Labels

alam (8) amal (100) anak (293) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (18) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (564) islam (546) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (96) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (48) my books (2) orang tua (7) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (171) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

27 April, 2017

Bagaimana Caranya Memilih Sekolah Baik Untuk Anak Saya?

[Pertanyaan]: Setelah membaca post pak Gene tentang sekolah swasta, sy terhentak krn sy lihat bahwa dalam wkt 1thn saja, sekolah anak saya sudah merombak semua guru. Katanya, tiap tahun mereka juga selalu ganti sistem spy lebih baik lagi. Apa perubahan tiap tahun ini sungguh2 bagus? Bagaimana spy sy benar2 bs memilih sekolahan yang tepat?

[Gene]: Sekolah-sekolah swasta seperti itu didirikan oleh pengusaha yang mau dapat profit dari "bisnis sekolah". Mereka cuek saja kalau sistem pendidikan nasional dibiarkan rusak. Yang penting mereka kaya, dan anak mereka bisa dapat sekolah dengan fasilitas yang baik. Mereka anggap kondisi kelas yang baru dan bersih setara dengan "pendidikan berkualitas". Padahal pendidikan berkualitas berasal dari GURU yang berkualitas. Kelas yang fasilitas yang baik hanya pelengkap. Guru yang berilmu bisa mengajar anak di bawah pohon. Saya pernah mengajar bahasa Inggris di kolam renang, di mobil, dan di rumah makan, antara lain.

Karena para pemilik sekolah itu adalah pengusaha, dan rata-rata tidak mengerti pendidikan atau kurikulum, mereka siap melakukan "eksperimen" terhadap anak anda dengan uji coba sistem pendidikan dan program yang tidak mereka pahami. Mereka coba-coba saja dan berharap bisa ketemu suatu sistem yang berhasil, agar uang mengalir terus. Tetapi mereka sangat takut kalau ada "hak bicara bebas" bagi orang tua dan guru. Banyak sekolah punya pengacara mahal yang ancam orang tua dan guru dengan pasal "pencemaran nama baik" kalau ada yang berani bicara atau menulis tentang pengalaman buruknya.

Jadi orang tua tidak bisa dapat gambaran yang jelas dari orang tua lain, guru, atau siswa. Semua orang tua hanya bisa tebak-tebak saja dan coba kirim anaknya ke sekolah-sekolah itu, dengan harapan sekolah baru lebih baik dari sekolah yang lama. Ada anak yang dipindahkan beberapa kali karena setiap sekolah swasta yang mahal dicoba satu per satu. Pemilik sekolah tidak mengerti pendidikan jadi mereka anggap bukan masalah kalau banyak guru mengundurkan diri setiap tahun, dan kurikulum diganti lagi, dan sistem berubah lagi, dan banyak anak ditarik untuk pindah sekolah. Selalu ada siswa baru dan guru baru, dan ada pembayaran "uang pembangunan" (yang non-refundable, tentu saja!) jadi kenapa perlu pusing? Orang tua, siswa, guru, sistem pendidikan nasional, dan masa depan Indonesia dirugikan. Tapi tidak ada yang peduli. Uang yang penting.

Kalau sistem pendidikan atau kurikulum berubah setiap tahun, artinya apa? Coba berpikir begini. Kita naik bis dari Jakarta ke Surabaya di zaman dulu, dan peta digambarkan oleh sopir sambil jalan. Mau berangkat? Percaya bisa sampai? Tetapi kalau kurikulum sekolah "belum jelas" dan diubah terus, bagaimana bisa tahu anak akan belajar apa selama 3-6 tahun?

Dulu, sering ada orang tua yang kirim email ke saya dan minta "daftar nama sekolah" yang buruk agar bisa dihindari, atau daftar sekolah baik agar mereka bisa coba masuk. Saya tidak bisa bantu. Selama ada pasal pencemaran nama baik yang diutamakan di atas hak bicara bebas, tidak ada orang yang boleh membuka informasi tentang kondisi sekolah swasta yang sebenarnya. Tidak akan ada situs seperti "TripAdvisor" (yang digunakan untuk berikan review baik dan buruk tentang hotel) yang bisa digunakan oleh orang tua dan guru untuk membahas kondisi dan kualitas sekolah di Indonesia.

Jadi orang tua selalu dalam kondisi tebak-tebak saja tentang masa depan anak mereka di sekolah-sekolah mahal itu. Orang tua tidak bisa dapat informasi karena orang yang tahu tidak berani bicara di depan umum. Biasanya, para gurulah yang paling banyak tahu tentang kondisi di suatu sekolah, dan juga gurulah yang paling banyak diancam untuk diam. (Contohnya, ada anak dicabuli di dalam sebuah sekolah swasta di DKI. Kasus itu ditutupi oleh sekolah, para guru diwajibkan diam dan diancam akan dipecat kalau memberi tahu kepada orang tua!)

Saya merasa kasihan dengan siswa dan orang tua yang dapat kondisi pendidikan seperti ini. Tapi ini hasil dari kebijakan pemerintah dan UU yang dibuat oleh DPR. Pengusaha hanya memanfaatkan kondisi ini untuk kejar kekayaan. Orang tua hanya bisa berdoa, dan coba sekolah baru lagi, dan berharap dapat yang baik. Selama tidak ada perubahan terhadap sistem pendidikan nasional, dan pasal pencemaran nama baik bisa digunakan untuk ancam orang tua dan guru, dan tidak ada hak bicara bebas, masalah ini tidak akan hilang. Hasilnya adalah "sistem pendidikan berbasis keberuntungan" di mana guru selalu dalam penekanan dan orang tua tidak bisa dapat informasi.

Maaf saya tidak bisa bantu selain berikan peringatan. Jangan mudah percaya pada sekolah yang terlihat "berkualitas" dari gedung dan fasilitas. Cari tahu berapa banyak guru yang keluar setiap tahun, karena itu merupakan indikasi ada masalah dengan pengurus sekolah. Cari sekolah yang gurunya jarang pindah, dan seringkali itu sekolah yang berkualitas karena para guru senang mengajar di sana. Dan coba minta melihat CV dari semua guru di sekolah. Sangat mungkin tidak dikasih, karena nanti orang tua akan kaget ketika tahu guru anaknya adalah lulusan fakultas ekonomi, dan dapat pekerjaan karena bisa berbahasa Inggris. "Kita sekolah bilingual ya!"

Maaf saya tidak bisa berikan saran yang bermanfaat. Ini hasil dari ketidakpedulian pemerintah, yang berikan peluang pada pengusaha untuk menjadi kaya dari "bisnis pendidikan". ("Kalau buka franchise, bisa balik modal dalam 3 tahun, ya Bu!"). Jadi sistem pendidikan nasional, 3 juta guru, 80 juta anak, dan 100 juta orang tua yang dikorbankan. Tetapi siapa yang mau peduli?

-Gene Netto

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...