpengaruh oleh kenyataan di lapangan dan karena memang bencana (ancaman) sudah merata. Mereka mengatakan bahwa memelihara jenggot adalah perbuatan yang biasa dilakukan Rasulullah saw (semata-mata kebiasaan) dan bukan merupakan ubudiyah dalam syara’. Tetapi yang benar, bahwa mencukur jenggot bukan hanya perbuatan Rasul saw melainkan perintah yang tegas dengan alasan untuk berbeda dari orang-orang kafir.
Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa berbeda dengan orang-orang kafir itulah yang menjadi tujuan Syar’i (Pembuat Syari’at). Karena kesamaan simbol-simbol lahiriyah bisa menimbulkan cinta kasih dan kesetiaan batin, sebagaimana halnya rasa cinta dalam batin dapat menimbulkan keserupaan sikap lahiriyah. Hal ini sudah dibuktikan oleh kenyataan dan pengalaman.
Selanjutnya Ibnu Taimiyah mengatakan,”Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma memerintahkan agar berbeda dari orang-orang kafir dan melarang menyerupai mereka secara total. Apa saja yang diduga dapat menimbulkan kerusakan walaupun samar dan tidak jelas, yang berhubungan dengan hukum haram maka menyerupai mereka secara lahir dapat menyebabkan tindakan menyerupai mereka dalam moral-moral dan perbuatan-perbuatan yang tercela, bahkan terhadap akidah sendiri.
Pengaruh hal itu memang tidak dapat dikongkritkan, dan kerusakan yang ditimbulkannya sendiri kadang-kadang memang tidak tampak transparan, tetapi sulit dihilangkan. Sedang segala sesuatu yang dapat menyebabkan kerusakan diharamkan oleh syara’. (Halal dan Haram edisi terjemah hal 103 – 104).
Sebetulnya yang ditunjukkan oleh Sunnah Syarifah dan adab-adab Islam dalam masalah ini adalah bahwa perintah terhadap pakaian, makanan, penampilan manusia tidaklah masuk dalam kategori ibadah yang harus dipegang teguh sebagaimana hal ini terjadi pada Rasulullah saw dan para sahabat. Akan tetapi seorang muslim diharuskan mengikuti perkara terbaik untuk lingkungannya, disukai masyarakatnya dan yang menjadi kebiasaan mereka dengan tidak melanggar nash atau hukum yang tidak diperselisihkan. Hukum memanjangkan jenggot atau mencukurnya adalah diantara perkara-perkara yang diperselisihkan. (Fatawa al Azhar juz II hal 166, Maktabah Syamilah)
Yusuf al Qorodhowi membagi hukum mencukur jenggot ini menjadi tiga pendapat :
1. Haram, sebagaimana dikemukan oleh Ibnu Taimiyah dan lainnya.
2. Makruh, sebagaimana diriwayatkan dalam Fathul Bari dari pendapat Iyadh, sedang dari selain Iyadh tidak disebutkan.
3. Mubah, sebagaimana dikemukakan oleh sebagian ulama modern.
Barangkali pendapat yang lebih moderat, lebih mendekati kebenaran, dan lebih adil ialah pendapat yang memakruhkannya, karena suatu perintah tidak selamanya menunjukkan hukum wajib sekalipun ditegaskan alasannya (illat) untuk berbeda dengan orang-orang kafir. Contoh yang terdekat adalah perintah untuk menyemir rambut agar berbeda dengan kaum Yahudi dan Nasrani, tetapi sebagian sahabat tidak menyemir rambutnya. Hal itu menunjukkan bahwa perintah tersebut hukumnya mustahab (sunnat).
Memang benar tidaka ada seorang pun Salaf yang mencukur jenggotnya, akan tetapi hal itu boleh jadi karena mereka tidak merasa perlu mencukurnya sedang memelihara jenggot sudah menjadi kebiasaan mereka. (Halal dan Haram, edisi terjemah hal 104)
Diantara Dua Pilihan
Keberlangsungan suatu rumah tangga yang ditandai dengan keharmonisan pasangan suami istri merupakan hal yang sangat dianjurkan oleh islam. Suatu pernikahan yang dibangun oleh suatu pasangan suami istri bukanlah hanya untuk beberapa waktu atau tergantung keadaan dan situasi, selama masih cocok terus dan ketika sudah tidak cocok selesai tanpa memikirkan berbagai akibat yuang ditimbulkannya. Untuk itu islam menamakan ikatan perkawinan dengan mitsaqon gholizho (perjanjian yang kuat), sebagaimana firman Allah swt,”Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.” (QS. An Nisaa : 21)
Menjaga keutuhan rumah tangga adalah suatu kewajiban dan perceraian merupakan perkara halal yang paling dibenci Allah swt. Artinya perceraian ini harus dihindarkan dan menjadi alternatif yang paling akhir ketika memang suatu permasalahan rumah tangga sudah sulit dicari solusinya sehingga perceraian hanyalah terjadi dalam kondisi darurat, sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah swt adalah talak.” (HR. Abu Daud dan Hakim)
Sedangkan mencukur dan memanjangkan jenggot adalah perkara yang masih diperselisihkan para ulama, apakah ia wajib, sunnah, dianjurkan, makruh atau dibolehkan.
Dengan demikian, menjaga kelangsungan hubungan suami istri dengan menghindari perceraian lebih diutamakan daripada memanjangkan jenggot dikarenakan meninggalkan perbuatan memanjanngkan jenggot ini bukan merupakan suatu kemaksiatan yang pasti (qoth’i), kalaupun ada yang menyebutkan bahwa memanjangkan jenggot adalah sunnah Rasul maka arti sunnah adalah thoriqoh (jalan) yaitu berpahala bagi yang melakukannya dan tidak berdosa bagi yang meninggalkannya.
Ada satu kaidah fiqih yaitu,”Menghindari mafsadah (keburukan) lebih diutamakan daripada mengambil maslahat (kebaikan).” Artinya apabila dihadapkan oleh mafsadah dan maslahat maka mencegah dominannya mafsadah harus didahulukan karena perhatian Pembuat Syari’at terhadap hal-hal yang dilarang lebih besar daripada perhatiannya dengan hal-hal yang diperintahkan. Untuk itu Rasulullah saw bersabda,”Apabila aku perintahkan kalian suatu perkara maka lakukanlah semampu kalian dan apabila aku larang kalian dari suatu perkara maka jauhilah.”
Jika maslahat lebih dominan daripada mafsadah maka mengedepankan maslahat daripada mafsadah, misalnya; sholat ketika ada persyaratan yang tidak terpenuhi seperti bersuci, menutup aurat atau menghadap kiblat yang setiap kondisi itu adalah mafsadah karena adanya pelanggaran terhadap Allah swt dan tidaklah bermunajat kepada Allah kecuali dalam keadaan yang sempurna.
Namun ketika ada uzur (halangan) terhadap sesuatu dari itu semua maka diperbolehkan sholat tanpanya karena lebih mengedepankan maslahat sholat daripada mafsadahnya. Contoh lain adalah berdusta untuk kebaikan manusia atau dusta terhadap istri demi memperbaikinya. Jenis kaidah ini kembali kepada kaidah mengambil mafsadah (kerusakan) yang paling ringan jika dihadapkan oleh dua mafsadah. (al Asbah wan Nazhoir juz I hal 154, maktabah Syamilah)
Dari kaidah fiqih diatas maka menghindari perceraian diantara suami istri haruslah lebih didahulukan daripada keinginan untuk memanjangkan jenggot karena mudharat (akibat) yang ditimbulkan oleh perceraian amatlah luas yang tidak hanya menyangkut hubungan mereka berdua tetapi juga anak-anak, keluarga besar dari keduanya, warisan dan yang lainnya sedangkan manfaat memanjangkan jenggot hanyalah pada pelakunya meskipun hukum tetap dalam permasalahan ini masih diperselisihkan.
Wallahu A’lam
Sumber: Eramuslim.com
26 November, 2008
Sekolah Lebih Pagi dan Kemacetan
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Yang saya anggap paling aneh di dalam semua komentar dari pejabat Pemda DKI, tidak ada SATUPUN yang bicara tentang Metro Mini, Kopaja, dan bis kota lain yang tidak layak dipakai oleh karyawan perkantoran. Yang dibicarakan mereka hanya seputar jumlah kendaraan (mobil pribadi) naik setiap tahun dan menjadi penyebab macet. Mereka tidak pernah mau menjelaskan KENAPA mereka begitu lalai sehingga mereka tidak mau melarang bis kotor dan rusak itu beroperasi di dalam DKI.
Kenapa bukan ini yang menjadi solusi kemacetan: MENYEDIAKAN BIS KOTA YANG BERKUALITAS.
Sekarang mereka mulai bicara lagi tentang MRT. Mau bikin MRT, subway, monorail, balon udara atau apapun, tetap tidak menjadi solusi tepat selama tidak ada angkutan umum (bis kota) yang layak. Apalagi busway membuat jalan-jalan lebih macet dan tidak menjadi solusi (tetapi menyediakan proyek yang banyak, ya!)
Selama Pemda DKI tidak mau menjelaskan alasan kenapa mereka mempertahankan bis rusak seperti Metro Mini dan Kopaja selama puluhan tahun dan tidak mau berjanji untuk menggantikannya, kita hanya bisa mencari solusi yang lain seperti mobil pribadi dan motor.
Salah siapa?
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
########
Cita-cita Tak Antre di Jalan
Lebih baik disediakan angkutan massal.
Awal tahun depan bisa menjadi masa tersulit bagi Rizzkie Rahman. Betapa tidak, peraturan pemerintah yang mempercepat jam masuk sekolah memaksa bocah 8 tahun bangun lebih pagi.
"Biasanya dibangunin paksa, eh, sekarang malah harus lebih pagi lagi," kata Tri, 28 tahun, ibu Rizzkie. Tiap hari anaknya baru siap berangkat sekolah pukul 07.30. Kata Tri, perlu satu jam untuk memaksa Rizzkie mandi, berkemas, dan sarapan. Belum lagi waktu tempuh bocah itu dari rumahnya di kawasan Kayu Putih ke sekolahnya di Rawamangun, Jakarta Timur. "Bisa setengah jam. Pas datang pas masuk," ujar Tri.
Akhir pekan lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto mengumumkan peraturan tentang jam sekolah, dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, yang harus dimulai pukul 06.30, atau lebih awal setengah jam. Semua itu dilakukan, "Demi mengurangi kemacetan 6 hingga 14 persen karena transportasi anak sekolah," kata Prijanto.
Riza Hashim, Kepala Subdinas Pengendalian Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya Dinas Perhubungan DKI Jakarta, menganalisis, pukul 07.00 hingga pukul 09.00 merupakan jam macet rutin di Jakarta karena saat itu semua orang bersamaan "turun" ke jalan. "Ribuan kendaraan melintas. Bayangkan, seperti apa macetnya," ujar Riza kepada Tempo, Ahad lalu.
Ia mengatakan titik sentra kemacetan di Jakarta tersebar merata. Di lima wilayah Ibu Kota, setiap perempatan jalan bisa dikatakan menjadi sentra kemacetan.
Akhir 2007, Traffic Management Centre Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya menyebutkan ada 81 titik kemacetan di Jakarta. Angka ini naik tajam menjadi 116 titik pada pertengahan 2008. [SETELAH DIBUAT JALUR BUSWAY YANG TIDAK MENJADI SOLUSI TETAPI BAGIAN DARI MASALAH – Gene].
Menurut Riza, kemacetan lantaran tak sebandingnya pertumbuhan ruas jalan dengan pertumbuhan jumlah kendaraan. Menurut data PT Permintori, perusahaan konsultan transportasi Dinas Perhubungan DKI, pertumbuhan kendaraan di Jakarta mencapai 9 persen per tahun, sementara ruas jalan hanya bertambah 0,01 persen.
Jumlah rute angkutan per hari juga fantastis. Dalam sehari, Permintori menghitung ada 20,7 juta perjalanan di Jakarta. Dari jumlah itu, perjalanan para pekerja mencapai 32 persennya atau 5,6 juta trip, sedangkan perjalanan para pelajar mencapai 30 persen atau 5,3 juta trip.
Riza menegaskan, Pemerintah DKI Jakarta sudah melakukan beragam upaya, dari menetapkan aturan 3 in 1 hingga mengoperasikan berbagai moda angkutan massal. Namun, pengurangan kemacetan nyaris nihil. "Kami membagi waktu keberangkatan pengguna jalan. Agar tak turun ke jalan bersama-sama," kata Riza.
Yayat Supriyatna, pengamat tata kota Universitas Trisakti, mengatakan kemacetan selama ini merupakan bentuk kegagalan pemerintah mengubah pola transportasi dari individu ke arah transportasi massal dengan cepat. "Mending disediakan angkutan massal ketimbang maksa anak-anak bangun pagi," ujarnya.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi meminta pemerintah menggelar dialog dulu dengan anak-anak dan guru. Ia mengingatkan, jika kebijakan itu diterapkan, anak-anak jangan dikorbankan. "Seperti kurang tidur dan terlambat masuk sekolah," ujarnya. ISTI | FERY FIRMANSYAH | EKA UTAMI
Macet dari Hulu ke Hilir
Yayat Supriyatna, pengamat tata kota Universitas Trisakti: kualitas layanan lalu lintas di Jakarta berada pada kelas C atau D. Ia menunjukkan beberapa fakta:
· Rata-rata kendaraan hanya bisa melaju maksimal 30 kilometer per jam.
· Jumlah kendaraan di Jakarta, Depok, Bekasi, dan Tangerang tahun ini mencapai 9,5 juta, atau meningkat dua juta unit dibanding 2006.
· Panjang jalan 7.650 kilometer dengan luas 40,1 kilometer persegi.
· Ada 236.908 kendaraan di setiap kilometer persegi jalan raya.
FERY FIRMANSYAH
Sumber: Korantempo.com
*****
Editorial : Kontroversi Sekolah Lebih Pagi
Rencana pemerintah DKI Jakarta memajukan waktu masuk sekolah bisa memicu masalah baru. Kebijakan ini belum dikaji mendalam. Tak ada jaminan kemacetan lalu lintas di Ibu Kota bakal terurai hanya karena jam pelajaran di sekolah dimulai lebih pagi. Namun, siapa korban kebijakan kontroversial ini sudah jelas, yakni para pelajar.
Anak-anak harus tiba di sekolah pada pukul 06.30, maju setengah jam dari waktu yang berlaku selama ini. Kebijakan yang mulai efektif pada 1 Januari 2009 ini mengubah jam biologis para siswa. Sebab, seperti yang dikeluhkan oleh para guru, selama ini pun banyak siswa mengalami masalah dengan bangun pagi. Bila diminta bangun lebih pagi lagi, tentu akan semakin banyak siswa yang menderita.
Pemerintah perlu memikirkan dampak perubahan itu bagi siswa. Memajukan waktu masuk sekolah berarti pula mengurangi jam tidur. Boleh jadi hal ini akan berimbas pada perkembangan otak maupun fisik anak-anak sekolah. Bagaimanapun, mereka butuh waktu tidur yang cukup agar otak dan fisiknya tumbuh sempurna. Kurang tidur juga bisa membuat para pelajar mengalami depresi.
Memajukan waktu masuk sekolah belum tentu pula merupakan solusi jitu mengurangi kemacetan. Mungkin saja benar, berdasarkan survei, perjalanan ke sekolah merupakan 30 persen dari jumlah lalu lintas di pagi hari. Tapi mengubah waktu masuk sekolah jangan-jangan hanya akan menggeser kemacetan menjadi lebih pagi. Soalnya, pada pagi hari sudah banyak pula orang berangkat kerja.
Jelas penyebab kemacetan adalah tidak seimbangnya jumlah kendaraan dengan panjang jalan. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 8 juta. Adapun luas ruas jalan hanya 27 juta meter persegi. Dengan data statistik ini, bila semua kendaraan bermotor keluar garasi pada waktu bersamaan, lalu lintas akan tumpah hingga wilayah Tangerang dan Bekasi dan tak bisa bergerak.
Kemacetan juga akibat kecenderungan warga Jakarta yang lebih suka mengendarai mobil pribadi ketimbang menumpang angkutan umum. Layanan angkutan umum yang buruk dan jumlahnya yang terbatas membuat kebiasaan itu sulit diubah. Program busway, yang semula diharapkan akan membuat para pemilik kendaraan pribadi beralih ke jenis transportasi umum, ternyata tak berjalan mulus. Penumpang terpaksa berdesakan setiap hari karena jumlah busnya terlalu sedikit. Beberapa koridor busway yang sudah dibangun malah dibiarkan telantar.
Mestinya, itulah yang perlu dibenahi oleh pemerintah daerah. Kalau saja pemerintah mampu menyediakan sarana transportasi umum yang nyaman dan memadai, dengan sendirinya warga akan mengistirahatkan kendaraan pribadi.
Kemacetan lalu lintas juga sering disebabkan oleh pembangunan yang tak mengindahkan konsep tata kota yang ideal. Pusat perkantoran dan belanja seolah dibiarkan dibangun di mana saja di segala penjuru Ibu Kota.
Begitu pula sekolah. Saat ini kebanyakan sekolah favorit berada di tengah kota. Andaikata pemerintah kembali menghidupkan sistem rayonisasi pendidikan sehingga sekolah favorit tersebar di semua wilayah, kemacetan berkurang dengan sendirinya. Dan, anak sekolah tak perlu bangun lebih pagi.
Sumber: Korantempo.com
Yang saya anggap paling aneh di dalam semua komentar dari pejabat Pemda DKI, tidak ada SATUPUN yang bicara tentang Metro Mini, Kopaja, dan bis kota lain yang tidak layak dipakai oleh karyawan perkantoran. Yang dibicarakan mereka hanya seputar jumlah kendaraan (mobil pribadi) naik setiap tahun dan menjadi penyebab macet. Mereka tidak pernah mau menjelaskan KENAPA mereka begitu lalai sehingga mereka tidak mau melarang bis kotor dan rusak itu beroperasi di dalam DKI.
Kenapa bukan ini yang menjadi solusi kemacetan: MENYEDIAKAN BIS KOTA YANG BERKUALITAS.
Sekarang mereka mulai bicara lagi tentang MRT. Mau bikin MRT, subway, monorail, balon udara atau apapun, tetap tidak menjadi solusi tepat selama tidak ada angkutan umum (bis kota) yang layak. Apalagi busway membuat jalan-jalan lebih macet dan tidak menjadi solusi (tetapi menyediakan proyek yang banyak, ya!)
Selama Pemda DKI tidak mau menjelaskan alasan kenapa mereka mempertahankan bis rusak seperti Metro Mini dan Kopaja selama puluhan tahun dan tidak mau berjanji untuk menggantikannya, kita hanya bisa mencari solusi yang lain seperti mobil pribadi dan motor.
Salah siapa?
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
########
Cita-cita Tak Antre di Jalan
Lebih baik disediakan angkutan massal.
Awal tahun depan bisa menjadi masa tersulit bagi Rizzkie Rahman. Betapa tidak, peraturan pemerintah yang mempercepat jam masuk sekolah memaksa bocah 8 tahun bangun lebih pagi.
"Biasanya dibangunin paksa, eh, sekarang malah harus lebih pagi lagi," kata Tri, 28 tahun, ibu Rizzkie. Tiap hari anaknya baru siap berangkat sekolah pukul 07.30. Kata Tri, perlu satu jam untuk memaksa Rizzkie mandi, berkemas, dan sarapan. Belum lagi waktu tempuh bocah itu dari rumahnya di kawasan Kayu Putih ke sekolahnya di Rawamangun, Jakarta Timur. "Bisa setengah jam. Pas datang pas masuk," ujar Tri.
Akhir pekan lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto mengumumkan peraturan tentang jam sekolah, dari sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, yang harus dimulai pukul 06.30, atau lebih awal setengah jam. Semua itu dilakukan, "Demi mengurangi kemacetan 6 hingga 14 persen karena transportasi anak sekolah," kata Prijanto.
Riza Hashim, Kepala Subdinas Pengendalian Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya Dinas Perhubungan DKI Jakarta, menganalisis, pukul 07.00 hingga pukul 09.00 merupakan jam macet rutin di Jakarta karena saat itu semua orang bersamaan "turun" ke jalan. "Ribuan kendaraan melintas. Bayangkan, seperti apa macetnya," ujar Riza kepada Tempo, Ahad lalu.
Ia mengatakan titik sentra kemacetan di Jakarta tersebar merata. Di lima wilayah Ibu Kota, setiap perempatan jalan bisa dikatakan menjadi sentra kemacetan.
Akhir 2007, Traffic Management Centre Direktorat Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya menyebutkan ada 81 titik kemacetan di Jakarta. Angka ini naik tajam menjadi 116 titik pada pertengahan 2008. [SETELAH DIBUAT JALUR BUSWAY YANG TIDAK MENJADI SOLUSI TETAPI BAGIAN DARI MASALAH – Gene].
Menurut Riza, kemacetan lantaran tak sebandingnya pertumbuhan ruas jalan dengan pertumbuhan jumlah kendaraan. Menurut data PT Permintori, perusahaan konsultan transportasi Dinas Perhubungan DKI, pertumbuhan kendaraan di Jakarta mencapai 9 persen per tahun, sementara ruas jalan hanya bertambah 0,01 persen.
Jumlah rute angkutan per hari juga fantastis. Dalam sehari, Permintori menghitung ada 20,7 juta perjalanan di Jakarta. Dari jumlah itu, perjalanan para pekerja mencapai 32 persennya atau 5,6 juta trip, sedangkan perjalanan para pelajar mencapai 30 persen atau 5,3 juta trip.
Riza menegaskan, Pemerintah DKI Jakarta sudah melakukan beragam upaya, dari menetapkan aturan 3 in 1 hingga mengoperasikan berbagai moda angkutan massal. Namun, pengurangan kemacetan nyaris nihil. "Kami membagi waktu keberangkatan pengguna jalan. Agar tak turun ke jalan bersama-sama," kata Riza.
Yayat Supriyatna, pengamat tata kota Universitas Trisakti, mengatakan kemacetan selama ini merupakan bentuk kegagalan pemerintah mengubah pola transportasi dari individu ke arah transportasi massal dengan cepat. "Mending disediakan angkutan massal ketimbang maksa anak-anak bangun pagi," ujarnya.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Seto Mulyadi meminta pemerintah menggelar dialog dulu dengan anak-anak dan guru. Ia mengingatkan, jika kebijakan itu diterapkan, anak-anak jangan dikorbankan. "Seperti kurang tidur dan terlambat masuk sekolah," ujarnya. ISTI | FERY FIRMANSYAH | EKA UTAMI
Macet dari Hulu ke Hilir
Yayat Supriyatna, pengamat tata kota Universitas Trisakti: kualitas layanan lalu lintas di Jakarta berada pada kelas C atau D. Ia menunjukkan beberapa fakta:
· Rata-rata kendaraan hanya bisa melaju maksimal 30 kilometer per jam.
· Jumlah kendaraan di Jakarta, Depok, Bekasi, dan Tangerang tahun ini mencapai 9,5 juta, atau meningkat dua juta unit dibanding 2006.
· Panjang jalan 7.650 kilometer dengan luas 40,1 kilometer persegi.
· Ada 236.908 kendaraan di setiap kilometer persegi jalan raya.
FERY FIRMANSYAH
Sumber: Korantempo.com
*****
Editorial : Kontroversi Sekolah Lebih Pagi
Rencana pemerintah DKI Jakarta memajukan waktu masuk sekolah bisa memicu masalah baru. Kebijakan ini belum dikaji mendalam. Tak ada jaminan kemacetan lalu lintas di Ibu Kota bakal terurai hanya karena jam pelajaran di sekolah dimulai lebih pagi. Namun, siapa korban kebijakan kontroversial ini sudah jelas, yakni para pelajar.
Anak-anak harus tiba di sekolah pada pukul 06.30, maju setengah jam dari waktu yang berlaku selama ini. Kebijakan yang mulai efektif pada 1 Januari 2009 ini mengubah jam biologis para siswa. Sebab, seperti yang dikeluhkan oleh para guru, selama ini pun banyak siswa mengalami masalah dengan bangun pagi. Bila diminta bangun lebih pagi lagi, tentu akan semakin banyak siswa yang menderita.
Pemerintah perlu memikirkan dampak perubahan itu bagi siswa. Memajukan waktu masuk sekolah berarti pula mengurangi jam tidur. Boleh jadi hal ini akan berimbas pada perkembangan otak maupun fisik anak-anak sekolah. Bagaimanapun, mereka butuh waktu tidur yang cukup agar otak dan fisiknya tumbuh sempurna. Kurang tidur juga bisa membuat para pelajar mengalami depresi.
Memajukan waktu masuk sekolah belum tentu pula merupakan solusi jitu mengurangi kemacetan. Mungkin saja benar, berdasarkan survei, perjalanan ke sekolah merupakan 30 persen dari jumlah lalu lintas di pagi hari. Tapi mengubah waktu masuk sekolah jangan-jangan hanya akan menggeser kemacetan menjadi lebih pagi. Soalnya, pada pagi hari sudah banyak pula orang berangkat kerja.
Jelas penyebab kemacetan adalah tidak seimbangnya jumlah kendaraan dengan panjang jalan. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta mencapai 8 juta. Adapun luas ruas jalan hanya 27 juta meter persegi. Dengan data statistik ini, bila semua kendaraan bermotor keluar garasi pada waktu bersamaan, lalu lintas akan tumpah hingga wilayah Tangerang dan Bekasi dan tak bisa bergerak.
Kemacetan juga akibat kecenderungan warga Jakarta yang lebih suka mengendarai mobil pribadi ketimbang menumpang angkutan umum. Layanan angkutan umum yang buruk dan jumlahnya yang terbatas membuat kebiasaan itu sulit diubah. Program busway, yang semula diharapkan akan membuat para pemilik kendaraan pribadi beralih ke jenis transportasi umum, ternyata tak berjalan mulus. Penumpang terpaksa berdesakan setiap hari karena jumlah busnya terlalu sedikit. Beberapa koridor busway yang sudah dibangun malah dibiarkan telantar.
Mestinya, itulah yang perlu dibenahi oleh pemerintah daerah. Kalau saja pemerintah mampu menyediakan sarana transportasi umum yang nyaman dan memadai, dengan sendirinya warga akan mengistirahatkan kendaraan pribadi.
Kemacetan lalu lintas juga sering disebabkan oleh pembangunan yang tak mengindahkan konsep tata kota yang ideal. Pusat perkantoran dan belanja seolah dibiarkan dibangun di mana saja di segala penjuru Ibu Kota.
Begitu pula sekolah. Saat ini kebanyakan sekolah favorit berada di tengah kota. Andaikata pemerintah kembali menghidupkan sistem rayonisasi pendidikan sehingga sekolah favorit tersebar di semua wilayah, kemacetan berkurang dengan sendirinya. Dan, anak sekolah tak perlu bangun lebih pagi.
Sumber: Korantempo.com
25 November, 2008
Kegiatan Sosial di Bekasi menjadi Kristenisasi
MUI Sesalkan Izin untuk Yayasan Mahanaim Yayasan ini kerap mengkristenisasi berkedok kegiatan sosial.
Sabtu, 22 November 2008 pukul 15:54:00
BEKASI-- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi, Badruzzaman Busairi, menyesalkan terbitnya izin wali kota untuk kegiatan sosial yang dilakukan Yayasan Mahanaim. Yayasan ini diduga kerap mengkristenisasi berkedok kegiatan sosial. Berbicara saat khutbah Jumat, Badruzzaman menyebutkan, awal 2007, yayasan ini membuat acara serupa bertajuk Galileo. Kegiatan yang digelar di lapangan Galaksi, Jati Asih, Kota Bekasi, itu diadakan mendadak dan dengan panggung yang sangat besar. Berkedok acara sosial, mereka mengadakan pembaptisan massal. Acara tersebut bahkan berlangsung hingga tengah malam.
Karena itu, dia menyesalkan surat rekomendasi Wali Kota, Mochtar Mohammad, untuk kegiatan yayasan tersebut. ''Seharusnya, sebelum memberi izin, pak wali mengambil pelajaran dari kejadian tahun kemarin,'' ujarnya, kemarin (21/11). Camat Bekasi Timur, Cecep Muntasar, membenarkan adanya kegiatan yang dilakukan yayasan tersebut. Dia mengatakan, ada surat yang masuk ke kantor kecamatan per 11 November 2008 bernomor 460/2530-kesos/XI/2008. Inti surat berupa rekomendasi wali kota agar setiap wilayah mendukung diadakannya acara bertajuk 'Bekasi Berbagi Bahagia'.
''Yayasan ini tahun kemarin membuat acara kristenisasi,'' ujarnya. Namun, Cecep menambahkan, dia tidak dapat melakukan apa-apa karena ada surat rekomendasi dari wali kota. Menurut Cecep, acara ini mengincar orang-orang miskin sebagai target pesertanya. Di dalam surat rekomendasi tersebut terpapar bahwa mereka akan mengadakan acara keluarga super, lomba tumpeng, dan pernikahan massal selama tiga minggu berturut-turut. Yakni, pada Ahad (23/11) untuk tingkat RT/RW, Ahad (30/11) untuk tingkat kecamatan, dan Sabtu (06/12) se-Kota Bekasi. Bahkan, acara hari Ahad (06/12) akan diadakan penyerahan hadiah, pemecahan rekor MURI, dan pagelaran di GOR Bekasi. ''Bisa jadi ini event terbesar di Kota Bekasi,'' ujarnya.
Tak hanya camat, surat sama juga ditembuskan kepada pimpinan di Polrestro Bekasi, kantor Satpol PP, dan lurah se-Kota Bekasi. ''Waktu itu event organizer dari yayasan itu datang dan meminta izin penggunaan lapangan,'' ujar Azis Muslim, salah seorang staf wakil wali kota.Sebenarnya surat tersebut ia diamkan saja karena tahu kredibilitas yayasan tersebut. Namun, karena mereka telah membawa surat rekomendasi dari wali kota, dia mengaku tidak bisa berbuat banyak.
Badruzzaman pun meminta kepada umat Islam agar menyikapi hal ini dengan tegas. Tidak perlu dengan anarkis, menurutnya, tapi lebih baik menyosialisasikan kepada masyarakat agar tidak tergiur dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan yayasan tersebut. Irianti dari Dewan Dakwah Islamiyah Kota Bekasi, mengatakan, pada Jumat (21/11) malam, akan diadakan pertemuan antarormas Islam se-Kota Bekasi. Pertemuan itu, menurut Irianti, mengenai langkah konkret yang akan mereka lakukan serta pernyataan sikap. ''Kita tidak akan langsung melakukan tindakan frontal, seperti demonstrasi. Tunggu dulu situasi di lapangan nanti,'' ujarnya.
Irianti menjelaskan, pembahasan dalam pertemuan itu adalah sikap wali kota. Irianti mengaku sangat kecewa dengan terbitnya surat rekomendasi dari wali kota yang kini sedang menunaikan ibadah haji bersama wakilnya tersebut.Liani, dari Yayasan Mahanaim menjelaskan, acara yang akan diadakan tersebut adalah murni acara sosial. Bahkan, acara pernikahan massal juga mengakomodisasi semua agama. ''Kalau Islam, ya dengan KUA.''Yayasan Mahanaim, menurut Liani, merupakan yayasan sosial yang tidak berlandaskan agama apa pun tanpa ada pembatasan jumlah orang dan bebas biaya.
Sumber: Republika.co.id
Lihat juga:
Pemkot Siap Bubarkan 'Bekasi Berbagi Hadiah'
Sabtu, 22 November 2008 pukul 15:54:00
BEKASI-- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bekasi, Badruzzaman Busairi, menyesalkan terbitnya izin wali kota untuk kegiatan sosial yang dilakukan Yayasan Mahanaim. Yayasan ini diduga kerap mengkristenisasi berkedok kegiatan sosial. Berbicara saat khutbah Jumat, Badruzzaman menyebutkan, awal 2007, yayasan ini membuat acara serupa bertajuk Galileo. Kegiatan yang digelar di lapangan Galaksi, Jati Asih, Kota Bekasi, itu diadakan mendadak dan dengan panggung yang sangat besar. Berkedok acara sosial, mereka mengadakan pembaptisan massal. Acara tersebut bahkan berlangsung hingga tengah malam.
Karena itu, dia menyesalkan surat rekomendasi Wali Kota, Mochtar Mohammad, untuk kegiatan yayasan tersebut. ''Seharusnya, sebelum memberi izin, pak wali mengambil pelajaran dari kejadian tahun kemarin,'' ujarnya, kemarin (21/11). Camat Bekasi Timur, Cecep Muntasar, membenarkan adanya kegiatan yang dilakukan yayasan tersebut. Dia mengatakan, ada surat yang masuk ke kantor kecamatan per 11 November 2008 bernomor 460/2530-kesos/XI/2008. Inti surat berupa rekomendasi wali kota agar setiap wilayah mendukung diadakannya acara bertajuk 'Bekasi Berbagi Bahagia'.
''Yayasan ini tahun kemarin membuat acara kristenisasi,'' ujarnya. Namun, Cecep menambahkan, dia tidak dapat melakukan apa-apa karena ada surat rekomendasi dari wali kota. Menurut Cecep, acara ini mengincar orang-orang miskin sebagai target pesertanya. Di dalam surat rekomendasi tersebut terpapar bahwa mereka akan mengadakan acara keluarga super, lomba tumpeng, dan pernikahan massal selama tiga minggu berturut-turut. Yakni, pada Ahad (23/11) untuk tingkat RT/RW, Ahad (30/11) untuk tingkat kecamatan, dan Sabtu (06/12) se-Kota Bekasi. Bahkan, acara hari Ahad (06/12) akan diadakan penyerahan hadiah, pemecahan rekor MURI, dan pagelaran di GOR Bekasi. ''Bisa jadi ini event terbesar di Kota Bekasi,'' ujarnya.
Tak hanya camat, surat sama juga ditembuskan kepada pimpinan di Polrestro Bekasi, kantor Satpol PP, dan lurah se-Kota Bekasi. ''Waktu itu event organizer dari yayasan itu datang dan meminta izin penggunaan lapangan,'' ujar Azis Muslim, salah seorang staf wakil wali kota.Sebenarnya surat tersebut ia diamkan saja karena tahu kredibilitas yayasan tersebut. Namun, karena mereka telah membawa surat rekomendasi dari wali kota, dia mengaku tidak bisa berbuat banyak.
Badruzzaman pun meminta kepada umat Islam agar menyikapi hal ini dengan tegas. Tidak perlu dengan anarkis, menurutnya, tapi lebih baik menyosialisasikan kepada masyarakat agar tidak tergiur dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan yayasan tersebut. Irianti dari Dewan Dakwah Islamiyah Kota Bekasi, mengatakan, pada Jumat (21/11) malam, akan diadakan pertemuan antarormas Islam se-Kota Bekasi. Pertemuan itu, menurut Irianti, mengenai langkah konkret yang akan mereka lakukan serta pernyataan sikap. ''Kita tidak akan langsung melakukan tindakan frontal, seperti demonstrasi. Tunggu dulu situasi di lapangan nanti,'' ujarnya.
Irianti menjelaskan, pembahasan dalam pertemuan itu adalah sikap wali kota. Irianti mengaku sangat kecewa dengan terbitnya surat rekomendasi dari wali kota yang kini sedang menunaikan ibadah haji bersama wakilnya tersebut.Liani, dari Yayasan Mahanaim menjelaskan, acara yang akan diadakan tersebut adalah murni acara sosial. Bahkan, acara pernikahan massal juga mengakomodisasi semua agama. ''Kalau Islam, ya dengan KUA.''Yayasan Mahanaim, menurut Liani, merupakan yayasan sosial yang tidak berlandaskan agama apa pun tanpa ada pembatasan jumlah orang dan bebas biaya.
Sumber: Republika.co.id
Lihat juga:
Pemkot Siap Bubarkan 'Bekasi Berbagi Hadiah'
Jan 09: Anak Sekolah Wajib Masuk Jam 6.30 Utk Mengatasi Kemacetan
Anak Sekolah Masuk 06.30 WIB
Prijanto: Semua Kritik Hanya Membela Kepentingan Pribadi
Taufiqqurahman - detikNews
Minggu, 23/11/2008 23:25 WIB
Jakarta - Kebijakan sekolah masuk pukul 06.30 WIB mulai Januari 2009 di DKI Jakarta menuai banyak kritik dari berbagai kalangan. Namun kritik tersebut dianggap oleh Wagub DKI Jakarta Prijanto sebagai alasan untuk membela kepentingan pribadi saja.
"Saya sudah membaca berbagai berita dan pendapat. Semua masukan yang ditulis media cetak dan kritik itu hanya menempatkan pada posisi kepentingan pribadi," ujarnya saat menghadiri acara Urang Minang Barelek Gadang di Rantau di Istora Senayan, Jakarta, Minggu malam (23/11/2008).
Prijanto mencontohkan, salah satu alasan penolakan kebijakan tersebut adalah karena orang tua khawatir anaknya tidak bisa bangun pagi. "Itu kan masalah pribadi," imbuhnya.
Menurut Prijanto, semua pihak diwajibkan untuk sadar dan bersama-sama berjuang untuk mematuhi aturan tersebut. Berbagai alasan yang selama ini dilontarkan, semoga tidak menghambat pelaksaan aturan itu nantinya.
"Perlu dicatat bahwa jam 06.00 WIB pagi itu di Jakarta sudah 30 derajat Celcius, jadi tidak gelap lagi", kata Prijanto.
Ia pun mengimbau pada seluruh guru dan siswa sekolah agar memahami tujuan dari adanya aturan ini. Menurutnya, bangun pagi untuk sekolah bukanlah sebuah momok yang menakutkan.
"Justru dia (anak sekolah) akan masuk lebih cepat karena jalanan masih sepi," pungkasnya.(mad/mad)
Sumber: Detiknews.com
########
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Dalam rangka mengatasi kemacetan, Pemda DKI ingin mewajibkan anak sekolah masuk jam 6.30 daripada jam 7.00. Perlu ditanyakan, di mana ada hasil riset yang membuktikan bahwa ini akan lebih baik bagi anak dan sekaligus bermanfaat untuk mengurangi kemacetan? Atau apakah tidak perlu melakukan riset dan hanya cukup dipikirkan atau dimimpikan Gubenur saja, maka pasti bermanfaat?
Sungguh tidak bijaksana ide ini.
Coba bertanya pada seorang guru sekolah. Salah satu masalah terbesar adalah anak yang datang telat di sekolah. Dan kalau anak masuk lebih cepat berarti guru juga harus masuk lebih cepat. Apakah guru tersebut juga harus mengantarkan anak kandungnya sendiri ke sekolah sebelum dia juga berangkat kerja (di lain tempat)? Jadi jam berapa dia harus tinggalkan rumah? Bagaimana dengan orang tua (karyawan biasa) yang sekolah anaknya dan tempat kerjanya cukup jauh?
Yang menjadi suatu masalah bagi anak adalah bila dia berangkat ke sekolah dengan buru-buru dan tidak makan pagi. Tidak adanya sarapan ini punya efek yang cukup buruk bagi seorang anak ketika harus berkonsentrasi di kelas. Kalau sekarang ada sekian persen anak yang masuk sekolah tanpa sarapan (karena buru-buru), nanti jumlah anak yang kurang makan hanya bakalan bertambah, bukan berkurang.
Efeknya apa terhadap anak ini secara fisik dan psikologis?
Tetapi Gubenur dan Wakil Gubenur sepertinya tidak peduli pada kepentingan anak anda. Mereka hanya ingin bertindak untuk mengatasi kemacetan, katanya. Kalau anak ibu kota diganggu, tidak jadi masalah. Anak dan cucu mereka (dari Gubenur dan Wakil Gubenur) pasti masuk sekolah swasta (yang jam masuknya bebas, terserah sekolahnya) jadi bukan anak atau cucu mereka yang harus berangkat lebih pagi. Dan anak atau cucu mereka pasti diantar naik mobil, dan tidak harus naik Metro Mini.
Apakah hanya ada satu cara ini untuk mengatasi kemacetan? Mengganggu anak sekolah?
Sudah jelas tidak ada kepedulian tinggi dari Gubenur dan Wakil Gubenur terhadap anak-anak di ibu kota. Bis sekolah yang muncul untuk sementara sudah lama hilang dari jalan. Kenapa? Anggaran habis? Dihabiskan ke mana?
Dan kalau mau mengatasi kemacetan, sepertinya lebih bermanfaat kalau banyak orang tinggalkan mobil di rumah dan menggunakan transportasi umum. Kalau betul, ada pertanyaan:
“KENAPA SETELAH PULUHAN TAHUN, MASIH ADA BIS KOPAJA DAN METRO MINI DI JALAN-JALAN IBU KOTA, PADAHAL TIDAK LAYAK DIPAKAI?”
Ada apa di belakangnya sehingga bis-bis yang kotor, rusak, berpolusi tinggi dan tidak layak ini bisa berada di ibu kota terus?
Daripada bikin jalur busway terus, dengan bis impor, anggaran yang tinggi untuk membangun shelter, jembatan dan fasilitas lain, KENAPA tidak menggunakan uang yang sama untuk menggantikan semua bis yang tidak layak dengan bis kota yang berkualitas?
Dengan menggunakan bis buatan dalam negeri, bisa menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. (Atau mungkin Indonesia tidak sanggup membuat bis kota. Hanya pesawat.)
Dengan menambahkan jumlah bis kota yang layak, dan hilangkan yang tidak layak, mungkin lebih banyak orang bersedia menggunakan transportasi umum.
Dengan bis kota berkualitas tinggi, yang menggunakan jalur kiri, tidak perlu pengeluaran besar untuk membangun jembatan dan shelter dengan lampu. Uang yang dihemat bisa digunakan untuk menambahkan jumlah bis.
Mungkin ini solusi yang ideal bagi pejabat DKI yang peduli pada masyarakat dan ingin mencari solusi yang baik.
Tetapi sebaliknya, kalau pejabat tidak peduli pada rakyat, dan tidak peduli pada anak-anak di ibu kota, maka solusinya adalah menambahkan jalur busway dengan bis impor, habiskan anggaran untuk membangun jembatan, shelter dan memperbaiki jalur busway yang rusak terus, biarkan Metro Mini dan Kopaja berjalan terus (KENAPA?), dan paksakan anak ibu kota masuk sekolak lebih cepat, tanpa menyediakan bis sekolah karena anggarannya habis!
Dari kebijakan ini, sungguh tidak kelihatan kepedulian terhadap rakyat atau anak-anak anda.
Coba bayangkan bila Gubenur mengeluarkan perintah bahwa SEMUA anak, keponakan dan cucu dari semua pejabat Pemda DKI wajib masuk sekolah negeri yang terburuk di wilayahnya (bukan sekolah swasta yang berkualitas tinggi), dan wajib berangkat sekolah naik Metro Mini atau Kopaja.
Kalau ada perintah seperti itu, baru saya bisa percaya bahwa Gubenur merasa malu atas kondisi sekolah dan transportasi umum di Jakarta.
Saran-saran:
Hilangkan kebijakan bodoh yang akan memaksakan anak sekolah masuk jam 6.30 (mulai Januari 2009), sebelum ada hasil riset yang membuktikan bahwa itu memang terbaik untuk anak-anak itu, gurunya, dan masyarakat.
Kembalikan bisa sekolah untuk kepentingan anak sekolah.
Hilangkan bis kota yang tidak layak seperti Metro Mini dan Kopaja.
Sediakan bis kota yang berkualitas, yang buatan dalam negeri, yang berjalan di jalur kiri saja. (Dengan demikian, tidak perlu membangun shelter dan jembatan baru, tidak perlu perbaikan jalan, lampu, loket, dan sebagainya).
Berhenti membangun jalur Busway baru, dengan anggaran besar untuk bisnya, renovasi bis (untuk pasang pintu di sebelah kanan), pembangunan shelter, jembatan, perbaikan jalan, dan lampu.
(Lampu-lampu itu ternyata menyala sepanjang malam, bahkan setelah bisnya sudah tidak beroperasi. Dan dinyalakan juga dalam shelter dan jembatan seperti di Pancoran, di mana belum ada bis yang beroperasi. Tidak ada bisnya, tetapi lampu di shelter dinyalakan sepanjang malam untuk berbulan-bulan!!?? – Tetapi tidak ada anggaran untuk bis sekolah!!??)
Minta Gubenur dan Wakil Gubenur berusaha untuk peduli pada rakyat dan membuat kebijakan yang membantu rakyat, bukan membantu orang yang mencari proyek.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Prijanto: Semua Kritik Hanya Membela Kepentingan Pribadi
Taufiqqurahman - detikNews
Minggu, 23/11/2008 23:25 WIB
Jakarta - Kebijakan sekolah masuk pukul 06.30 WIB mulai Januari 2009 di DKI Jakarta menuai banyak kritik dari berbagai kalangan. Namun kritik tersebut dianggap oleh Wagub DKI Jakarta Prijanto sebagai alasan untuk membela kepentingan pribadi saja.
"Saya sudah membaca berbagai berita dan pendapat. Semua masukan yang ditulis media cetak dan kritik itu hanya menempatkan pada posisi kepentingan pribadi," ujarnya saat menghadiri acara Urang Minang Barelek Gadang di Rantau di Istora Senayan, Jakarta, Minggu malam (23/11/2008).
Prijanto mencontohkan, salah satu alasan penolakan kebijakan tersebut adalah karena orang tua khawatir anaknya tidak bisa bangun pagi. "Itu kan masalah pribadi," imbuhnya.
Menurut Prijanto, semua pihak diwajibkan untuk sadar dan bersama-sama berjuang untuk mematuhi aturan tersebut. Berbagai alasan yang selama ini dilontarkan, semoga tidak menghambat pelaksaan aturan itu nantinya.
"Perlu dicatat bahwa jam 06.00 WIB pagi itu di Jakarta sudah 30 derajat Celcius, jadi tidak gelap lagi", kata Prijanto.
Ia pun mengimbau pada seluruh guru dan siswa sekolah agar memahami tujuan dari adanya aturan ini. Menurutnya, bangun pagi untuk sekolah bukanlah sebuah momok yang menakutkan.
"Justru dia (anak sekolah) akan masuk lebih cepat karena jalanan masih sepi," pungkasnya.(mad/mad)
Sumber: Detiknews.com
########
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Dalam rangka mengatasi kemacetan, Pemda DKI ingin mewajibkan anak sekolah masuk jam 6.30 daripada jam 7.00. Perlu ditanyakan, di mana ada hasil riset yang membuktikan bahwa ini akan lebih baik bagi anak dan sekaligus bermanfaat untuk mengurangi kemacetan? Atau apakah tidak perlu melakukan riset dan hanya cukup dipikirkan atau dimimpikan Gubenur saja, maka pasti bermanfaat?
Sungguh tidak bijaksana ide ini.
Coba bertanya pada seorang guru sekolah. Salah satu masalah terbesar adalah anak yang datang telat di sekolah. Dan kalau anak masuk lebih cepat berarti guru juga harus masuk lebih cepat. Apakah guru tersebut juga harus mengantarkan anak kandungnya sendiri ke sekolah sebelum dia juga berangkat kerja (di lain tempat)? Jadi jam berapa dia harus tinggalkan rumah? Bagaimana dengan orang tua (karyawan biasa) yang sekolah anaknya dan tempat kerjanya cukup jauh?
Yang menjadi suatu masalah bagi anak adalah bila dia berangkat ke sekolah dengan buru-buru dan tidak makan pagi. Tidak adanya sarapan ini punya efek yang cukup buruk bagi seorang anak ketika harus berkonsentrasi di kelas. Kalau sekarang ada sekian persen anak yang masuk sekolah tanpa sarapan (karena buru-buru), nanti jumlah anak yang kurang makan hanya bakalan bertambah, bukan berkurang.
Efeknya apa terhadap anak ini secara fisik dan psikologis?
Tetapi Gubenur dan Wakil Gubenur sepertinya tidak peduli pada kepentingan anak anda. Mereka hanya ingin bertindak untuk mengatasi kemacetan, katanya. Kalau anak ibu kota diganggu, tidak jadi masalah. Anak dan cucu mereka (dari Gubenur dan Wakil Gubenur) pasti masuk sekolah swasta (yang jam masuknya bebas, terserah sekolahnya) jadi bukan anak atau cucu mereka yang harus berangkat lebih pagi. Dan anak atau cucu mereka pasti diantar naik mobil, dan tidak harus naik Metro Mini.
Apakah hanya ada satu cara ini untuk mengatasi kemacetan? Mengganggu anak sekolah?
Sudah jelas tidak ada kepedulian tinggi dari Gubenur dan Wakil Gubenur terhadap anak-anak di ibu kota. Bis sekolah yang muncul untuk sementara sudah lama hilang dari jalan. Kenapa? Anggaran habis? Dihabiskan ke mana?
Dan kalau mau mengatasi kemacetan, sepertinya lebih bermanfaat kalau banyak orang tinggalkan mobil di rumah dan menggunakan transportasi umum. Kalau betul, ada pertanyaan:
“KENAPA SETELAH PULUHAN TAHUN, MASIH ADA BIS KOPAJA DAN METRO MINI DI JALAN-JALAN IBU KOTA, PADAHAL TIDAK LAYAK DIPAKAI?”
Ada apa di belakangnya sehingga bis-bis yang kotor, rusak, berpolusi tinggi dan tidak layak ini bisa berada di ibu kota terus?
Daripada bikin jalur busway terus, dengan bis impor, anggaran yang tinggi untuk membangun shelter, jembatan dan fasilitas lain, KENAPA tidak menggunakan uang yang sama untuk menggantikan semua bis yang tidak layak dengan bis kota yang berkualitas?
Dengan menggunakan bis buatan dalam negeri, bisa menciptakan lapangan kerja di dalam negeri. (Atau mungkin Indonesia tidak sanggup membuat bis kota. Hanya pesawat.)
Dengan menambahkan jumlah bis kota yang layak, dan hilangkan yang tidak layak, mungkin lebih banyak orang bersedia menggunakan transportasi umum.
Dengan bis kota berkualitas tinggi, yang menggunakan jalur kiri, tidak perlu pengeluaran besar untuk membangun jembatan dan shelter dengan lampu. Uang yang dihemat bisa digunakan untuk menambahkan jumlah bis.
Mungkin ini solusi yang ideal bagi pejabat DKI yang peduli pada masyarakat dan ingin mencari solusi yang baik.
Tetapi sebaliknya, kalau pejabat tidak peduli pada rakyat, dan tidak peduli pada anak-anak di ibu kota, maka solusinya adalah menambahkan jalur busway dengan bis impor, habiskan anggaran untuk membangun jembatan, shelter dan memperbaiki jalur busway yang rusak terus, biarkan Metro Mini dan Kopaja berjalan terus (KENAPA?), dan paksakan anak ibu kota masuk sekolak lebih cepat, tanpa menyediakan bis sekolah karena anggarannya habis!
Dari kebijakan ini, sungguh tidak kelihatan kepedulian terhadap rakyat atau anak-anak anda.
Coba bayangkan bila Gubenur mengeluarkan perintah bahwa SEMUA anak, keponakan dan cucu dari semua pejabat Pemda DKI wajib masuk sekolah negeri yang terburuk di wilayahnya (bukan sekolah swasta yang berkualitas tinggi), dan wajib berangkat sekolah naik Metro Mini atau Kopaja.
Kalau ada perintah seperti itu, baru saya bisa percaya bahwa Gubenur merasa malu atas kondisi sekolah dan transportasi umum di Jakarta.
Saran-saran:
Hilangkan kebijakan bodoh yang akan memaksakan anak sekolah masuk jam 6.30 (mulai Januari 2009), sebelum ada hasil riset yang membuktikan bahwa itu memang terbaik untuk anak-anak itu, gurunya, dan masyarakat.
Kembalikan bisa sekolah untuk kepentingan anak sekolah.
Hilangkan bis kota yang tidak layak seperti Metro Mini dan Kopaja.
Sediakan bis kota yang berkualitas, yang buatan dalam negeri, yang berjalan di jalur kiri saja. (Dengan demikian, tidak perlu membangun shelter dan jembatan baru, tidak perlu perbaikan jalan, lampu, loket, dan sebagainya).
Berhenti membangun jalur Busway baru, dengan anggaran besar untuk bisnya, renovasi bis (untuk pasang pintu di sebelah kanan), pembangunan shelter, jembatan, perbaikan jalan, dan lampu.
(Lampu-lampu itu ternyata menyala sepanjang malam, bahkan setelah bisnya sudah tidak beroperasi. Dan dinyalakan juga dalam shelter dan jembatan seperti di Pancoran, di mana belum ada bis yang beroperasi. Tidak ada bisnya, tetapi lampu di shelter dinyalakan sepanjang malam untuk berbulan-bulan!!?? – Tetapi tidak ada anggaran untuk bis sekolah!!??)
Minta Gubenur dan Wakil Gubenur berusaha untuk peduli pada rakyat dan membuat kebijakan yang membantu rakyat, bukan membantu orang yang mencari proyek.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
24 November, 2008
Makkah Dan Provokator Haji
Jumat, 21 November 2008 pukul 08:45:00
Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub - Imam Besar Masjid Istiqlal
Awal November 2008 ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) diundang oleh Pemerintah Saudi Arabia untuk mengunjungi negara kerajaan itu. Di samping pertemuan di Riyadh, salah satu agenda penting adalah melihat lokasi perluasan tempat-tempat ibadah haji, khususnya perluasan tempat sai di Makkah.
Ini dilakukan karena MUI banyak menerima pertanyaan dari Muslimin di Indonesia tentang hukum melaksanakan sai di tempat sai yang baru diperluas, menyusul adanya pendapat bahwa tempat sai yang baru itu sudah keluar dari posisi tempat sai yang asli, sebelum diperluas. Setelah delegasi MUI yang terdiri dari 10 orang itu melakukan pengamatan di lapangan, ternyata lokasi tempat sai yang baru itu tidak keluar dari posisinya semula, yaitu antara gunung Shafa dan gunung Marwa.
Lokasi sai semula lebarnya hanya kurang lebih 20 meter dengan dua jalur berlawanan. Lokasi sai yang sekarang hanya ditambah kurang lebih 20 meter sehingga secara keseluruhan lebarnya sekarang menjadi 40 meter dengan dua jalur yang berlawanan.
Kontroversi itu timbul karena lokasi sai yang lama dipagar tembok sehingga ada yang menduga bahwa di luar tembok itu bukan lokasi sai. Padahal, tembok itu suatu hal yang baru dan tidak pernah ada pada masa Nabi SAW.
Tuntunan sai dari Nabi SAW adalah antara Shafa dan Marwa. Ini artinya beribadah sai di luar tembok itu tetap sah, dengan syarat sai itu dilaksanakan antara Shafa dan Marwa.
Shafa dan Marwa adalah dua buah gunung di dekat Ka'bah. Sebagai sebuah gunung (jabal), tidak mungkin alasnya hanya berdiameter 20 meter. Gunung yang diameter alasnya hanya 20 meter, tidak disebut jabal (gunung), tetapi gundukan pasir.
Lagi pula, ketika hal itu dikonfirmasikan kepada para ulama senior Arab Saudi, ternyata ada 30 orang lanjut usia yang memberikan kesaksian, berdasarkan akta-akta otentik bahwa lokasi perluasan sai itu tidak keluar dari posisinya semula. Karenanya, sahnya ibadah sai di lokasinya yang baru tidak diragukan lagi. Apakah dengan keputusan fatwa ulama senior (Hai'ah Kibar al-Ulama) Arab Saudi tentang sahnya beribadah sai di lokasi yang baru itu berarti permasalahan haji sudah selesai?
Permasalahan haji, terutama yang menyangkut kepadatan jamaah adalah masalah yang selalu timbul setiap musim haji. Penyebab utamanya karena lokasi-lokasi di Kota Suci Makkah dan sekitarnya tidak pernah bertambah, sementara jumlah jamaah bertambah setiap tahun.
Yang namanya Shafa, Marwa, Mina, Muzdalifah, Arafah dan lain-lain, sejak zaman Nabi SAW sampai sekarang tetap itu-itu juga. Gunung tidak pernah melebar, Arafah tidak pernah meluas.
Untuk mengantisipasi membesarnya jumlah jamaah haji dan terbatasnya tempat-tempat ibadah, Pemerintah Saudi Arabia telah melakukan dua hal. Pertama, memperluas tempat-tempat ibadah haji. Kedua, melalui OKI (Organisasi Konferensi Islam) dibuat kuota jamaah, dari 1.000 orang penduduk Muslim dapat mengirimkan satu orang untuk berhaji. Ini artinya, apabila jumlah umat Islam di dunia ada satu miliar orang, yang dibolehkan menjalankan ibadah haji hanya satu juta orang.
Sekiranya sistem kuota ini diterapkan secara ketat, tampaknya itu juga belum mengurangi kepadatan jamaah di lokasi tertentu, seperti tempat pelontaran jamrah (bukan jumrah), tempat tawaf, sai, dan lain-lain. Apalagi sering diberitakan jumlah jamaah haji mencapai dua juta orang atau lebih.
Salah satu penyebab kepadatan jamaah haji adalah banyaknya orang yang beribadah haji berkali-kali. Ini karena ada anggapan semakin sering orang pergi ke Makkah, semakin baik pula citranya di masyarakat, baik dalam arti ketaatannya kepada Allah karena sering mendatangi rumah-Nya dan baik dari segi kantongnya karena banyak uangnya. Karenanya, di sebuah daerah, orang lelaki yang sudah berhaji dua kali, ia akan mudah mendapatkan istri kedua.
Apabila anggapan ini benar, maka Nabi SAW bukanlah orang yang baik karena beliau punya tiga kesempatan berhaji, tetapi berhaji hanya sekali. Beliau juga punya ratusan bahkan ribuan kesempatan berumrah, tetapi berumrah sunah hanya dua kali. Sementara itu, kaum Muslimin berkeinginan berhaji setiap tahun dan berumrah setiap bulan.
Ketika umat Islam sedang terpuruk, kemiskinan merata di mana-mana, banyak bayi yang busung lapar dan kekurangan gizi, masjid-masjid, pesantren, dan anak-anak yatim masih banyak yang telantar, kemudian ada orang yang berhaji berkali-kali, atau berumrah setiap bulan, maka kita perlu bertanya, ajaran siapakah yang dia ikuti? Mengikuti Allah? Mana ada ayat Alquran yang menyuruhnya begitu. Mengikuti Nabi SAW? Mana ada Hadis yang menyuruhnya begitu. Atau dia mengikuti hawa nafsunya atas bisikan setan?
Di mana terdapat umat Islam, ternyata di situ terdapat iklan secara besar-besaran agar mereka berduyun-duyun pergi ke Makkah. Gencarnya iklan seperti ini menimbulkan kecurigaan bahwa di balik itu ada aktor intelektual alias provokator yang menginginkan agar dana umat Islam tidak dipakai untuk membangun, meningkatkan kesejahteraan, dan mengentaskan kemiskinan di antara mereka, tetapi biar dihabiskan untuk jalan-jalan ke Makkah saja.
Prof Dr Ala al-Din al-Za'tari, sekretaris Dewan Fatwa Republik Arab Syria, pernah melaporkan sebuah penelitian bahwa setiap tahun umat Islam melemparkan dana 5 miliar dolar AS (sekitar Rp 55 triliun) untuk perbuatan yang tidak wajib, yaitu berhaji kedua dan seterusnya. Ini belum termasuk dana yang dilempar untuk umrah sunah.
Sementara itu, FAO (Food and Agriculture Organization), Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, melaporkan dunia masih didiami 830 juta orang miskin, yaitu mereka yang penghasilannya per hari minus dua dolar AS (Rp 20 ribu). Dari jumlah 830 juta warga miskin itu, 700 juta adalah orang Islam.
Kecurigaan adanya provokator haji di atas berubah menjadi keyakinan setelah pada pertengahan Ramadhan lalu, kami diberitahu di West Palm Beach, Florida, AS, bahwa di kota ini ada seorang Indonesia yang bekerja di sebuah perusahaan milik orang Yahudi. Setiap menjelang musim haji, bos yang Yahudi ini mendorong karyawannya yang beragama Islam pergi ke Makkah.
Mereka akan diberi cuti. Ketika kami tanya, apakah ongkos untuk naik haji itu ditanggung oleh perusahaan? Pertanyaan ini dijawab, tidak, ongkos ditanggung masing-masing karyawan yang Muslim yang mau pergi haji itu.
Maka lengkaplah sudah keyakinan kami bahwa tangan-tangan Yahudi sudah bermain dalam urusan haji. Mereka akan bertepuk tangan ketika umat Islam terpuruk, tetapi orang yang kaya di antara mereka grudag-grudug berbondong-bondong, jor-joran pergi haji. Mereka akan bersedih apabila dana Rp 55 triliun yang terlempar setiap tahun untuk sesuatu yang tidak wajib itu digunakan untuk membangun umat Islam, meningkatkan pendidikan, mengentaskan kemiskinan dan menyejahterakan mereka.
Apa yang terjadi di Florida tadi hanyalah contoh yang muncul ke permukaan. Tidak mustahil itu terjadi di tempat lain, hanya kami belum tahu.
Karenanya, masalah kepadatan jamaah haji di Makkah dan sekitarnya tidak akan teratasi dengan hanya menambah sarana dan prasarana kendati ini tetap diperlukan. Kita sangat berterima kasih kepada Pemerintah Saudi Arabia di bawah Khadim al-Haramain al-Syarifain, Raja Abdullah bin Abdul Aziz Alu Su'ud, atas prakarsanya memberikan kemudahan bagi jamaah haji.
Namun, itu harus dibarengi oleh sikap umat Islam untuk berhaji mengikuti tuntunan dan contoh dari Nabi. Berhaji hanya sekali dan berinfak ribuan kali, bukan mengikuti hawa nafsu dan terbius provokator.
Maka untuk mencapai itu, perlu diambil langkah-langkah. Pertama, dikeluarkannya fatwa ulama, baik level nasional maupun internasional agar umat Islam menjalankan ibadah haji cukup sekali, yaitu dengan mengikuti Rasulullah SAW dalam beribadah haji yang berhaji sekali seumur hidup kendati punya kesempatan tiga kali untuk itu. Ulama salaf, seperti Imam al-Hasan al-Bashri, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Sirin, dan Imam Ibrahim al-Nakha'i, pernah mengeluarkan fatwa bahwa umrah dua kali dalam satu tahun hukumnya makruh (baca: haram) karena Nabi SAW dan para ulama salaf tidak pernah melakukannya. Maka, sudah wajib bagi ulama masa kini mengeluarkan fatwa seperti itu yang berkaitan dengan haji.
Kedua, umat Islam yang berkemampuan berulang-ulang haji difatwakan wajib menyalurkan dananya dalam ibadah-ibadah sosial, seperti dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Ketiga, pemerintah perlu membuat aturan yang tegas berikut sanksinya sebagai penjabaran regulasi atas fatwa-fatwa di atas.
Keempat, para ulama, ustadz, dan mubaligh harus memberikan contoh kepada umat untuk mengikuti Rasulullah yang beribadah haji hanya satu kali dan tak terpancing ulah provokator. Apabila kepergian mereka didanai oleh orang lain, ulama seharusnya memberikan pengarahan kepada para penyandang dana itu untuk menyalurkan dananya dalam ibadah sosial seperti dicontohkan oleh Rasulullah.
Sumber: Republika.com
Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub - Imam Besar Masjid Istiqlal
Awal November 2008 ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) diundang oleh Pemerintah Saudi Arabia untuk mengunjungi negara kerajaan itu. Di samping pertemuan di Riyadh, salah satu agenda penting adalah melihat lokasi perluasan tempat-tempat ibadah haji, khususnya perluasan tempat sai di Makkah.
Ini dilakukan karena MUI banyak menerima pertanyaan dari Muslimin di Indonesia tentang hukum melaksanakan sai di tempat sai yang baru diperluas, menyusul adanya pendapat bahwa tempat sai yang baru itu sudah keluar dari posisi tempat sai yang asli, sebelum diperluas. Setelah delegasi MUI yang terdiri dari 10 orang itu melakukan pengamatan di lapangan, ternyata lokasi tempat sai yang baru itu tidak keluar dari posisinya semula, yaitu antara gunung Shafa dan gunung Marwa.
Lokasi sai semula lebarnya hanya kurang lebih 20 meter dengan dua jalur berlawanan. Lokasi sai yang sekarang hanya ditambah kurang lebih 20 meter sehingga secara keseluruhan lebarnya sekarang menjadi 40 meter dengan dua jalur yang berlawanan.
Kontroversi itu timbul karena lokasi sai yang lama dipagar tembok sehingga ada yang menduga bahwa di luar tembok itu bukan lokasi sai. Padahal, tembok itu suatu hal yang baru dan tidak pernah ada pada masa Nabi SAW.
Tuntunan sai dari Nabi SAW adalah antara Shafa dan Marwa. Ini artinya beribadah sai di luar tembok itu tetap sah, dengan syarat sai itu dilaksanakan antara Shafa dan Marwa.
Shafa dan Marwa adalah dua buah gunung di dekat Ka'bah. Sebagai sebuah gunung (jabal), tidak mungkin alasnya hanya berdiameter 20 meter. Gunung yang diameter alasnya hanya 20 meter, tidak disebut jabal (gunung), tetapi gundukan pasir.
Lagi pula, ketika hal itu dikonfirmasikan kepada para ulama senior Arab Saudi, ternyata ada 30 orang lanjut usia yang memberikan kesaksian, berdasarkan akta-akta otentik bahwa lokasi perluasan sai itu tidak keluar dari posisinya semula. Karenanya, sahnya ibadah sai di lokasinya yang baru tidak diragukan lagi. Apakah dengan keputusan fatwa ulama senior (Hai'ah Kibar al-Ulama) Arab Saudi tentang sahnya beribadah sai di lokasi yang baru itu berarti permasalahan haji sudah selesai?
Permasalahan haji, terutama yang menyangkut kepadatan jamaah adalah masalah yang selalu timbul setiap musim haji. Penyebab utamanya karena lokasi-lokasi di Kota Suci Makkah dan sekitarnya tidak pernah bertambah, sementara jumlah jamaah bertambah setiap tahun.
Yang namanya Shafa, Marwa, Mina, Muzdalifah, Arafah dan lain-lain, sejak zaman Nabi SAW sampai sekarang tetap itu-itu juga. Gunung tidak pernah melebar, Arafah tidak pernah meluas.
Untuk mengantisipasi membesarnya jumlah jamaah haji dan terbatasnya tempat-tempat ibadah, Pemerintah Saudi Arabia telah melakukan dua hal. Pertama, memperluas tempat-tempat ibadah haji. Kedua, melalui OKI (Organisasi Konferensi Islam) dibuat kuota jamaah, dari 1.000 orang penduduk Muslim dapat mengirimkan satu orang untuk berhaji. Ini artinya, apabila jumlah umat Islam di dunia ada satu miliar orang, yang dibolehkan menjalankan ibadah haji hanya satu juta orang.
Sekiranya sistem kuota ini diterapkan secara ketat, tampaknya itu juga belum mengurangi kepadatan jamaah di lokasi tertentu, seperti tempat pelontaran jamrah (bukan jumrah), tempat tawaf, sai, dan lain-lain. Apalagi sering diberitakan jumlah jamaah haji mencapai dua juta orang atau lebih.
Salah satu penyebab kepadatan jamaah haji adalah banyaknya orang yang beribadah haji berkali-kali. Ini karena ada anggapan semakin sering orang pergi ke Makkah, semakin baik pula citranya di masyarakat, baik dalam arti ketaatannya kepada Allah karena sering mendatangi rumah-Nya dan baik dari segi kantongnya karena banyak uangnya. Karenanya, di sebuah daerah, orang lelaki yang sudah berhaji dua kali, ia akan mudah mendapatkan istri kedua.
Apabila anggapan ini benar, maka Nabi SAW bukanlah orang yang baik karena beliau punya tiga kesempatan berhaji, tetapi berhaji hanya sekali. Beliau juga punya ratusan bahkan ribuan kesempatan berumrah, tetapi berumrah sunah hanya dua kali. Sementara itu, kaum Muslimin berkeinginan berhaji setiap tahun dan berumrah setiap bulan.
Ketika umat Islam sedang terpuruk, kemiskinan merata di mana-mana, banyak bayi yang busung lapar dan kekurangan gizi, masjid-masjid, pesantren, dan anak-anak yatim masih banyak yang telantar, kemudian ada orang yang berhaji berkali-kali, atau berumrah setiap bulan, maka kita perlu bertanya, ajaran siapakah yang dia ikuti? Mengikuti Allah? Mana ada ayat Alquran yang menyuruhnya begitu. Mengikuti Nabi SAW? Mana ada Hadis yang menyuruhnya begitu. Atau dia mengikuti hawa nafsunya atas bisikan setan?
Di mana terdapat umat Islam, ternyata di situ terdapat iklan secara besar-besaran agar mereka berduyun-duyun pergi ke Makkah. Gencarnya iklan seperti ini menimbulkan kecurigaan bahwa di balik itu ada aktor intelektual alias provokator yang menginginkan agar dana umat Islam tidak dipakai untuk membangun, meningkatkan kesejahteraan, dan mengentaskan kemiskinan di antara mereka, tetapi biar dihabiskan untuk jalan-jalan ke Makkah saja.
Prof Dr Ala al-Din al-Za'tari, sekretaris Dewan Fatwa Republik Arab Syria, pernah melaporkan sebuah penelitian bahwa setiap tahun umat Islam melemparkan dana 5 miliar dolar AS (sekitar Rp 55 triliun) untuk perbuatan yang tidak wajib, yaitu berhaji kedua dan seterusnya. Ini belum termasuk dana yang dilempar untuk umrah sunah.
Sementara itu, FAO (Food and Agriculture Organization), Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, melaporkan dunia masih didiami 830 juta orang miskin, yaitu mereka yang penghasilannya per hari minus dua dolar AS (Rp 20 ribu). Dari jumlah 830 juta warga miskin itu, 700 juta adalah orang Islam.
Kecurigaan adanya provokator haji di atas berubah menjadi keyakinan setelah pada pertengahan Ramadhan lalu, kami diberitahu di West Palm Beach, Florida, AS, bahwa di kota ini ada seorang Indonesia yang bekerja di sebuah perusahaan milik orang Yahudi. Setiap menjelang musim haji, bos yang Yahudi ini mendorong karyawannya yang beragama Islam pergi ke Makkah.
Mereka akan diberi cuti. Ketika kami tanya, apakah ongkos untuk naik haji itu ditanggung oleh perusahaan? Pertanyaan ini dijawab, tidak, ongkos ditanggung masing-masing karyawan yang Muslim yang mau pergi haji itu.
Maka lengkaplah sudah keyakinan kami bahwa tangan-tangan Yahudi sudah bermain dalam urusan haji. Mereka akan bertepuk tangan ketika umat Islam terpuruk, tetapi orang yang kaya di antara mereka grudag-grudug berbondong-bondong, jor-joran pergi haji. Mereka akan bersedih apabila dana Rp 55 triliun yang terlempar setiap tahun untuk sesuatu yang tidak wajib itu digunakan untuk membangun umat Islam, meningkatkan pendidikan, mengentaskan kemiskinan dan menyejahterakan mereka.
Apa yang terjadi di Florida tadi hanyalah contoh yang muncul ke permukaan. Tidak mustahil itu terjadi di tempat lain, hanya kami belum tahu.
Karenanya, masalah kepadatan jamaah haji di Makkah dan sekitarnya tidak akan teratasi dengan hanya menambah sarana dan prasarana kendati ini tetap diperlukan. Kita sangat berterima kasih kepada Pemerintah Saudi Arabia di bawah Khadim al-Haramain al-Syarifain, Raja Abdullah bin Abdul Aziz Alu Su'ud, atas prakarsanya memberikan kemudahan bagi jamaah haji.
Namun, itu harus dibarengi oleh sikap umat Islam untuk berhaji mengikuti tuntunan dan contoh dari Nabi. Berhaji hanya sekali dan berinfak ribuan kali, bukan mengikuti hawa nafsu dan terbius provokator.
Maka untuk mencapai itu, perlu diambil langkah-langkah. Pertama, dikeluarkannya fatwa ulama, baik level nasional maupun internasional agar umat Islam menjalankan ibadah haji cukup sekali, yaitu dengan mengikuti Rasulullah SAW dalam beribadah haji yang berhaji sekali seumur hidup kendati punya kesempatan tiga kali untuk itu. Ulama salaf, seperti Imam al-Hasan al-Bashri, Imam Malik bin Anas, Imam Muhammad bin Sirin, dan Imam Ibrahim al-Nakha'i, pernah mengeluarkan fatwa bahwa umrah dua kali dalam satu tahun hukumnya makruh (baca: haram) karena Nabi SAW dan para ulama salaf tidak pernah melakukannya. Maka, sudah wajib bagi ulama masa kini mengeluarkan fatwa seperti itu yang berkaitan dengan haji.
Kedua, umat Islam yang berkemampuan berulang-ulang haji difatwakan wajib menyalurkan dananya dalam ibadah-ibadah sosial, seperti dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Ketiga, pemerintah perlu membuat aturan yang tegas berikut sanksinya sebagai penjabaran regulasi atas fatwa-fatwa di atas.
Keempat, para ulama, ustadz, dan mubaligh harus memberikan contoh kepada umat untuk mengikuti Rasulullah yang beribadah haji hanya satu kali dan tak terpancing ulah provokator. Apabila kepergian mereka didanai oleh orang lain, ulama seharusnya memberikan pengarahan kepada para penyandang dana itu untuk menyalurkan dananya dalam ibadah sosial seperti dicontohkan oleh Rasulullah.
Sumber: Republika.com
22 November, 2008
Larang Karyawati Berjilbab, Izin Usaha Bisa Dicabut
Sabtu, 15 November 2008 | 15:32 WIB
BEKASI, SABTU - Walikota Bekasi, Mochtar Mohamad, menyatakan akan memeriksa kembali izin usaha perusahaan di Kota Bekasi yang diketahui melarang karyawati atau pekerjanya menggunakan jilbab. Mochtar mengaku tidak segan mencabut izin usaha apabila perusahaan membuat peraturan diskriminatif terhadap pekerjanya.
Hal itu disampaikan Mochtar ketika ditemui kalangan Forum Masyarakat Peduli Perempuan di kantor Wali Kota Bekasi, Sabtu (15/11) siang. Pernyataan itu dilontarkan Mochtar terkait kasus pemberhentian Wine Dwi Mandella, karyawati RS Mitra Keluarga Bekasi, oleh manajemen rumah sakit swasta tersebut.
"Saya sudah menginstruksikan Dinas Tenaga Kerja untuk memberi surat peringatan kepada perusahaan-perusahaan yang memberlakukan aturan diskriminasi. Saya akan buat surat edarannya," kata Mochtar.
Kasus Wine sendiri terjadi sejak April lalu. Wine ditegur oleh manajemen RS Mitra Keluarga Bekasi Barat karena karyawati bagian fisioterapi di rumah sakit tersebut memakai jilbab dan manset saat bekerja di rumah sakit. Wine berkeras memakai jilbab. Bulan Mei, Wine diberhentikan oleh manajemen rumah sakit itu.
Wine mengadukan pemberhentiannya itu ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi. Setelah melalui proses tripartit, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi menyarankan agar Wine kembali bekerja dan RS Mitra Keluarga tidak melarang karyawati muslimnya untuk memakai jibab dan manset.
Jumat kemarin, lebih dari 200 pengunjuk rasa dari Forum Masyarakat Peduli Perempuan Bekasi mendatangi RS Mitra Keluarga Bekasi Barat. Mereka berunjuk rasa memprotes tindakan manajemen RS Mitra Keluarga Bekasi Barat. Pihak rumah sakit dituding diskriminatif karena melarang karyawatinya memakai jilbab.
Menyusul aksi unjuk rasa Jumat kemarin, manajemen RS Mitra Keluarga Bekasi Barat melalui kuasa hukumnya, Sonny Martakusuma dan Manajer HRD RS Mitra Keluarga, E Setyodewi, menyatakan, pihak rumah sakit sudah menyurati Wine untuk meminta Wine bekerja kembali di rumah sakit mulai hari Jumat (14/11).
Kepada wartawan, Setyodewi juga menyatakan, RS Mitra Keluarga akan menyesuaikan peraturan perusahaan, antara lain dengan memperbolehkan karyawati memakai jilbab.
Sumber: Kompas.com
BEKASI, SABTU - Walikota Bekasi, Mochtar Mohamad, menyatakan akan memeriksa kembali izin usaha perusahaan di Kota Bekasi yang diketahui melarang karyawati atau pekerjanya menggunakan jilbab. Mochtar mengaku tidak segan mencabut izin usaha apabila perusahaan membuat peraturan diskriminatif terhadap pekerjanya.
Hal itu disampaikan Mochtar ketika ditemui kalangan Forum Masyarakat Peduli Perempuan di kantor Wali Kota Bekasi, Sabtu (15/11) siang. Pernyataan itu dilontarkan Mochtar terkait kasus pemberhentian Wine Dwi Mandella, karyawati RS Mitra Keluarga Bekasi, oleh manajemen rumah sakit swasta tersebut.
"Saya sudah menginstruksikan Dinas Tenaga Kerja untuk memberi surat peringatan kepada perusahaan-perusahaan yang memberlakukan aturan diskriminasi. Saya akan buat surat edarannya," kata Mochtar.
Kasus Wine sendiri terjadi sejak April lalu. Wine ditegur oleh manajemen RS Mitra Keluarga Bekasi Barat karena karyawati bagian fisioterapi di rumah sakit tersebut memakai jilbab dan manset saat bekerja di rumah sakit. Wine berkeras memakai jilbab. Bulan Mei, Wine diberhentikan oleh manajemen rumah sakit itu.
Wine mengadukan pemberhentiannya itu ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi. Setelah melalui proses tripartit, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bekasi menyarankan agar Wine kembali bekerja dan RS Mitra Keluarga tidak melarang karyawati muslimnya untuk memakai jibab dan manset.
Jumat kemarin, lebih dari 200 pengunjuk rasa dari Forum Masyarakat Peduli Perempuan Bekasi mendatangi RS Mitra Keluarga Bekasi Barat. Mereka berunjuk rasa memprotes tindakan manajemen RS Mitra Keluarga Bekasi Barat. Pihak rumah sakit dituding diskriminatif karena melarang karyawatinya memakai jilbab.
Menyusul aksi unjuk rasa Jumat kemarin, manajemen RS Mitra Keluarga Bekasi Barat melalui kuasa hukumnya, Sonny Martakusuma dan Manajer HRD RS Mitra Keluarga, E Setyodewi, menyatakan, pihak rumah sakit sudah menyurati Wine untuk meminta Wine bekerja kembali di rumah sakit mulai hari Jumat (14/11).
Kepada wartawan, Setyodewi juga menyatakan, RS Mitra Keluarga akan menyesuaikan peraturan perusahaan, antara lain dengan memperbolehkan karyawati memakai jilbab.
Sumber: Kompas.com
Subscribe to:
Posts (Atom)