Labels

alam (8) amal (101) anak (294) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (20) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (563) islam (544) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (98) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (41) muallaf (48) my books (2) orang tua (6) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (61) puasa (38) renungan (170) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (323) tanya-jawab (14) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

13 May, 2012

Kenapa Banyak Orang Merasa Sulit Untuk Peduli Pada Anak Yatim?

Assalamu’alaikum wr.wb.,Ya Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kenapa ada begitu banyak orang Muslim yang punya pandangan yang begitu sempit terhadap anak yatim? Saya merasa sedikit heran terhadap saudara2 saya di sini yang Muslim dari lahir, tetapi masih punya pandangan yang sempit terhadap anak yatim, seolah-olah tidak pernah dapat ajaran agama berkaitan dengan anak yatim dari Rasulullah SAW. Kenapa bisa begitu?

Ada pesan yang dikirim kepada saya dari seorang Ibu. Dia menceritakan nasibnya waktu menjadi anak yatim dulu. Setelah membacanya, saya hampir tidak bisa percaya bahwa anggota keluarganya sendiri yang hidup secara makmur masih tidak berfikir untuk memperhatikan nasibnya keponakan2 mereka yang anak yatim. Ibu itu bercerita bahwa dia dan kakaknya harus mencari nafkah hidup untuk makan dan uang sekolah bagi mereka dan adik-adik mereka karena Ibu tidak sanggup mencari nafkah hidup, dan tidak ada yang berusaha untuk membantu mereka. Tetangga yang jauh tidak membantu, tetangga yang dekat tidak membantu, dan bahkah saudara kandung sendiri tidak membantu.  
Kenapa bisa begitu sebagian dari ummatnya Nabi Muhammad ya Allah?

Kemarin saya menulis tentang anak yatim di Facebook saya, dan ada juga beberapa orang yang berprotes lewat email, message dan sms. Keluarga yang saya bantu itu (yang sudah menerima saya sebagai saudara angkat) “terlalu kaya” dan tidak layak dibantu lagi, menurut pendapat penulis2 tersebut. Dan bukan kali ini saja saya dapatkan pendapat seperti itu dari beberapa orang. Kok mereka bisa begitu hitung-hitungan sama anak yatim? Bagaimana kalau Allah SWT mulai menjadi hitung-hitungan kepada kita juga sebagai balasan? 
“Kamu sudah punya pekerjaan, jadi jangan berharap bisa dapat bantuan tambahan dari Allah pada tahun ini. Jangan berharap ada uang lebih untuk beli motor atau mobil. Jangan berharap bisa ada uang lebih untuk beli baju baru. Jangan berharap bisa ada uang untuk liburan tahun ini. Jangan berharap bisa dapat uang untuk renovasi rumah yang sering bocor. Soalnya… kamu sudah “terlalu kaya” untuk dapat bantuan lagi dari Allah!” (Apa mau kita menghadapi keadaan seperti itu? Kalau tidak, kenapa kita bisa menjadi begitu hitung-hitungan dan pilih-pilih terhadap anak yatim?)
Apakah ada hadiths satupun yang menyuruh kita memeriksa rekening atau dompetnya seorang anak yatim sebelum kita kasih santunan kepadanya? Di mana hadiths yang luar biasa itu? Saya belum pernah baca dan setahu saya tidak ada. ANAK YATIM ADALAH ANAK YATIM. Setahu saya, tidak ada istilah “anak yatim yang terlalu kaya dan tidak perlu disayangi dan disantuni lagi” di dalam Al Qur'an maupun di dalam hadiths. Artinya terlalu kaya apa? Dia punya 100ribu, jadi tidak boleh dikasih lagi? Dia punya kasur, jadi tidak perlu dikasih baju lagi? Dia bisa makan setiap minggu jadi tidak perlu dikasih uang belanja lagi? Apa artinya “anak yatim yang terlalu kaya” itu? Dari mana sebagian orang Muslim bisa dapatkan konsep yang aneh seperti itu? Kenapa begitu banyak orang bisa berprotes kalau ada anak yatim yang disantuni dengan pemberian apa saja?

Kalau belajar tentang sedekah (bukunya sudah banyak), maka ditekankan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan kita untuk kasih kepada keluarga dulu, jauh sebelum yang lain. Lalu tetangga yang dekat. Lalu yang jauh. Tetapi banyak orang merasa bahwa itu bukan tindakan yang baik. (Apa Rasulullah kurang paham kali?) Mereka merasa bahwa yang terbaik adalah datang kepada anak yatim, dan membuat audit terhadap semua barang miliknya, cek saldo tabungan, cek isi dompet, tanya apa yang dia makan setiap hari selama minggu ini, dan setelah lewat proses pemeriksaan, kalau si anak yatim dinilai “cukup miskin” maka baru boleh dikasih 100 ribu lagi. Apakah begitu maunya kita terhadap anak yatim yang hatinya sedih dan terpukul?

Dari mana ummat Islam bisa mendapatkan pemikiran seperti itu? Belum tentu orang yang kita menilai sebagai “orang mampu” adalah orang yang punya banyak! Rumah ada? Apa milik sendiri, atau kontrak, atau cicil ke bank? Mobil ada? Apa milik sendiri, atau cicil, atau apa ada yang pinjamkan (misalnya mertua)? Uang ada? Apa uang bisa habis untuk belanja, bayar sekolah, bayar cicilan, bayar listrik, memperbaiki ini dan itu yang rusak di rumah tanpa sepengetahuan siapapun selain Allah? Siapa yang berhak datang kepada anak yatim atau ibunya (kalau masih ada) dan melakukan audit terhadap diri mereka, SEBELUM bersedia membantunya? Saya sungguh tidak paham kenapa orang Muslim bisa mendapatkan pemikiran seperti itu.   

Saya lebih tidak paham lagi kalau ada anak yatim yang masih menjadi anggota keluarga sendiri dan tidak ada yang mau memperhatikan mereka duluan di atas segala-galanya. Saya tidak paham dan tidak bisa setuju. Saya hanya bisa berharap bahwa mungkin lewat tulisan saya atau lewat kisah nyata yang saya sebarkan, ummat Islam yang merasa beriman kepada Allah SWT dan merasa mencintai Nabi Muhammad SAW bisa merenung dan melihat anak yatim di depan mata mereka, dan berfikir di dalam hatinya, “Kalau seandainya anak yatim ini di depan saya adalah Rasulullah SAW pada saat dia masih seorang anak yatim, apa yang akan saya berikan dan lakukan UNTUK DIA?”

Lalu setelah berfikir seperti itu, baru mereka bertindak dengan penuh kasih sayang dan sikap yang lembut dan mulia, seolah-olah sedang bicara dengan seorang anak yatim bernama Muhammad bin Abdullah, yang akan menjadi Nabi kesayangan Allah di masa depan. Lihat anak yatim di depan mata, terutama yang anggota keluarga, dan jangan berfikir tentang isi tabungan mereka, dan jangan berasumsi bahwa mereka dalam keadaan “oke-oke saja”.  

Yang tahu keadaan mereka sebenarnya hanya mereka yang Allah, sedangkan kita hanya berasumsi saja. Bisa jadi asumsi kita salah 100% tetapi kita sudah buang muka duluan dengan sikap tidak peduli karena berasumsi mereka tidak perlu dibantu lagi. Kalau mereka memang benar orang kaya, biarkan mereka sendiri yang MENOLAK pemberian kita, dan insya Allah mereka akan melakukannya kalau merasa tidak berhak menerimanya dan masih bisa hidup secara makmur. Sungguh sombong dan sempit pemikiran kita kalau kita mau ambil keputusan itu atas nama mereka, padahal kita tidak tahu apa-apa tentang mereka selain persepsi dan asumsi kita saja!

Janganlah begitu, tetapi mari kita membuka hati kita dan lakukan yang terbaik bagi mereka, tanpa rasa takut uang itu akan hilang karena Allah yang menjamin akan bayar kembali uang itu kepada kita. Dan kalau hatinya anak yatim itu sudah mantap, dan mereka sudah kuat dan independen, dan kita sudah tidak meragukan itu (apalagi mereka sendiri yang menyatakannya) maka silahkan cari anak yatim yang lebih jauh, dan bantu mereka juga. Tetapi jangan sampai anak yatim yang paling dekat dengan kita diabaikan begitu saja karena kita berasumsi bahwa mereka tidak perlu dapat bantuan dari kita.

Allah SWT tidak pernah menciptakan istilah “anak yatim yang kaya” tetapi mungkin saja itu berasal dari Setan, dan manusia yang beriman kepada Allah SWT sedang menyebarkannya dengan sikap yang sombong dan pemikiran yang sempit, berdasarkan asumsi dan persepsi saja!

Berikut ini adalah kisah nyata yang dikirim kepada saya oleh seorang Ibu. Saya, Gene Netto, yang menjamin bahwa insya Allah ini adalah kisah nyata, dan nama Ibu yang bersangkutan dirahasiakan. Silahkan membaca, dan silahkan berfikir sendiri, apa ada orang dekat kita yang belum kita bantu?

********
Gene, Assalammu'alaikum....
Saya terharu membaca cerita Gene membahagiakan seorang anak yatim & keluarganya. Bermacam macam komentar saya baca. Ada yang mendukung, tapi ada pula yang menyindir. Tidak masalah apa yang dikatakan orang lain.

Saya pernah di posisi seperti anak yang Gene santuni. Saat SMP ditinggal ayah satu2nya pencari nafkah dalam keluarga. Sementara ibu adalah sosok ibu rumah tangga murni yang tidak mengerti dan tidak punya keberanian untuk mencari uang. Tidak punya modal juga. Saya dan kakak saya harus putar otak supaya dapat uang untuk makan dan sekolah.
Dua adik saya masih kecil2. Kami berdua [saya dan kakak] bahu membahu mencari nafkah sambil sekolah. Kakak mengamen, mencuci mobil orang, menjadi tukang parkir. Saya sekali2 ikut mengamen, menawarkan diri bekerja mencuci piring di warteg2, menjadi buruh tukang jahit dsb. Sering saya dan kakak saya selesai mengamen, tidur di jalan berselimut langit, beralas meja warung tenda atau lantai trotoar. Semua kami lakukan supaya kami berdua, ibu dan 2 adik saya bisa makan dan sekolah.

Tidak ada TV dirumah apalagi kulkas. Sering saat tidak punya uang sama sekali, saya berjalan kaki ke sekolah yang jaraknya kira2 sama dengan jarak Blok M ke Bunderan HI. Untuk makan saya terpaksa pergi ke pasar untuk memunguti sayuran yang dianggap tidak layak jual dan biasanya digunakan untuk pakan ikan lele. Atau memaksakan diri memohon belas kasihan penjual beras. Biasanya saya diberi segenggam atau dua genggam beras. Setiap kali mendapat makanan, saya selalu berbisik dalam hati mengucapkan terimakasih kpd Tuhan.

Sering saya sengaja puasa karena jatah makan saya, tidak saya makan tapi saya simpan untuk adik2 dan ibu. Karena belum tentu besok punya makanan.

Tidak ada sanak family yang membantu. Adik2 ayah saya yang kebanyakan orang sukses (dokter, direktur perkebunan, anggota dewan, dosen, ahli apoteker, peneliti) justru meributkan rumah yang kami tempati. Mereka menuntut rumah kami dijual dan uangnya di bagi2. Tapi untungnya ibu tetap bertahan. Kalau tidak, mungkin kami sekeluarga tinggal di kolong jembatan.

Gene, Tuhan memang maha pengasih. Di tengah2 penderitaan hidup, Tuhan memberi kelebihan lain untuk saya. Saat sekolah dulu, saya tidak pernah tidak jadi juara kelas. Padahal boleh dibilang saya tidak pernah punya buku paket. Karena memang tidak punya uang untuk beli buku. Beruntung, buku paket sesuatu yang tidak begitu diwajibkan harus dibeli pada waktu itu. Tidak seperti sekarang. Buku paket jadi bisnis sekolah. Saya hanya rajin mencatat dan membuat ringkasan pelajaran saat jam istirahat di sekolah. Teman2 pada jajan, saya mencatat. Percuma juga kalau jajan. Tidak punya uang.
Sampai sekarang, kalau lagi reunian dengan teman2 SMA, saya yang pendiam tapi pemikir, dikenal sebagai orang yang berotak encer.

Gene, Dengan modal otak yang kata orang encer, setamat SMA saya berhasil lulus test masuk kerja di sebuah Bank Pemerintah. Begitu pula kakak saya. Saat test tertulis, pengetahuan umum dan matematika (karena saya dari SMA IPA) nilai saya sempurna.
Meski di Bank saya cuma jadi typist, tapi gaji saya cukup membuat kehidupan keluarga saya membaik. Typist adalah pekerjaan yg tingkatannya paling rendah bagi seorang yg berpangkat Clerk. Karena dianggap pekerjaan yg mudah. Tapi meski demikian, saya berusaha menjadi typist yg baik. Boss2 di kantor menjadi suka jika surat2 atau notulen rapat saya yang mengetik. 


Dari sini saya belajar bahwa hal yang dianggap sepele, yang sering tidak dilirik orang, jika dilakukan dengan baik, benar dan sungguh2 serta ikhlas maka akan bagus hasilnya.
Prinsip ini saya gunakan dalam menghadapi pekerjaan2 di kantor selanjutnya.
Meski saya hanya tamatan SMA, dipandang tidak berpendidikan, tapi Tuhan memberi saya berkah lain. Selama hidup saya bekerja di 5 company yang berbeda. Kecuali yang pertama ( di Bank Pemerintah) 4 perusahaan lain menerima saya bekerja tanpa test yang rumit. Paling2 hanya sekali wawancara. Saya sendiri tidak mengerti Gene...., padahal ada test macam2 termasuk psiko test. Tapi tidak pernah diberlakukan untuk saya.

Gene, kini saya memilih pensiun. Suami juga menghendaki saya istirahat di rumah. Ibu saya sehat walaafiat dan memilih tinggal berpindah2 sambil mengunjungi sanak family. Yang penting ibu happy. Kakak dan adik2 saya juga memiliki kehidupan yang baik meski sederhana. Semuanya berkah dari Tuhan. Jika sedang berkumpul, masa lalu yang penuh derita dan perjuangan menjadi cerita yang indah bagi kami. InsyaAllah kami seperti Gene, membantu anak yatim yang terdekat dulu. Meski hanya satu dua orang. Tapi jika suatu saat dia menjadi orang yang sukses dan tahu bersyukur, saya yakin ketika dewasa dia juga akan seperti Gene. Membantu anak yatim lain pula. Kebaikan Gene berlanjut. Berkesinambungan. Seperti rantai yang selalu terhubung, meski Tuhan sudah memanggil Gene kembali pulang.

Tetaplah seperti ini yha .... Gene....!! Apapun yang dikatakan orang lain, positif atau negatif tidak usah diambil pusing. Karena kegembiraan seorang anak yatim ketika bisa memiliki barang yang diidam
-idamkan sejak lama...... rasanya sungguh luar biasa. Saya pernah merasakan. Dan ini akan selalu diingat sepanjang hidup.

Wassalam, Gene....
Semoga Allah melimpahkan kasih sayang dan rahmatNya untukmu yha....Gene !!
********
Sekian saja. Semoga bermanfaat bagi para pembaca. Semoga bisa berfikir kembali tentang anak yatim yang di dekat kita, dan membantu mereka dan memperkuat hati mereka sebelum yang lain.
Wabillahi taufik walhidayah,
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...