Saya seorang munsyid yang berusaha supaya pesan bisa tersampaikan kepada pendengarnya dengan media ''''nasyid''''. Lalu saya berpikir mencoba untuk memakai aliran-aliran musik yang sedang nge''''trend'''' saat ini - sebagai ''''bahasa setempat'''' - dengan tujuan menembus segmen masyarakat yang luas untuk syiar Islam.
Namun saya harus berbenturan dengan hukum haram atau bolehnya alat musik, yang sampai saat ini masih kabur dan belum saya pahami.
Bagaimanakah hukumnya bernasyid dengan diiringi musik? Mohon pencerahan dari Ustadz.
Wassalaamu''alaikum wr wb
Ibnu Naufal
Jawaban
Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Masalah nasyid dan musik disikapi secara berbeda oleh banyak ulama. Dari yang paling hati-hati hingga yang paling moderat. Namun keduanya tetap mengacu kepada dalil-dalil agama, lewat alur ijtihad masing-masing. Sehingga memang kita bisa maklumi bila hasil kesimpulannya sedikit berbeda.
Kalangan ulama yang agak berhati-hati cenderung meninggalkan segala bentuk musik, bahkan termasuk nasyidnya sendiri. Dalam kaca mata mereka, kalau tujuannya hiburan, seharusnya setiap mukmin itu bukan menyanyi melainkan membaca Al-Quran dan mengingat kepada Allah.
Dalil yang mereka kemukakan adalah firman Allah SWT:
Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra''d: 28)
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun....(QS. Al-Hadid: 16)
Dengan membaca Al-Quran atau mendengarkannya, seorang mukmin akan mendapatkan tambahan iman. Sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(QS. Al-Anfal: 2)
Buat mereka, tidak layak seorang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya menyelesaikan masalah kegundahan hatinya dengan hiburan lagu dan musik. Seharusnya bacaan Al-quran dan inga kepada Allah sudah cukup buat mereka. Maka muncullah pendapat yang mengharamkan lagu dan musik.
Apalagi mengingat kenyataan di masa itu bahwa musik itu tidak diperdengarkan kecuali di tempat-tempat di mana orang lupa kepada Allah. Musik di masa itu selalu ditampilkan secara live oleh rombongan pemusiknya, mereka kemudian menghabiskan waktu sepanjang siang dan malam hanya untuk sekedar berasyik masyuk mendengarkan lantunan lagu. Bahkan mereka berdendang, menyanyi dan menari mengikuti irama sepanjang waktu.
Di masa sekarang ini, kalau kita mendengarkan jenis musik dan irama padang pasir, memang selalu ditampilkan dalam waktu yang sangat tidak efisien alias lama sekali. Tentu saja cara seperti ini sangat sia-sia dan membuang waktu.
Maka wajarlah bila para ulama di masa lalu memandang bahwa mendengarkan musik itu merupakan aktifitas yang tidak produkti, melalaikan dan hanya buang waktu. Padahal seorang muslim ini tidak boleh membuang-buang waktu secara percuma. Maka kalau kita telurusi jejak fatwa para ulama yang mengharamkan lagu dan musik, salah satu dalil utama mereka dalam mengharamkannya karena masalah buang waktu dan kesia-siaannya.
Selain itu memang cukup banyak terdapat dalil yang bisa dijadikan landasan untuk mengharamkan nasyid dan musik.
Sungguh akan ada di antara umatku, kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat yang melalaikan`. (HR Bukhari)
Juga ada hadits lain yang sering juga dijadikan dalil untuk mengharamkan mendengar alat musik dimainkan.
Dari Nafi bahwa Ibnu Umar mendengar suara seruling gembala, maka ia menutupi telinganya dengan dua jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan tersebut. Beliau berkata, "Wahai Nafi` apakah engkau dengar?" Saya menjawab, "Ya." Kemudian melanjutkan berjalanannya sampai saya berkata, "Tidak." Kemudian Ibnu Umar mengangkat tangannya, dan mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan berkata, "Saya melihat Rasulullah saw. mendengar seruling gembala kemudian melakukan seperti ini." (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Dari Umar bin Hushain, bahwa Rasulullah saw. berkata tentang umat ini, "Gerhana, gempa dan fitnah." Berkata seseorang dari kaum muslimin, "Wahai Rasulullah kapan itu terjadi?" Rasul menjawab, "Jika biduanita, musik dan minuman keras dominan." (HR At-Tirmidzi).
Madzhab Maliki, Syafi`i dan sebagian Hambali berpendapat bahwa mendengar nyanyian adalah makruh. Jika mendengarnya dari wanita asing maka semakin makruh. Menurut Malik bahwa mendengar nyanyian merusak muru`ah (wibawa/kehormatan).
Adapun menurut Imam Asy-Syafi`i, musik dan lagu dimakruhkankarena mengandung lahwu (tidak bermanfaat dan sia-sia serta buang waktu). Dan Imam Ahmad mengomentari dengan ungkapannya, "Saya tidak menyukai nyanyian karena melahirkan kemunafikan dalam hati."
Pendapat yang Lebih Moderat
Di luar dari kalangan yang agak berhati-hati, ternyata kita pun mendapati adanya kalangan ulama yang lebih agak moderat. Di mana mereka tidak mengharamkan secara mutlak, melainkan masih memilah dan memberikan beberapa persyaratan tertentu. Aritnya, bila syaratnya terpenuhi, mendengarkan lagu atau musik itu masih bisa ditolelir.
Antara lain:
- Tidak boleh disertai kemungkaran, seperti sambil minum khomr, berjudi, zina dan campur baur laki dan wanita.
- Tidak ada kekhawatiran timbulnya fitnah seperti menyebabkan timbul cinta birahi pada wanita atau sebaliknya.
- Tidak menyebabkan lalai dan meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan shalat atau menunda-nundanya dan lain-lain.
- Jumhur ulama menghalalkan mendengar nyanyian, tetapi berubah menjadi haram bila syarat-syaratnya tidak terpenuhi.
Adapun latar belakang mereka tidak mengharamkannya secara total, adalah karena mereka punya pendapat sendiri atas dalil-dalil yang mengharamkan di atas.
Hadits pertama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, dari Abi Malik Al-Asy`ari ra. Hadits ini walaupun terdapat dalam hadits shahih Bukhori, tetapi para ulama memperselisihkannya. Banyak di antara mereka yang mengatakan bahwa hadits ini adalah mualaq (sanadnya terputus), di antaranya dikatakan oleh Ibnu Hazm. Di samping itu di antara para ulama menyatakan bahwa matan dan sanad hadits ini tidak selamat dari kegoncangan (idhtirab). Katakanlah, bahwa hadits ini shohih, karena terdapat dalam hadits shohih Bukhori, tetapi nash dalam hadits ini masih bersifat umum, tidak menunjuk alat-alat tertentu dengan namanya. Batasan yang ada adalah bila ia melalaikan.
Hadits kedua dikatakan oleh Abu Dawud sebagai hadits mungkar. Bahkan meski hadits ini shahih, maka sebenarnya dari teks hadits itu tidak bisa dikatakan bahwa Rasulullah saw secara jelas telah mengharamkannya. Bahkan Rasulullah saw mendengarkannya sebagaimana juga yang dilakukan oleh Ibnu Umar.
Sedangkan hadits ketiga menurut mereka adalah hadits gharib. Dan hadits-hadits lain yang terkait dengan hukum musik, jika diteliti ternyata tidak ada yang shahih.
Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar pernah ke rumahnya ternyata di sampingnya ada gitar, Ibnu Umar berkata, "Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw?" Kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata, "Ini mizan syami (alat musik) dari Syam?` Berkata Ibnu Zubair, "Dengan ini akal seseorang bisa seimbang."
Adapun ulama yang menghalalkan musik sebagaimana di antaranya diungkapkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya, Nailul Authar adalah Ulama Madinah dan ulama Dzahiri dan jama`ah ahlu Sufi yang memberikan kemudahan (kebolehan) pada nyanyian walaupun dengan gitar dan biola`.
Juga diriwayatkan oleh Abu Manshur Al-Bagdadi As-Syafi`i dalam kitabnya bahwa Abdullah bin Ja`far menganggap bahwa nyanyi tidak apa-apa, bahkan membolehkan budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau sendiri mendengarkan alunan suaranya. Dan hal itu terjadi di masa khilafah Amirul Mukminin Ali ra.
Begitu juga Abu Manshur meriwayatkan hal serupa pada Qodhi Syuraikh, Said bin Al-Musayyib, Atho bin abi Ribah, Az-Zuhri dan Asy-Sya`bi.
Demikianlah pendapat ulama tentang mendengarkan alat musik. Dan jika diteliti dengan cermat, maka ulama muta`akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka mengambil sikap wara` (hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul di masanya. Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi`in menghalalkan alat musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur`an maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.
Oleh karena itu bagi umat Islam yang mendengarkan nyanyian dan musik harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Lirik Lagu yang Dilantunkan.
Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hukum yang diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik menurut syara`, maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk menurut syara`, maka dilarang.
2. Alat Musik yang Digunakan.
Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hukum dasar yang berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan. Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu diharamkan jika melalaikan.
3. Cara Penampilan.
Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara` seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath.
4. Akibat yang Ditimbulkan.
Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut menjadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah saddu adz dzaroi` (menutup pintu kemaksiatan).
5. Aspek Tasyabuh atau Keserupaan dengan Orang Kafir.
Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh (penyerupaan)dengan suatu kaum yang tidak dibenarkan. Rasulullah saw. bersabda:
"Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka." (HR Ahmad dan Abu Dawud)
6. Orang yang Menyanyikan.
Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrimnya. Sebagaimana firman Allah SWT.:
`Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.` (QS Al-Ahzaab 32)
Demikian sekelumit gambaran tentang khilaf ulama tentang hukum nyanyian dan musik dalam Islam. Anda harus bijak ketika bertemu dengan saudara-saudara yang cenderung berpandangan bahwa musik itu haram secara total. Mereka bukan mengada-ada, tetapi memang punya dalil tersendiri. Meski pun anda pun tidak perlu berkecil hati, karena masih banyak ulama lain yang menghalalkannya, meski dengan syarat yang ketat.
Wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber: Ustsarwat.com
Assalamualaikkum
ReplyDeletesebuah artikel yg sangat menarik.
Musik, memang asyik, apalagi kalau liriknya menyenandungkan bait-bait cinta. Baik musik dalam negeri or musik orang bule sama aja, MELENAKAN.
Kalaupun ada pendapat yg membolehkan mendengarkan musik, mari kita kembalikan kepada MANFAAT dari mendengarkan musik. Dan sudah menjadi rahasia umum, banyak penyanyi yg berselingkuh, mereka termakan indahnya buaian musik yg mereka nyanyikan sendiri.
Lagu, demi waktu, teman tapi mesra dll. apakah kita mau dengar lagu begituan, belum lagi ditambah suara musiknya hmmmmmmmmmm...dasyat, sedikit demi sedikit bisa mengikis iman.
Saat ini sudah banyak sekali Murotal yg dikemas dalam berbagai bentuk, cassete, CD, or jenis digital lainnya. Kita tinggal pilih, siapa yg melafazkan murotal. Kalau aku pribadi sangat senang dengan Al Matrud. Sambil kerja biasanya aku dengar murotal, lumayan, selain untuk menambah hafalan alquran juga sekalian belajar tajwid nya.
Setelah belajar Qirooatii, aku baru tau ternyata membaca alquran itu tidaklah mudah, harus belajar sungguh-sungguh agar kita bisa membaca alquran dengan benar agar kita mendapat ganjaran penuh saat membacanya.
Masihkan kita akan membuang waktu dengan mendengarkan musik yang menyebabkan kita jauh dari Allah Subhanahuwataala. Musik Alquran jauh lebih memberikan kenikmatan dari musik apapun.
Wasalamualaikum
Assalamu’alaikum wr.wb.,
ReplyDeleteKalau ada orang yang selalu mau hitam-putihkan segala sesuatu, hasilnya seperti komentar di atas. Semua perkara hanya “halal”, atau “haram”, boleh/tidak boleh dan tidak ada jalan tengah.
Di zaman Nabi SAW, ada musik, ada nyanyian, dan Aisyah serta sahabat mendengarkan orang bernyani, dan juga nonton tarian. Tetapi zaman ini ada orang yang hatinya cukup keras, yang terbiasa teriak haram setiap hari dan tidak mau melihat hasil dari sikap keras tersebut.
Dengan adanya musik yang baik dari penyanyi seperti Sami Yusuf atau Yusuf Islam, orang non-Muslim akan memandang Islam dengan sikap yang lebih baik. Ada juga yang tertarik pada Islam karena dakwah yang lembut dan terbuka dari orang Muslim.
Musik bisa bermanfaat untuk dakwah.
Musik bisa bermanfaat untuk menimbulkan rasa tenang atau inspirasi bagi orang Muslim. Dan sesudahnya, perjuangan di jalan Allah bisa menjadi lebih kuat disebabkan musik yang membuat hatinya tenang dan membantunya beristirahat.
Ada penyanyi yang berzina, dan ada yang tidak. Ada penyanyi yang pakai narkoba dan ada yang tidak. Tidak bisa dihitam-putihkan begitu saja, lalu semua musik dari penyanyi dilarang begitu saja. Tetapi orang yang hatinya keras selalu senang begitu.
Jadi apakah mendengarkan lagu hanya “membuang waktu” dalam semua keadaan? Betul? Ya, mungkin saja, bagi orang yang hatinya keras. Dan baca buku seperti Laskar Pelangi juga buang waktu. Nonton film Laskar Pelangi juga buang waktu. Bertemu orang untuk diskusi juga buang waktu. Lebih baik di rumah atau musholla sepanjang hari dan hanya membaca al Qur'an saja tanpa mengerjakan yang lain.
Tetapi bagi orang yang hatinya tidak keras, musik dalam batas yang wajar bisa menimbulkan banyak inspirasi dan kenikmatan.
Saya ingat waktu ada yang minta saya memberikan pengajian di kafe untuk “ibu-ibu gaul” yang tidak terbiasa mengikuti pengajian. Saya terima.
Mungkin orang yang hatinya keras akan menolak dengan alasan kafe adalah tempat haram (hanya boleh pengajian di musholla), dan ada musik (haram), ibu-ibu itu tidak pakai jilbab (haram) dan juga mungkin ada sedikit minuman beralkohol di situ (haram).
Tetapi karena saya terima, ibu-ibu itu sangat bersyukur dan sambil minum kopi dan makan kue, mereka bertanya2 tentang agama. Ternyata mereka sangat ingin tahu, tetapi merasa malu untuk menghadiri pengajian karena tidak biasa, takut tidak diterima di kalangan ibu2 yang berjilbab, dan karena pengetahuan mereka sangat minum mereka takut dipandang bodoh.
Ternyata mereka sangat mudah untuk diarahkan, dan terbuka untuk terima nasehat, tetapi itu hanya terjadi karena saya terima undangan mereka untuk diskusi agama di kafe. Mungkin bagi orang lain, lokasi itu akan ditolak dan ibu-ibu itu diwajibkan pakai jilbab dulu sebelum belajar agama di musholla.
Ada dua pilihan: utamakan dakwah (fiqih dakwah dan fiqih prioritas) bagi mereka yang membutuhkannya, atau menolak orang seperti itu dengan sikap yang keras dan menyuruh mereka datang ke masjid saja sama ibu-ibu yang lain. (Mereka tidak akan datang).
Dan kalau tahu dunia musik, dengan sangat mudah kita bisa mendekati remaja yang suka musik dan ajak mereka belajar agama juga (secara pelan-pelan). Tetapi kalau kita datangi remaja dan langsung haramkan musik dengan sikap kita yang keras, mereka akan menjauhi kita dan tetap tidak akan datang ke masjid untuk belajar.
Mana yang lebih utama?
Tetapi kalau ada yang mau hidup di dunia ini dengan hati yang keras dan hanya memperhatikan orang2 yang sudah saleh dan salehah, tanpa peduli pada yang belum dapat petunjuk, silahkan. Saya tidak mau hidup seperti itu, layak malaikat karena paling sempurna sendiri.
Dan walaupun ada orang yang merasa yakin akan dapat pahala yang besar karena baca al Qur'an dengan suara yang paling sempurna di dunia, saya juga yakin ada pahala yang besar bagi kita yang berhasil mengajak orang lain masuk Islam atau bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Itu lebih mudah dilakukan kalau dia mau menerima nasehat dari kita, dan dia akan lebih bersedia menerima kita kalau kita melakukan pendekatan lewat dunia dia (musik dan kafe), daripada menunjukkan sikap yang keras.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
Opick
http://www.youtube.com/watch?v=UHJrCO1t1KA
Sami Yusuf
http://www.youtube.com/watch?v=r5qr7T50KJk&feature=related
http://www.youtube.com/watch?v=AOj3aDfuR_o
http://www.youtube.com/watch?v=0sH2rnXhJw8&feature=related
http://www.samiyusuf.com/video/index.htm
http://www.youtube.com/results?search_query=sami+yusuf&search_type=&aq=f
Yusuf Islam
http://www.youtube.com/watch?v=Q7iLPnDCQ1g
http://www.youtube.com/results?search_query=yusuf+islam&search_type=
Asslamualaikum..
ReplyDeletetambah lagi di youtubenya:)
madine(france rapper)-don't panic iam muslim, jihad,
or music kurdi.. ya akhi....\penyanyinya no name, musicnya bikin ingat ttg kematian terus...
musik juga tergantung selera orang:
ada yang lebih suka murotal atau bacaan qiroah, atau sholawat dengan rebananya.., tapi semua berdendang memuji Ilahi.....
(music itu bahasa universal untuk menyampaikan sesuatu hal yang bisa langsung mengena di hati.)
Mungkin suara merdunya opik atau suara khasnya Uje.
Semua tergantung selera, sama halnya saya akan bilang, saya tidak suka nasyid dan lebih suka music rapp gaya Madine, sebagai music syiar dakwah..itu juga masalah selera orang, tapi tujuan mereka bermusic tetap sama: jalan syiar untuk lebih mengenalkan islam dengan cara mereka berdakwah di jalur music, kelebihan itu juga anugerah kan....,
kalau suara perempuan bisa diharamkan karena berdendang bukan pada muhrimnya-wah alangkah banyaknya pendosa dinegeri ini..,
sedang shalawat nariyah yg biasa didendangkan ibu2 di pengajian kampung, lebih mudah dihafal didendangkan dengan lagu walaupun tanpa music
sayangnya saya tidak pintar mengutip dalil,(semoga ada yg bisa membantu menafsirkan kandungan ayat tersebut) dan masih bersyukur karena suara saya pas2an dan tidak ikut ambil pusing ttg hitam-putihnya nyanyian dan suara merdu...
saya cuma bilang: selera music berbeda2 setiap orang.
Ada yang hati2 sekali menyikapi halal-haramnya bermusic, ada yang tidak melarang selama itu tidak bertujuan buruk.
yaa saya hanya penikmat music.
InsyaAlloh saya tidak lupa dengan kewajiban saya krn cuma hoby denarkan music,
music itu candu bagi saya ketika kerja, ga ada music diruangan, saya ga bisa fokus pada pekerjaan.
salam.
bukan pemusic cuma pendengar music:)
Hmmm...aku lebih sependapat dengan melihat manfaat dari mendengarkan musik itu sendiri. tidak langsung menuduh musik itu haram.seperti contohnya,saat aku mendengar Dealova nya Once, yang ada dalam pikiranku adalah lagu itu lagu cinta tapi kepada Allah, bukan kepada manusia. tapi ternyata memang katanya lagu itu diciptakan Opick. Aku tidak tahu sebenarnya lagu itu ditujukan pada siapa. tapi yang jelas saat mendengarkan lagu itu malah ingat pada Yang Maha Mencintai dan bukan pada yang lain. apa iya yang seperti itu dinilai haram? Kalau Murottal, sepertinya aku belum nemu yang seindah Syaikh Hanie Rifai. Tapi seperti kata Inot, semua tergantung selera...:)
ReplyDeleteWassalam.
Not kita sama.. aq juga penikmat musik.. tapi insy musik gak bikin kita jd lupa segala2nya esp. melupakan kewajiban kita sbg muslim..hidup tanpa musik gak ngerti deh rasanya gimana..
ReplyDeleteOm gene aq juga setuju bgt ama penjelasannya.. musik bisa jadi media dakwah...
little word emang bener, ada beberapa lirik lagu yg bermakna dua (dualisme) alias bisa diartikan dgn cinta kepada sesama manusia or kepada Allah. contohnya lagunya Letto yg sandaran hati (perasaan pd saat sholat tahajjud), betapa aku mencintaimu-nya vagetoz (bisa berarti kepada Allah), dll...
Intinya.. aq sependapat dgn kalian bertiga.. maaf ya Nit, beda pendapat kan biasa ya..
3rin gitu loh...
Assalamu’alaikum wr.wb.,
ReplyDeleteSaya secara pribadi tidak keberatan kalau ada pendapat yang mau mengharamkan semua bentuk musik dan banyak hal lain, walaupun itu hanya 1 pendapat dari berbagai pendapat dan bukan suatu hal yang disepakati oleh 100% ulama kita.
Saya hanya sayangkan bahwa seringkali orang yang punya pandangan keras terhadap Islam kesulitan untuk berdakwah terhadap orang yang berbeda dengan dia, karena mereka sibuk merasa paling benar sendiri, dan sibuk menolak hal-hal yang umum dengan sikap yang keras (karena mau menjadi paling benar sendiri). Walaupun dalam satu perkara ada pendapat boleh, mubah, makruh atau haram, mungkin mereka itu selalu pilih yang haram, dan tidak mau tahu tetang pendapat2 yang lain atau argumentasinya.
Lalu, kalau mereka ketemu dengan orang barat, misalnya, bagaimana cara berdakwah kalau percakapan dimulai dengan menyebutkan “Anda kafir, semua yang anda kerjakan haram, dan anda akan masuk neraka!” Orang barat (dan banyak orang Indonesia) tidak bisa terima, lalu dia pergi dengan rasa kesal dan juga dapat kesan bahwa Islam itu keras dan menakutkan, padahal tidak.
Mereka mungkin itu bisa berdakwah, tetapi hanya kepada orang yang sudah sepandangan dengan mereka atau sudah dekat dengan posisi mereka. Jadi, aku hanya sayangkan kesempatan dakwah yang mungkin saja lewat karena mereka sibuk menjadi orang paling benar dari semua orang yang benar, dan sulit untuk mendekati kaum yang berbeda.
Misalnya, ada orang yang pernah menolak menjawab salam dari aku dengan asumsi aku kafir (orang bule pasti kafir). Dia kaget untuk tahu bahwa aku Islam, dan aku diperintahkan baca syahaddat langsung sebagai bukti bahwa aku Muslim. Aku menolak. Aku bilang kalau dia tidak percaya, tunggu adzan dan aku menjadi Imam buat dia dalam shalat, kalau mau. Dia menjadi diam. Dengan hati yang keras seperti itu, dia tidak bisa mendekati orang yang perlu dakwah dari kita semua yang lebih paham agama.
Aku berkali-kali duduk sama murid2 bahasa Inggris dulu dan bahas musik (karena selalu pasang musik di kelas), dan berusaha untuk mendekati mereka. Lalu, setelah akrab, mereka jelaskan sendiri tentang kehidupan seks mereka dan teman2nya, dan narkoba yang pernah dipakai, shalat yang selalu ditinggal, dan ada juga yang tunjukin kondom di dompetnya. Mereka masih anak SMP, SMA, kuliah, dan jangan salah – banyak dari mereka yang bersekolah di sekolah2 swasta Islam di DKI!! Orang tua sibuk dengan karirnya dan tidak tahu apa2 tentang anak2nya yang sering sendirian di rumah. Malah anak2 itu bocorkan semua rahasianya kepada aku, dan ada yang minta nasehat, mungkin karena aku tidak bersikap keras dan menghakimi begitu saja.
Kalau mau ditegor, biasanya sambil ketawa, biar mereka tidak sakit hati dan bisa terima.
Misalnya, “Masa udah gede kaya gini dan tidak bisa shalat subuh? Anak kecil aja bisa. Payah lhu. Emang kakinya rusak kalau dipakai pagi2 untuk shalat?” dan seterusnya. Biasanya mereka ikut ketawa, dan kalau sudah dekat, aku sering bisa membujuk mereka untuk bikin janji akan shalat, tinggalkan pereumpuan, alkohol, berjudi, dsb.
Karena aku sudah mendekati mereka lewat pembicaraan musik favorit mereka dan film favorit mereka, dengan sikap tenang dan lembut, aku bisa ajak mereka bicara ttg agama, shalat dosa, taubat, dan lain-lain. Tetapi kalau aku mulai percakapan dengan teriak haram, dosa, murtad, dan lain2 (karena hati aku keras dan pengertian agama juga keras), mereka tidak mungkin mau berbincang dengan saya.
Sisi buruk dari banyak musik di dunia ini (terutama dari barat) sudah jelas dan harus diakui, tetapi sayang sekali kalau semuanya langsung dicap haram, termasuk nasyid, musik klasik, dan lain2. Kalau memang 100% buruk dan haram, pasti semua ulama kita yang mengerti agama sudah mengharamkan semua bentuk musik. Ternyata tidak.
Ada teman saya, ustadz, hafiz Qur'an Insya Allah, dan di HPnya kalau kita telfon, sambil tunggu ada lagu “You are the Wind Beneath my Wings”. Aku tanya kenapa, dia bilang selalu ingat Allah kl dengar lagu itu, dan merasa tanpa Allah tidak punya apa-apa di dunia ini. Jadi dia merasa Allah menjadi angin yang mengangkat dia untuk berjuang di jalan Allah. Apakah mau dibilang 100% buruk karena lagu barat?
Apakah aku harus jelaskan kepadanya bahwa semua bentuk musik itu haram, walaupun ilmu agama aku sekitar 2% dibandingkan ilmu agama dia?
Guru saya, KH Masyhuri Syahid begitu suka dengan nasyid Sami Yusuf, dia minta saya kasih CDnya supaya bisa didengarkan di mobil dalam perjalanan ke rapat MUI, atau dlm perjalanan ke masjid utk pengajian. Masa saya bilang kepada Pak Kyai bahwa itu haram dan dia hanya boleh dengarkan bacaan Al Qur'an (yang juga sering sekali didengarkan di mobil)? Saya yakin Pak Kyai sendiri lebih tahu, dan saya sebagai murid tidak melihat sesuatu dari perbuatan guru saya yang bisa saya salahkan.
Kepada orang (siapapun) yang hatinya keras, ada suatu pertanyaan: “Kalau aku mengaku kepada kamu sekarang bahwa aku baru saja berzina dan bertanya apakah perlu dihukum rajam (hukum mati), sikap kamu bagaimana?”
Kalau dia menjawab: “Ya, kamu sebagai pezina harus dihukum mati sekarang juga”, maka mungkin itu disebabkan karena dia ingin menjadi orang yang menegakkan hukum Allah dengan benar, dan ingin menjadi orang paling benar di dalam komunitasnya.
Kalau dia jawab begitu, aku ada pertanyaan lagi: “Kenapa pada saat ada orang datang kepada Nabi SAW dan mengaku berzina dan minta dihukum mati, Muhammad SAW malah buang muka dan tidak menjawab!”
Silahkan dipikirkan. (Kalau mau dibahas, lain kali aja.)
Sekian saja dulu. Semoga bermanfaat. Silahkan berbeda pendapat.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto