MUI “Angkat Tangan” Kehalalan
Selasa, 08 April 2008
Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat-tangan terhadap kehalalan produk roti BreadTalk. BreadTalk dianggap mengabaikan peringatan MUI
Hidayatullah.com--Kehalalan roti BreadTalk kembali dipertanyakan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak lagi bertanggung jawab atas kehalalan roti produksi PT Talkindo Selaksa Anugerah itu.
"Kami sampaikan kepada masyarakat, kami tidak bisa menjamin masyarakat lagi mengenai kehalalan roti BreadTalk," ujar Kepala Bidang Sertifikasi Halal LPPOM MUI Muti Arintawati.
Muti, sebagaimana disampaikan okezone, Selasa (8/4) mengatakan, manajemen produsen roti milik pengusaha Johnny Andrean itu tidak memiliki itikad baik untuk memperpanjang sertifikat kehahalan BreadTalk. Sertifikat kehalalan dari MUI yang dimiliki BreadTalk sudah kadaluarsa sejak September 2007 lalu.
"Karena sertifikat itu hanya berlaku dua tahun. Kami sudah sampaikan beberapa kali surat peringatan tapi tidak direspons. Jadi kami tegaskan lagi kepada masyarakat Muslim bahwa MUI tidak lagi bertanggung jawab dengan kehalalan BreadTalk," tandasnya.
BreadTalk didirikan pada tahun 6 Maret 2003 oleh George Quek, seorang wirausahawan yang sebelumnya memulai jaringan food court yang sukses di Singapura, Food Junction. Konsepnya berbeda dibandingkan dengan toko-toko roti lainnya pada umumnya, dengan memerhatikan penampilan toko yang dirancang agar terlihat eksklusif serta memperlihatkan dapur pembuatan roti kepada para pengunjungnya melalui kaca transparan.
Tahun 2005, MUI pernah mengumumkan BreadTalk, Hoka Hoka Bento, dan Bir Bintang sebagai makanan dengan kategori subhat. “BreadTalk dan Hoka Hoka Bento dinyatakan syubhat (meragukan) dan Bir Bintang 0 persen alkohol dinyatakan haram,” demikian ujar Sekretaris Umum MUI, Dien Syamsudin, saat jumpa pers kala itu. [cha, berbagai sumber/www.hidayatullah.com]
Sumber:
******************
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Pertanyaan saya: Apakah ini merupakan sebuah trik bisnis baru (atau lama)?
Langkah pertama, dapatkan sertifikasi halal.
Langkah kedua, biarkan sertifikat itu kadaluarsa. Abaikan semua surat peringatan dari MUI.
Langkah ketiga, teruskan bisnis seperti biasa. Mungkin banyak orang tidak akan dengar berita tersebut, kecuali masuk tivi dan halaman depan semua koran.
Dan kalau tidak, banyak konsumen akan makan seperti biasa. (Sampai sekarang saya masih sering melihat ibu-ibu yang memakai jilbab yang makan di Hoka-Hoka Bento, jadi mereka pasti belum mendengar berita bahwa Hokben itu syubhat (diragukan), yang berati juga ada kemungkinan bahwa makanan itu haram.)
Dengan tindakan ini, semua perusahan bisa mendapatkan seritfikat halal untuk awal operasi bisnisnya saja sehingga lebih laku, lalu berasumsi bahwa masyarakat secara luas tidak akan tahu kalau sertifikat sudah kadaluarsa. Dan sesudahnya, kecuali ekspose secara besar-besaran di media massa, banyak orang biasa tidak akan pernah tahu bahwa status halalnya telah berubah, dan kalau sekedar mendengar “isu” dari teman, mungkin tidak percaya dan makan terus. Mereka akan berasumsi bahwa berita tersebut dari teman hanya sebatas isu saja, atau gejala persaingan bisnis.
Terima kasih kepada LPPOM MUI atas penjagaannya.
Mari kita semua memboikot Breadtalk supaya mereka tahu bahwa ummat Islam tidak suka dipermainkan oleh pengusaha yang siap mengabaikan kebutuhan keagamaan kita, padahal kita sudah terbukti menjadi konsumen yang baik hati dan setia pada bisnis mereka.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
HaaaaaaaaaaHHH ???...
ReplyDeleteAstagfirullah.....
Baru saja kemarin makan makanan tersebut...malah sering, Selain rasanya memang enak, juga "praktis" buat dibungkus sebelum masuk jalan tol dan kena macet lama...
Sebelum disantap, Sempat terfikir (ingat isu tentang kehalalannya dulu) kemudian mencari label halal di kotak/kemasan (Hokben) tapi tidak ketemu (kayaknya memang gak ada) atau kurang teliti ( karena lapar hehe )...
Makasih infonya om Gene...
Sebagai pebisnis seharusnya pengusaha bread talk tetap mengutamakan kehalalan produknya. Mereka pasti tahu bahwa konsumen dari bread talk mayoritas muslim karena mereka berbisnis di Indonesia yg mayoritas penduduknya beragama Islam.
ReplyDeleteMengenai konsumen yg tetap mengkonsumsi makanan Hokaben padahal telah dinyatakan hisbat oleh MUI,disayangkan sekali. Sebagai konsumen kita harus berhati-hati. Kalau pengusaha bread talk tidak mau mempedulikan ttg kehalalan produknya beli roti yg lain. Kalau konsumennya berkurang mereka pasti akan berpikir.
Ada berita mengejutkan dari antara bahwa produk pangan yang bersertifikat halal baru 10%. Masyallah, kenapa bisa begitu ya? Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam.
ReplyDeleteIni berita lengkapnya.
01/07/08 14:48
Produk Pangan yang Bersertifikasi Halal Baru 10 Persen
Jakarta, (ANTARA News) - Produk pangan yang saat ini sudah mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru sekitar 10 persen dari keseluruhan produk yang beredar di pasaran.
"Secara nasional, total baru 10 persen dari keseluruhan produk," kata Direktur Eksekutif Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) H.Muhammad Nadratuzzaman Hosen di sela acara pelatihan sistem jaminan halal (Halal Assurance System/HAS) di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, saat ini ada 60 ribu produk dari 2.800 perusahaan yang sudah mendapatkan sertifikasi halal dari LPPOM-MUI pusat dan 30 ribu produk dari 3.000 perusahaan yang mendapatkan sertifikasi halal dari LPPOM-MUI daerah.
Ia menjelaskan, kendati hingga saat ini belum banyak perusahaan yang mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikasi halal dari MUI namun animo perusahaan di dalam negeri untuk mendapatkan sertifikasi halal cukup tinggi.
"Belakangan animonya terlihat meningkat, dari setiap pameran dan pelatihan yang kami selenggarakan, peminatnya selalu banyak. Dan itu bukan hanya dari perusahaan di dalam negeri saja tapi juga dari perusahaan internasional," jelasnya.
Hal itu, menurut dia, terjadi karena permintaan konsumen muslim akan produk yang halal juga semakin meningkat.
Lebih lanjut ia menjelaskan, dalam hal ini LPPOM-MUI tidak secara proaktif mendorong produsen untuk mendapatkan sertifikasi halal, yang biayanya antara Rp1 juta-Rp5 juta dan berlaku selama dua tahun, karena memang tidak ada peraturan perundangan yang mewajibkannya.
"Kami hanya menyosialisasikannya kepada masyarakat karena ini memang ditujukan untuk melindungi konsumen. Yang kami lakukan adalah bagaimana kami bisa melindungi konsumen," katanya.
Berkenaan dengan hal itu, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Dedy Fardias menjelaskan bahwa saat ini selain kualitas, nutrisi dan keamanan pangan, kehalalan produk pangan juga telah menjadi salah satu tuntutan konsumen global.
Kehalalan yang dimaksud adalah tidak berisi bahan yang dilarang oleh agama Islam serta tidak disiapkan, diproses, ditransportasikan atau disimpan dengan peralatan yang tidak bebas dari bahan-bahan yang dilarang dikonsumsi menurut hukum Islam.
"Karena itu sertifikasi halal menjadi penting, utamanya untuk melindungi konsumen muslim dari produk pangan non halal," demikian Dedy Fardiaz. (*)
Wassalam
mmm yum roti bugus
ReplyDelete