Teman saya seorang psikolog yang sering bahas masalah
pornografi dan kekerasan seks terhadap anak Indonesia. Ketika dia berada di
Aceh utk bicara di seminar, dia dengar kisah dari teman psikolog di sana.
Seorang anak berusia 8 tahun, kelas 3 SD, ajak anak tetangga
main ke rumahnya. Yang diajak adalah anak berusia 4 tahun dan satu lagi berusia
2 tahun. Mungkin karena tinggal dalam rumah sederhana berdampingan, dan karena
keluarga saling kenal, semua ibu itu tidak punya rasa curiga. Anak berusia 8
tahun, 4 tahun, dan 2 tahun mau main mobil-mobilan di satu rumah, buat apa
curiga? Ibu-ibunya mungkin malah senang karena bisa istirahat sejenak.
Tetapi ternyata, semua orang tua itu salah. Ibu yang anaknya
berusia 8 tahun dikagetkan ketika dia temukan anaknya sedang menikmati oral
seks dengan anak usia 2 tahun. Yang usia 4 tahun menolak karena merasa jijik.
Yang usia 2 tahun nurut saja dan melakukan oral seks terhadap abangnya sesuai
perintah. Dan dilakukan berkali-kali sebelum akhirnya ketahuan oleh ibunya.
Kata teman saya, kisah ini tidak masuk berita, dan ada
banyak sekali kisah serupa yang semuanya tidak masuk berita. Di negara ini ada
tsunami baru dalam bentuk kekerasan seks terhadap anak, dan efeknya lebih besar
daripada tsunami yang berasal dari air laut. Tapi tsunami yang baru ini tidak
kelihatan, dan karena itu lebih berbahaya lagi.
Ternyata, anak berusia 2 tahun sampai 8 tahun juga tidak
aman dibiarkan main bersama anak tetangga. Kecanduan nonton film porno di usia
8 tahun, lalu cari kesempatan utk coba melakukan apa yang dilihat. Anak
Indonesia menghadapi bahaya yang sangat besar, yang dampak nyatanya baru akan
dirasakan dalam 20 tahun ketika mereka menjadi dewasa. Apakah kita bisa mulai
peduli sekarang, sebelum moralitas anak di negara ini sangat hancur dan tidak
bisa diselamatkan lagi? Tidak cukup kalau kita hanya peduli pada anak kita
sendiri. Kita harus mulai peduli pada anak tetangga juga.
Wassalam,
Wassalam,
Gene Netto
No comments:
Post a Comment