Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (556) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (178) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

09 December, 2008

Memukul Anak Bukan Sunnah Nabi SAW


Assalamu’alaikum wr.wb.,

Di dalam milis pendidikan, saya lanjutkan diskusi yang diawali dari artikel tentang pendidikan. Perlu dipahami bahwa memukul anak itu tidak ada contoh dari Nabi Muhammad SAW dan bisa punya efek buruk sekali terhadap anak.

>> “Rasulullah tidak pernah memukul dengan tangannya, baik terhadap isteri maupun terhadap pelayannya, kecuali dia berjihad di jalan Allah.” (HR Muslim No 4296)

>> Dari Anas yang berkata: “Aku telah melayani Rasulullah selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan 'Mengapa engkau lakukan?' dan pula tidak pernah mengatakan 'Mengapa kau tidak mengerjakannya?'” (HR Bukhari, No 5578)

Ada orang yang berkomentar bahwa “ada hadits yang mengizinkan orang tua memukul anak”. Kalau ada orang tua atau guru yang merasa benar memukul anak, dan mau bertanggung-jawab di hadapan Allah ketika anak yang trauma itu menjadi kecanduan narkoba, bunuh diri dll., maka silahkan saja. Saya hanya bisa menjelaskan sikap Nabi kita terhadap anak. Kalau mau mengikuti yang lain, dengan memukul anak secara berlebihan, dan merasa sanggup bertanggung-jawab terhadap akibatnya, silahkan saja. Itu bukan urusan saya lagi.

>> “Ketahuilah, setiap kalian adalah penanggung jawab dan akan ditanyai tentang tanggung jawabnya. Seorang pemimpin yang memimpin manusia adalah penanggung jawab dan kelak akan ditanya tentang mereka. Seorang laki-laki adalah penanggung jawab atas keluarganya dan kelak dia akan ditanya tentang mereka. Seorang istri adalah penanggung jawab rumah tangga dan anak-anak suaminya, dan kelak akan ditanya. Seorang hamba sahaya adalah penanggung jawab harta tuannya dan kelak dia akan ditanya tentangnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah penanggung jawab dan kelak akan ditanyai tentang tanggung jawabnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5188 dan Muslim no. 1829)

Jadi, orang tua, guru sekolah, dan ustadz di pesantren bisa memilih sendiri. Kalau ada orang yang mengatakan ada hadits yang mengizinkan kita memukul anak, memang ada. Saya pernah bahas masalah ini dengan guru saya KH Masyhuri Syahid, jadi saya akan coba menerangkan sedikit.

>>  "Perintahkan anak-anakmu untuk shalat pada usia 7 tahun. Dan pukullah pada usia 10 tahun. Dan pisahkan mereka (anak laki dan perempuan) pada tempat tidurnya." (HR Abu Daud)

Ulama sepakat tentang tafsir dari hadits ini, dan juga ayat yang serupa (ada ayat yang mengatakan boleh “memukul” isteri, lihat QS. An-Nisa' ayat 34), bahwa istilah yang diartikan dengan “memukul” di sini adalah sesuatu yang tidak menyakiti secara serius. Dan juga perlu dipahami bahwa ini adalah tindakan TERAKHIR yang boleh dilakukan. Dan hanya diperbolehkan kalau semua tindakan yang lebih lembut telah diusahakan dan telah gagal. Kalau TERPAKSA memukul, maka itu harus dalam keadaan di mana memukul itu bersifat mendidik dan meluruskan, bukan balas dendam terhadap si anak karena kita marah.

Misalnya, bapak pulang dan mainan anak ada di mana-mana di lantai (belum dibereskan), maka dalam keadaan biasa seperti itu tidak dibenarkan untuk memukul anak. Tetapi kalau misalnya anak tidak mau shalat (umur 10 tahun ke atas), atau mengerjakan yang sangat berbahaya (seperti masukkan garpu ke celokan listrik), maka BOLEH memukulnya. (Kata “boleh” tidak bisa diartikan “perlu”, “wajib”, “harus”, “sebaiknya” atau yang lain. Tetap “boleh” saja).

Kalau merasa terpaksa memukul, harus sesuai dengan syaratnya: Tidak menyakiti terlalu keras, tidak boleh tinggalkan bekas, dan juga dilarang memukul wajah.

>>  “Apabila salah seorang di antara kalian memukul, hendaknya menghindari wajah.” (HR. Al-Bukhari no. 2559 dan Muslim no. 2612)

Kalau kulit anak menjadi merah sekali, bengkak, memar, atau kulit sobek, dll. maka itu sudah sangat berlebihan dan tidak dibenarkan. Tetapi kalau anak sebatas menjadi kaget sementara dan sedikit takut kepada bapak, maka hal itu benar dan boleh. Tetapi perlu ditekankan bahwa tindakan ini bertujuan untuk mendidik dan bukan untuk menyakiti. Tidak boleh berlebihan. Dan kalau hasil yang sama bisa dicapai dengan cara yang lebih lembut, seperti menasihati, maka itulah yang paling baik. Seorang bapak atau ibu tidak boleh langsung loncat ke tahap pukulan kalau belum mencoba yang lain.

>> “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan. Allah memberikan pada kelembutan apa yang tidak Dia berikan pada kekerasan dan apa yang tidak Dia berikan pada yang lainnya.” (HR. Muslim no. 2593).

>> “Barangsiapa yang terhalang dari kelembutan, dia akan terhalang dari kebaikan.” (HR. Muslim no. 2592)

Jadi, kalau ada orang tua, guru, ustadz atau yang lain yang sering memukul anak kecil, sebaiknya dikaji ulang. Tindakan itu tidak dicontohkan sama sekali oleh Nabi Muhammad SAW, dan walaupun diperbolehkan, tetap ada syarat-syaratnya dan kita tidak boleh seenaknya memukul anak tanpa sebab yang benar.

Semua yang kita lakukan akan diminta pertanggungjawaban dari Allah di Hari Perhitungan. Dan dari pengalaman saya, semua anak yang bermasalah di sekolah selalu ada masalah di rumah (sebagai penyebab utama yang membuatnya trauma). Tetapi kalau semua di rumah baik-baik saja, juga bisa dari sebab yang lain seperti anak kena bullying di sekolah. Orang tua itu perlu belajar sedikit tentang pendidikan dan psikologi anak. Tidak sulit, dan tidak rumit. Semuanya masuk akal, sederhana dan bisa dipelajari cukup cepat.

Kalau ada guru sekolah atau ustadz yang terbiasa memukul anak, maka bisa jadi dia menambah beban psikologis pada seorang anak yang sudah dapat beban yang besar dari orang tua di rumah. Kalau nanti anak itu menjadi kecanduan narkoba dan alkohol, berusaha bunuh diri, anti-sosial, pembunuh, pembunuh berantai, pejudi, orang homoseks, pedofil, pemerkosa, preman, perampok, dan lain sebagainya, saya cukup yakin bisa ditemukan orang tua, atau guru, atau dua-duanya, yang bersikap keras dan kejam di masa kecilnya orang tersebut.

Peran dari orang lain di luar lingkungan keluarga dan sekolah memang mungkin bisa berpengaruh juga, seperti misalnya anggota geng. Tetapi kalau seorang anak mendapat orang tua yang baik dan guru yang baik, dan tidak kena gangguan seperti bullying di sekolah, saya sangat meragukan kemungkinan dia akan tertarik pada geng atau orang jahat yang lain. Justru lebih mungkin dia akan menghindari mereka, daripada mau ikut-ikutan.

Ingatlah bahwa semua orang yang berada di penjara kita (termasuk anak-anak yang masuk penjara) pernah punya orang tua dan guru yang membimbingnya. Kembali kepada kita masing-masing: apakah kita mau membantu anak atau menjadi beban bagi mereka? Apakah kita mau menjadikan mereka orang hebat yang terbang tinggi, atau orang gelap yang jatuh ke dalam jurang?

Kedua pilihan itu selalu ada di tangan orang tua dan guru (atau ustadz), dan kalau ada orang yang berusaha mendidik anak tanpa ilmu, maka hasilnya tidak bisa dijamin baik. Manusia sangat bervariasi. Ada yang bisa tahan terhadap pukulan bapak atau guru dan menjadi orang sukses. Ada manusia yang lebih sensitif dan menjadi depresi, kecanduan narkoba dan ingin cepat mati. Semua manusia yang bervariasi itu dititipkan kepada orang tua dan guru pada saat badan dan otak mereka masih kecil. Hasil yang baik atau buruk berada di tangan kita (yang dewasa). Tidak 100% karena seorang anak yang dapat orang tua dan guru yang baik masih bisa menjadi rusak. Ada kemungkinan.
Tetapi saya yakin tanggung jawab untuk menciptakan generasi mendatang yang baik dan berkualitas berada di tangan orang tua dan guru sebanyak 90% kalau tidak lebih.

>> “Maka karena rahmat Allah-lah engkau bersikap lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kaku dan keras hati, tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali ‘Imran: 159)

Kita (yang dewasa) harus paham dan belajar tentang anak supaya bisa mendidik mereka dengan baik, karena itu kewajiban kita (terhadap Allah). Dan bukanlah kewajiban anak untuk paham dan belajar tentang kenapa dia kena pukulan terus dari orang yang mesti sayangi dia! Kalau kita tidak mau belajar, dan merasa boleh-boleh saja memukul anak dengan cara yang berlebihan, ibaratnya kita mengantar anak kita itu ke rumah orang jahat dan mengatakan, “Tolong ambil anak saya ini dan membuat dia jahat seperti kamu juga! Makasih!”

Apakah ada orang tua (atau guru) yang mau seperti itu…? Kalau mengatakan “tidak mau”, saya bertanya, “Apa bedanya antara kamu sendiri yang memukulnya dan membuat dia jahat, atau kamu titipkan dia ke orang jahat untuk diajar secara langsung?” Cepat atau lama, ada kemungkinan besar bahwa anak kita akan berakhir di situ! Mau ambil risiko? Atau mau berhenti memukul anak dan belajar untuk mengatur anak dengan menggunakan kata-kata yang punya pengaruh besar terhadap anak?

Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto 

Artikel Lain Tentang Pemukulan Terhadap Siswa dan Anak

Yang main game komputer secara berlebihan 2

Ada komentar dari teman di milis, pada artikel:

Yang main game komputer secara berlebihan ternyata tidak kecanduan

+ Dear Gene, jelas sekali bahwa masalah 'acceptance' pada anak-anak dan remaja merupakan masalah besar dalam pendidikan yang jika tidak ditangani dengan baik maka efek negatifnya akan menjadi masalah besar dalam kehidupan anak selanjutnya.

Artikelmu ini membuat saya tercenung memikirkan sistem pendidikan kita. Apakah sekolah-sekolah kita telah menjadi tempat yang ramah dan menyenangkan bagi anak-anak kita? Apakah
anak-anak kita semua merasa gembira dan diterima oleh para guru dan kawannya? Satu tindakan bullying yang tidak ditangani dengan segera dengan cepat akan menyebar dan menjadi mode yang akan sulit ditangani oleh sekolah kalau sudah membesar. Setiap tindakan bullying akan meninggalkan luka psikologis pada siswa yang terkena dan akan sulit untuk ia lupakan sepanjang hidupnya.

Sekolah Islam saya yakin bisa menjadi contoh bagi lingkungan yang ramah dan menyenangkan. Bukankah 'senyummu adalah sedekahmu' bisa kita jadikan sebagai aturan pokok dalam sekolah Islam? Bukankah 'setiap umat Islam adalah kawan' patut menjadi prinsip yang patut dijadikan
perhatian utama dalam lingkungan sekolah Islam?
Thanks for the article!

Salam
Satria


Assalamu’alaikum wr.wb.,

Pak Satria,
Saya rasa di Indonesia (dan banyak negara lain) ada masalah yang besar sekali yang belum dibahas oleh kebanyakan orang, baik itu orang tua maupun pejabat. Dan kalau kita lihat anak yang ekonominya maju sedikit, mereka pasti minta dibelikan playstation. Dan orang tua yang sibuk dengan urusan masing2 tidak mau menolak. Mereka ingin belikan apa yang diinginkan anak untuk berbagai alasan. (Misalnya, orang tua merasa bersalah karena sering keluar; atau mereka tidak bisa/tidak mau negosiasi dengan anak jadi lebih gampang kasih saja; atau mereka memang tidak bisa memikirkan sisi buruk dari mainan spt playstation kalau waktu main tidak diatur.)

Yang menjadi masalah bukan playstation itu sendiri, tetapi efek samping kalau sudah ada di dalam rumah. Anak jadi main secara berlebihan, dan tidak ada orang tua yang mau melarang. Mereka lihat anak lagi main dengan bahagia, dan orang tua senang karena ada “waktu kosong” bagi ibu/bapak untuk nonton sinetron, baca majalah, bongkar motor dan sebagainya. Tidak ada orang tua yang mau matikan playstation dan suruh anak main Lego (atau yang lain) dengan orang tua.

Kalau sudah disediakan playstation, maka semua masalah anak diatasi dengan cara “mundur dari dunia” dan itulah yang dijelaskan dalam artikel dari BBC tersebut. Bullying, tekanan dari orang tua, tekanan dari kakak, gangguan keluarga (orang tua ribut), guru yang jahat, PR yang berlebihan, keadaan ekonomi yang sulit (anak juga sadari kalau orang tua menderita) dan seterusnya, semuanya diatasi dengan cara main game secara berlebihan.
Di dalam dunia game, semua anak bisa menjadi jagoan. Dengan latihan sedikit, bisa menang terus. Daripada ada orang tua yang mengatakan “Kamu hebat! Kamu jagoan” ada tulisan di layar “You’re the winner!” dan itu membuat anak sangat senang kalau tidak pernah dapat dari orang tua di sekitarnya.

Semua anak perlu dipuji untuk meningkatkan semangat mereka. Sayangnya, kebanyakan orang tua, dan juga mungkin kebanyakan guru, tidak mau belajar dan tidak mau memahami psikologi anak. Jadi, kalau terjadi suatu masalah, solusi dari orang dewasa justru bukan solusi dan seringkali malah menambah beban dan tekanan pada si anak.

Beberapa bulan yang lalu, saya diundang memberikan ceramah di sebuah acara wisuda dari sebuah pesantren. Saya sudah siapkan ceramah tentang “Sunnah Nabi”, yang di dalamnya membahas sikap mulia Nabi SAW dengan anak. Ini sebagian dari catatan saya:


Nabi SAW sangat lembut. Tidak memukul, tidak menghinakan atau menghujat isterinya. Kalau kita? (Kita: Banyak suami yg pukuli isteri, menghardik, menghinakan, meremehkan, bahkan ada yg bunuh isterinya).

Hadits: “Rasulullah tidak pernah memukul dengan tangannya, baik terhadap isteri maupun terhadap pelayannya, kecuali dia berjihad di jalan Allah.” (HR Muslim No 4296)

Nabi SAW lembut dengan anak, tidak menghardik, tidak memukul, tidak ngomel-ngomel. Tidak memaksa. Sabar menghadapi anak. Tidak mengganggu anak yang sedang bermain.
Kalau kita? (Kita: Banyak orang tua dan guru yg sangat keras, selalu marah, sering memukul, anak selalu disalahkan dan dihukum).

Hadits: Dari Anas yang berkata: “Aku telah melayani Rasulullah selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan 'Mengapa engkau lakukan?' dan pula tidak pernah mengatakan 'Mengapa kau tidak mengerjakannya?'” (HR Bukhari, No 5578)


Karena saya sudah siap membahas ini (sunnah Nabi secara luas), maka saya tidak merasa sanggup untuk mengubahnya pada titik terkahir, karena saya sudah baca catatan saya, dan sudah ada “persiapan mental” untuk membahas semua bahan ini.
Tetapi pada saat saya datang dan duduk, pembicara yang pertama sudah mulai bicara, dan saat saya dengar, ada pikiran bahwa saya sebaiknya mengubah ceramah saya karena bentrok dengan dia. Tetapi setelah dipikirkan, saya ambil keputusan untuk tetap baca apa yang sudah disiapkan.

Kenapa menjadi masalah?
Karena pembicara pertama adalah USTADZ YANG MENJADI PEMBINA UTAMA DI PESANTREN, dan satu bagian dari ceramah dia adalah:
SEMUA ANAK BOLEH2 SAJA DIPUKUL, KARENA TIDAK AKAN RUSAK, DAN ORANG TUA HARUS TEGAS DAN KERAS DALAM MENGONTROL ANAKNYA BIAR TIDAK MENAJDI LIAR.

Bahkan dia mengatakan “Saya sering memukul anak, tetapi tidak mereka ‘tidak patah’”.

Setelah dia membahas perlunya memukul anak dan tegas terhadap mereka, saya naik dan mengatakan yang 100% terbalik.

Malah di dalam ceramah saya, saya bertanya kepada semua:
“Kalau ada orang tua atau guru yang merasa harus memukul anaknya terus, dari mana mereka ambil contoh ini? Yang jelas, ini bukan contoh dari Nabi mulia kita, jadi dari mana contohnya? Apakah dari orang kafir? Mereka tidak peduli pada contoh Nabi Muhammad jadi mereka bebas memukul anaknya. Tetapi ternyata, dia manca negara, orang kafir sudah sadari bahaya memukul anak karena sangat mengganggunya secara psikologis, dan merekapun berhenti. Di semua sekolah barat, guru DILARANG memukul anak. Jadi kalau ummat Islam masih mau, dan Nabi SAW tidak mencontohkan, dari mana perbuatan ini? Ada 3 pilihan: dari Nabi SAW, dari orang kafir, dari Iblis.
Dan sudah saya jelaskan, Nabi SAW tidak pernah memukul anak untuk alasan apapun, dan orang kafirpun sekarang juga tidak! Jadi….?
“Memukul anak bukan SUNNAH NABI dan kalau ada orang Islam yang memukul anak secara berlebihan, tanpa menyadari bahayanya, dia bukan pengikut Muhammad SAW!”

Semua orang tua tepuk tangan dengan keras, ada pun yang teriak (mendukung) dan berdiri. Pak ustadz diam di kursi, dan kelihatan sibuk menulis dan membalas sms terus sampai ceramah saya selesai 30 minit kemudian.

Kalau orang tua sadar tentang apa yang mereka lakukan kepada anaknya, mungkin mereka akan menangis keras dan merasa menyesal. Tetapi sayangnya, kebanyakan orang tua justru tidak sadar. Dan sulit untuk membuat mereka mendengar. Dan kalaupun mereka mau dengar, sulit untuk membuat mereka percaya bahwa perbuatan mereka sangat mengganggu anaknya.

Jadi orang tua, guru, kakak kelas dsb tetap mengganggu anak2, dan anak2 itu tidak bisa mencari solusi sendiri. Dia minta playstation saja, dan bertahan hidup di dunia komputer. Lebih mudah begitu daripada menghadapi kehidupan yang sulit.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene

06 December, 2008

Yang main game komputer secara berlebihan ternyata tidak kecanduan

90 persen dari anak muda yang mencari pengobatan karena kecanduan main game komputer ternyata tidak kecanduan. Demikian kata Keith Bakker, pendiri dari klinik pertama di Eropa yang mengobati anak muda yang kecanduan pada game komputer.

Smith & Jones Centre di Amsterdam telah merawat ratusan anak muda sejak buka pada tahun 2006. Tetapi sekarang disadari bahwa masalah tersebut adalah masalah sosial dan bukan masalah psikologis. Sebanyak 90% dari orang yang menghabiskan 4 jam per hari atau lebih untuk main game seperti World of Warcraft, telah mengalami masalah sosial dan bukan kecanduan seperti bentuk kecanduan yang lain terhadap alkohol dan narkoba.

Pada awalnya, gejala dari anak itu sama seperti orang yang kecanduan alkohol atau narkoba (tidak bisa lepas dari kebutuhannya), tetapi sekarang sudah nyata bahwa masalah mereka berasal dari interaksi dengan orang tua dan guru, atau lingkungan sekolah dan masyarakat. Sekarang programnya di klnik telah diubah supaya mereka dirawat untuk gangguan sosial (dibutuhkan skil berkomunikasi, dan lain2), dan bukan masalah kecanduan, supaya mereka bisa gabung kembali dengan masyarakat.

Masalah gaming ini adalah hasil dari kehidupan modern ini kata Bakker. 80% dari anak ini kena bullying di sekolah, dan merasa diasingkan. Banyak dari gejala mereka bisa hilang dengan mengembalikan mereka ke dalam sistem komunikasi yang biasa (bergaul dalam masyarakat). Dengan menyediakan tempat di mana suara mereka didengarkan (di dalam klinik) mayoritas dari mereka bisa tinggalkan gaming dan kembali hidup seperti orang biasa.

Kata Bakker, sumber utama dari masalah ini ada di orang tua yang telah gagal dalam tanggung jawabnya untuk menjadi pembina anak. Tetapi juga ada kenyataan bahwa 87% dari gamers yang bermasalah ini berumur lebih dari 18 tahun, dan karena itu, mereka perlu mencari pengobatan sendiri karena tidak bisa dipaksakan orang tua (secara hukum).

Untuk anak yang masih muda, mungkin satu-satunya cara untuk memecahkan masalah ini adalah dengan intervensi, yaitu mengambil komputernya sehingga mereka menjadi sadar atas kebiasaan buruk ini, dan bisa melihat pilihan yang lain.

George (nama samaran) adalah pemuda berumur 18 tahun yang diobati di klink. Sebelumnya dia terbiasa main game Call of Duty 4 selama 10 jam setiap hari sebelum masuk klinik. Dia mengatakan “Call of Duty adalah tempat di mana saya merasa ‘diterima’ untuk pertama kali dalam kehidupan saya. Saya tidak pernah dibantu oleh orang tua atau pihak sekolah. Tetapi di klinik ini, saya merasa ‘diterima’ dan berkembang menjadi orang baru.”

George merahasiakan masalah gaming-nya tetapi pada saat dia ceritakan kepada orang lain, tidak ada yang mau membantu. “Saya suka gaming karena orang tidak bisa melihat saya. Mereka hanya kenal nama samaran online saya dan saya merasa senang bila diterima di dalam sebuah kelompok.” Masalah intinya adalah anak-anak muda ini merasa tidak berkuasa dan telah diabaikan di dalam kehidupannya.

Seringkali gamers menggunakan game tersebut untuk mengeluarkan perasaan agresifnya dan rasa kesal terhadap kehidupannya. Selain masalah kecanduan, agresi dan kekerasan adalah bagian dari pembicaraan akademis mengenai efek dari gaming terhadap pikiran anak muda. Seringkali ada perasaan marah atau “tidak berdaya” yang menarik anak untuk mencari game yang menggunakan kekerasan seperti ini. Di dalam game online, mereka gabung dengan anak lain yang punya perasaan yang sama.

Bakker percaya kalau ada kepedulian yang lebih tinggi dari orang tua dan guru, yang siap mendengarkan apa yang dikatakan oleh anak-anak (pikiran, keluhan, aspirasi, dll.), maka masalah-masalah seperti perasaan penyendirian dan kejenuhan yang mereka rasakan itu bisa diatasi dan mereka bisa diajak kembali ke dunia nyata (dan tinggalkan dunia online). Bakker merasa yakin bahwa klinik dia bisa tutup bila orang tua dan orang dewasa yang lain di dalam masyarakat menjadi lebih tanggungjawab terhadap kehidupan dan kebiasaan anak-anak muda.

Story from BBC NEWS:
Compulsive gamers 'not addicts'

04 December, 2008

Bolehkah Saya Bernasyid dengan Diiringi Musik?

Assalaamu''alaikum wr. wb.
Saya seorang munsyid yang berusaha supaya pesan bisa tersampaikan kepada pendengarnya dengan media ''''nasyid''''. Lalu saya berpikir mencoba untuk memakai aliran-aliran musik yang sedang nge''''trend'''' saat ini - sebagai ''''bahasa setempat'''' - dengan tujuan menembus segmen masyarakat yang luas untuk syiar Islam.
Namun saya harus berbenturan dengan hukum haram atau bolehnya alat musik, yang sampai saat ini masih kabur dan belum saya pahami.
Bagaimanakah hukumnya bernasyid dengan diiringi musik? Mohon pencerahan dari Ustadz.
Wassalaamu''alaikum wr wb
Ibnu Naufal

Jawaban

Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Masalah nasyid dan musik disikapi secara berbeda oleh banyak ulama. Dari yang paling hati-hati hingga yang paling moderat. Namun keduanya tetap mengacu kepada dalil-dalil agama, lewat alur ijtihad masing-masing. Sehingga memang kita bisa maklumi bila hasil kesimpulannya sedikit berbeda.

Kalangan ulama yang agak berhati-hati cenderung meninggalkan segala bentuk musik, bahkan termasuk nasyidnya sendiri. Dalam kaca mata mereka, kalau tujuannya hiburan, seharusnya setiap mukmin itu bukan menyanyi melainkan membaca Al-Quran dan mengingat kepada Allah.

Dalil yang mereka kemukakan adalah firman Allah SWT:

Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra''d: 28)
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun....(QS. Al-Hadid: 16)

Dengan membaca Al-Quran atau mendengarkannya, seorang mukmin akan mendapatkan tambahan iman. Sebagaimana firman-Nya:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(QS. Al-Anfal: 2)

Buat mereka, tidak layak seorang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya menyelesaikan masalah kegundahan hatinya dengan hiburan lagu dan musik. Seharusnya bacaan Al-quran dan inga kepada Allah sudah cukup buat mereka. Maka muncullah pendapat yang mengharamkan lagu dan musik.

Apalagi mengingat kenyataan di masa itu bahwa musik itu tidak diperdengarkan kecuali di tempat-tempat di mana orang lupa kepada Allah. Musik di masa itu selalu ditampilkan secara live oleh rombongan pemusiknya, mereka kemudian menghabiskan waktu sepanjang siang dan malam hanya untuk sekedar berasyik masyuk mendengarkan lantunan lagu. Bahkan mereka berdendang, menyanyi dan menari mengikuti irama sepanjang waktu.

Di masa sekarang ini, kalau kita mendengarkan jenis musik dan irama padang pasir, memang selalu ditampilkan dalam waktu yang sangat tidak efisien alias lama sekali. Tentu saja cara seperti ini sangat sia-sia dan membuang waktu.

Maka wajarlah bila para ulama di masa lalu memandang bahwa mendengarkan musik itu merupakan aktifitas yang tidak produkti, melalaikan dan hanya buang waktu. Padahal seorang muslim ini tidak boleh membuang-buang waktu secara percuma. Maka kalau kita telurusi jejak fatwa para ulama yang mengharamkan lagu dan musik, salah satu dalil utama mereka dalam mengharamkannya karena masalah buang waktu dan kesia-siaannya.

Selain itu memang cukup banyak terdapat dalil yang bisa dijadikan landasan untuk mengharamkan nasyid dan musik.
Sungguh akan ada di antara umatku, kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat yang melalaikan`. (HR Bukhari)

Juga ada hadits lain yang sering juga dijadikan dalil untuk mengharamkan mendengar alat musik dimainkan.
Dari Nafi bahwa Ibnu Umar mendengar suara seruling gembala, maka ia menutupi telinganya dengan dua jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan tersebut. Beliau berkata, "Wahai Nafi` apakah engkau dengar?" Saya menjawab, "Ya." Kemudian melanjutkan berjalanannya sampai saya berkata, "Tidak." Kemudian Ibnu Umar mengangkat tangannya, dan mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan berkata, "Saya melihat Rasulullah saw. mendengar seruling gembala kemudian melakukan seperti ini." (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Dari Umar bin Hushain, bahwa Rasulullah saw. berkata tentang umat ini, "Gerhana, gempa dan fitnah." Berkata seseorang dari kaum muslimin, "Wahai Rasulullah kapan itu terjadi?" Rasul menjawab, "Jika biduanita, musik dan minuman keras dominan." (HR At-Tirmidzi).

Madzhab Maliki, Syafi`i dan sebagian Hambali berpendapat bahwa mendengar nyanyian adalah makruh. Jika mendengarnya dari wanita asing maka semakin makruh. Menurut Malik bahwa mendengar nyanyian merusak muru`ah (wibawa/kehormatan).

Adapun menurut Imam Asy-Syafi`i, musik dan lagu dimakruhkankarena mengandung lahwu (tidak bermanfaat dan sia-sia serta buang waktu). Dan Imam Ahmad mengomentari dengan ungkapannya, "Saya tidak menyukai nyanyian karena melahirkan kemunafikan dalam hati."

Pendapat yang Lebih Moderat

Di luar dari kalangan yang agak berhati-hati, ternyata kita pun mendapati adanya kalangan ulama yang lebih agak moderat. Di mana mereka tidak mengharamkan secara mutlak, melainkan masih memilah dan memberikan beberapa persyaratan tertentu. Aritnya, bila syaratnya terpenuhi, mendengarkan lagu atau musik itu masih bisa ditolelir.

Antara lain:

  • Tidak boleh disertai kemungkaran, seperti sambil minum khomr, berjudi, zina dan campur baur laki dan wanita.
  • Tidak ada kekhawatiran timbulnya fitnah seperti menyebabkan timbul cinta birahi pada wanita atau sebaliknya.
  • Tidak menyebabkan lalai dan meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan shalat atau menunda-nundanya dan lain-lain.
  • Jumhur ulama menghalalkan mendengar nyanyian, tetapi berubah menjadi haram bila syarat-syaratnya tidak terpenuhi.

Adapun latar belakang mereka tidak mengharamkannya secara total, adalah karena mereka punya pendapat sendiri atas dalil-dalil yang mengharamkan di atas.
Hadits pertama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, dari Abi Malik Al-Asy`ari ra. Hadits ini walaupun terdapat dalam hadits shahih Bukhori, tetapi para ulama memperselisihkannya. Banyak di antara mereka yang mengatakan bahwa hadits ini adalah mualaq (sanadnya terputus), di antaranya dikatakan oleh Ibnu Hazm. Di samping itu di antara para ulama menyatakan bahwa matan dan sanad hadits ini tidak selamat dari kegoncangan (idhtirab). Katakanlah, bahwa hadits ini shohih, karena terdapat dalam hadits shohih Bukhori, tetapi nash dalam hadits ini masih bersifat umum, tidak menunjuk alat-alat tertentu dengan namanya. Batasan yang ada adalah bila ia melalaikan.

Hadits kedua dikatakan oleh Abu Dawud sebagai hadits mungkar. Bahkan meski hadits ini shahih, maka sebenarnya dari teks hadits itu tidak bisa dikatakan bahwa Rasulullah saw secara jelas telah mengharamkannya. Bahkan Rasulullah saw mendengarkannya sebagaimana juga yang dilakukan oleh Ibnu Umar.

Sedangkan hadits ketiga menurut mereka adalah hadits gharib. Dan hadits-hadits lain yang terkait dengan hukum musik, jika diteliti ternyata tidak ada yang shahih.
Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar pernah ke rumahnya ternyata di sampingnya ada gitar, Ibnu Umar berkata, "Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw?" Kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata, "Ini mizan syami (alat musik) dari Syam?` Berkata Ibnu Zubair, "Dengan ini akal seseorang bisa seimbang."

Adapun ulama yang menghalalkan musik sebagaimana di antaranya diungkapkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya, Nailul Authar adalah Ulama Madinah dan ulama Dzahiri dan jama`ah ahlu Sufi yang memberikan kemudahan (kebolehan) pada nyanyian walaupun dengan gitar dan biola`.

Juga diriwayatkan oleh Abu Manshur Al-Bagdadi As-Syafi`i dalam kitabnya bahwa Abdullah bin Ja`far menganggap bahwa nyanyi tidak apa-apa, bahkan membolehkan budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau sendiri mendengarkan alunan suaranya. Dan hal itu terjadi di masa khilafah Amirul Mukminin Ali ra.

Begitu juga Abu Manshur meriwayatkan hal serupa pada Qodhi Syuraikh, Said bin Al-Musayyib, Atho bin abi Ribah, Az-Zuhri dan Asy-Sya`bi.
Demikianlah pendapat ulama tentang mendengarkan alat musik. Dan jika diteliti dengan cermat, maka ulama muta`akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka mengambil sikap wara` (hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul di masanya. Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi`in menghalalkan alat musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur`an maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.
Oleh karena itu bagi umat Islam yang mendengarkan nyanyian dan musik harus memperhatikan faktor-faktor berikut:

1. Lirik Lagu yang Dilantunkan.

Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hukum yang diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik menurut syara`, maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk menurut syara`, maka dilarang.

2. Alat Musik yang Digunakan.

Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hukum dasar yang berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan. Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu diharamkan jika melalaikan.

3. Cara Penampilan.

Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara` seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath.

4. Akibat yang Ditimbulkan.

Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut menjadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah saddu adz dzaroi` (menutup pintu kemaksiatan).

5. Aspek Tasyabuh atau Keserupaan dengan Orang Kafir.

Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh (penyerupaan)dengan suatu kaum yang tidak dibenarkan. Rasulullah saw. bersabda:
"Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka." (HR Ahmad dan Abu Dawud)

6. Orang yang Menyanyikan.

Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrimnya. Sebagaimana firman Allah SWT.:
`Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.` (QS Al-Ahzaab 32)

Demikian sekelumit gambaran tentang khilaf ulama tentang hukum nyanyian dan musik dalam Islam. Anda harus bijak ketika bertemu dengan saudara-saudara yang cenderung berpandangan bahwa musik itu haram secara total. Mereka bukan mengada-ada, tetapi memang punya dalil tersendiri. Meski pun anda pun tidak perlu berkecil hati, karena masih banyak ulama lain yang menghalalkannya, meski dengan syarat yang ketat.
Wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.

Sumber: Ustsarwat.com

Jaminan Halal Daging Selandia Baru

By Republika Contributor
Senin, 01 Desember 2008 pukul 14:06:00

Federasi asosiasi Islam New Zealand (FIANZ), sebuah organisasi nasional muslim menjamin semua daging yang di ekspor ke semua negara di dunia telah dilengkapi dengan sertifikat halal. Hal tersebut disampaikan wakil FIANZ, Mustafa Farouk di kantor Harian Umum Republika, Jakarta, Kamis (27/11).

"Daging New Zealand ada sertifikat halal. Seperti Majelis Ulama Indonesia, Selandia Baru juga memiliki lembaga yang membuat fatwa mengenai produk halal. Kehalalan daging Selandia baru melalui proses yang syar'i. Selain itu kami juga menjamin kebersihannya," jelas Mustafa.

Setiap negara yang mengimpor daging New Zealand dikirimi juga sertifikat halal. Bahkan, negara importir bisa mengajukan aduan jika produk yang diimpor dari New Zealand tidak halal. "Sertifikasi halal kami serahkan juga ke pemerintahan Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Kuwait," imbuh Mustafa

Tidak hanya daging saja yang dijamin kehalalannya, makanan yang diekspor ke negara lain baik itu negara islam, mayoritas islam dan non Islam juga dibawah pengawasan lembaga Islam.

"Bahan-bahan makanan kami bawa ke lembaga. Di uji kebersihannya, higienisitas, dan kehalalan. Kami tenang jika semua produk makanan sudah ada sertifikat halal," ungkap Mustafa. "Bagi negara yang mayoritas non muslim tenang karena produk kami sehat dan bersih. Bagi negara Islam dan mayoritas Islam lebih tenang karena halal," kata Mustafa lagi./cr1/it

Sumber: Republika.co.id

03 December, 2008

Gilanya APBD DKI Jakarta: Laundry Baju Foke Saja Rp 70 Juta

Senin, 01/12/2008 11:12 WIB
Deden Gunawan – detikNews

Jakarta - Masalah laptop kembali bikin geger. Sebelumnya anggota DPR meminta laptop seharga Rp 21,5 juta per unit, kini giliran para kepala dinas di Pemprov DKI Jakarta tidak mau ketinggalan. Harganya pun jauh lebih mahal dibanding laptop keinginan anggota DPR, yakni mencapai Rp 35 juta per unitnya.

Rencana pengadaan laptop tersebut mencuat dalam rapat pengesahan APBD 2009 yang ditetapkan pada Kamis, 26 November 2008. Alasan pengadaan komputer jinjing itu untuk memudahkan kinerja beberapa kepala dinas.

Kepala Biro Humas dan Protokoler Pemprov DKI Jakarta Purba Hutapea menjelaskan, usulan laptop tersebut sesuai kebutuhan beberapa biro tertentu, seperti biro urusan luar negeri yang memerlukan laptop canggih yang mampu memuat data dengan kecepatan tinggi. Sehingga bisa memudahkan saat presentasi, terutama di hadapan para investor.

Untuk peningkatan kinerja, selain membeli laptop, pemprov juga akan membeli komputer seharga Rp 20 juta per unit, pengadaan alat musik untuk Dinas Pemadam Kebakaran Rp 1 miliar, serta biaya perawatan komputer selama satu tahun Rp 4 juta per unit.

Tapi menurut penilaian Analis Politik Anggaran Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Roy Salam, kebutuhan-kebutuhan yang dianggarkan bukan hal yang terlalu mendesak. Apalagi harganya begitu fantastis. Beberapa kebutuhan yang dianggap kurang penting tapi diajukan antara lain, anggaran laundry untuk Gubernur Fauzi Bowo dan Wagub Prijanto yang besarnya Rp 70 juta, pengiriman guru SMU/SMK untuk training di Selandia Baru Rp 4,5 milyar. Bahkan ada anggaran untuk outbond pegawai yang nilainya mencapai Rp 475 juta.

Anggaran-anggaran yang kurang penting tersebut dianggap sebagai biang keladi menyusutnya alokasi dana untuk rakyat miskin di Jakarta. Pasalnya, dari nilai APBD 2009 yang mencapai Rp 22,2 triliun, dana yang dialokasikan untuk rakyat miskin di Jakarta justru hanya 1,7 %. "RAPBD 2009 jelas-jelas tidak pro rakyat. Karena alokasi dananya lebih banyak diperuntukan kepentingan pejabatnya," protes Roy Salam saat berbincang-bincang dengan detikcom.

Selain memanjakan birokrat di Pemprov, APBD juga dialokasikan untuk memanjakan lembaga penegak hukum dengan sebutan anggaran "harmonisasi". Anggaran ini dikucurkan kepada Kejaksaan Tinggi, Pengadilan Tinggi, serta Kepolisian daerah (Polda).

Dari catatan Fitra terungkap, selama 3 tahun terakhir anggaran harmonisasi ini berkisar Rp 7 miliar sampai Rp 8 miliar per tahun. Dalam APBD 2007 misalnya, Pemprov mengucurkan Rp 8,5 miliar. Sedangkan di APBD 2008 dana yang dikucurkan sebesar Rp 7,55 miliar. Sementara di RAPBD 2009 dana yang dialokasikan Rp 7 miliar.

Masuknya mata anggaran untuk lembaga penegak hukum tersebut diduga sebagai uang 'cincai' untuk mengamankan para pejabat Pemprov DKI Jakarta maupun DPRD dari jerat hukum. "Anggaran ini patut dicurigai sebagai cara legislatif dan eksekutif selama ini untuk mempengaruhi lembaga penegak hukum agar tidak melakukan tindakan atas penyalahgunaan anggaran yang terjadi selama ini di lingkungan DPRD dan pemrov DKI," tuding Roy.

Soal masuknya uang jatah penegak hukum lewat APBD selama ini dianggap sudah menjadi kewajaran. Setiap kepala daerah sengaja mengalokasikannya supaya dapat perlindungan khusus. Jika dana seret, maka penegak hukum akan mencari celah untuk memaksa sang kepala daerah memberikan upeti. Modus semacam itu sempat terungkap awal Oktober 2008, di Gorontalo.

Kajari Tilamuta Ratmadi Saptondo sempat terekam percakapannya saat itu berupaya meminta upeti kepada Bupati Boalemo Iwan Bokings melalui staf bupati, Subandrio. Dalam teleponnya kepada Subandrio, sang jaksa marah-marah karena hanya diberi uang Rp 20 juta. Sementara untuk Polisi, kata Ratmadi di rekaman itu, mendapat uang lebih banyak.

Aksi pemerasan tersebut merupakan implikasi dari kebiasaan pemerintah daerah memasukan anggaran untuk para penegak hukum. itu sebabnya pengalokasian anggaran semacam itu dimasukan di pasal 155 UU 32/2004 tentang pelarangan APBD. Itu sebabnya Roy Salam menganggap, anggaran Rp 7 miliar yang dianggarkan Pemprov DKI Jakarta telah melanggar UU.

Seharusya institusi vertikal, seperti Polda, Kejati dan pengadilan sudah mendapat anggaran dari pusat, yakni Polri, Kejagung, dan Mahkamah Agung (MA). "Anggaran untuk institusi tersebut sudah ada dari pusat. Jadi bukan lagi tanggungan daerah," kata Roy.

Tapi Pemprov DKI Jakarta punya alasan tersendiri terkait APBD untuk aparat hukum tersebut. Salah satunya, anggaran tersebut digunakan untuk membiayai ketertiban dan keamanan di Jakarta. Misalnya untuk uang makan polisi yang terlibat operasi yustisi dan pengamanan aksi demonstrasi. Sebab setiap operasi penertiban di DKI Jakarta yang melibatkan Satpol PP, polisi juga selalu dilibatkan.

"Anggaran itu untuk makan-minum polisi di lapangan. Sebab kalau ada demo harus dikerahkan pasukan. Bagaimana bisa menghalau demo kalau polisinya kelaparan. Jadi coba dilihak aspek humanisnya. Karena kita tahu gaji polisi itu kecil," sanggah Kepala Biro Humas dan Protokoler Pemprov DKI Jakarta Purba Hutapea kepada detikcom.

Di sisi lain, untuk pengadaan laptop, laundry dan beberapa mata anggaran lain, janji Purba, akan dilakukan evaluasi demi efisiensi. Untuk pengadaan laptop misalnya, pada saat lelang nanti tidak harus disesuaikan dengan plafon yang harganya mencapai Rp 35 juta. Pengadaan laptop akan mengikuti spesifikasi dan harga yang akan ditetapkan panitia pengadaan barang dan jasa.

Sayangnya, rencana pengurangan mata anggaran tersebut dilakukan setelah jadi perbincangan publik. "Harusnya sebelum disahkan, panitia anggaran melakukan koreksi terhadap usulan dari masing-masing dinas. Apakah kebutuhannya benar-benar mendesak atau tidak. Begitu juga dengan nilainya. Apakah realistis atau hanya akal-akalan," jelas Roy Salam.

Munculnya sejumlah kebutuhan yang dimasukan dalam rencana anggaran merupakan usulan Satuan Kerja Pemerintahan Darah (SKPD). Usulan itu kemudian masuk ke Bapeda dan selajutnya dibahas bersama dengan tim anggaran Pemprov DKI Jakarta bisa lolos dan masuk dalam RAPBD.

Sejatinya rapat tim anggaran dan Bapeda membahas usulan-usulan itu dan melakukan koreksi. Apakah usulan tersebut sesuai dengan skala prioritas, serta apakah anggaran yang diajukan masuk akal.Tapi kenyataanya, rapat tim anggaran dan Bapeda justru hanya sebatas mengakumulasi permintaan dari SKPD.

Lancarnya usulan anggaran ini diduga lantaran ada uang pelicin yang mengalir ke sejumlah atasan SKPD. "Lolosnya usul anggaran ke dalam RAPBD membuka peluang adanya angpao yang dikirim," kata Roy.

Kecurigaan itu juga dikatakan auditor senior Badan Pemeriksa Keuangan Surachim. Menurutnya, RAPBD 2009 di DKI Jakarta bukan sekadar pemborosan. Tapi ada upaya untuk melakukan tindak korupsi. Bahkan menurutnya, kalau dalam Undang-Undang ada delik percobaan korupsi, RAPBD yang tersebut sudah memenuhi delik tersebut.

Sementara pengamat kebijakan publik Andrinof Chaniago melihat, kasus laptop merupakan salah satu dari sekian banyak mata anggaran di APBD DKI Jakarta yang tidak logis. Anggaran-anggaran yang tidak logis tersebut kemudian dijadikan ladang korupsi.(ddg/iy)

Sumber: Detiknews.com

02 December, 2008

Premanisme di Sekolah: Akibat Melestarikan Tradisi Sesat

Selasa, 02/12/2008 12:23 WIB
Deden Gunawan – detikNews

Jakarta - Aksi premanisme di sekolah terus berulang. Siswa junior melakukan kekerasan terhadap siswa junior. Terakhir kasus yang mencuat, premanisme sekolah terjadi di SMA 90 Jakarta. Siswa junior di sekolah ini dipaksa berantem dengan siswa senior.

Mengapa premanisme di sekolah seperti lingkaran setan yang sulit dihentikan?

Secara psikologi seorang remaja punya kecenderungan suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, serta ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti tren. Perilaku lainnya, mereka ingin menyesuaikan diri dengan lingkungan atau kelompoknya, dan ketakutan terbesar di kalangan remaja apabila ditolak oleh kelompoknya.

Hal ini, kata psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Liza Marielly Djaprie, kemudian memunculkan kelompok-kelompok di sekolah berikut tradisinya. Kelompok yang terbentuk bisa berdasarkan teman satu kelas, satu angkatan, atau karena persamaan tertentu.

"Mereka akan berupaya mengikuti tradisi-tradisi yang telah berjalan di kelompok-kelompok yang mereka ikuti. Karena takut dibilang tidak solider atau takut terlempar dari kelompok," jelas Liza saat berbincang-bincang dengan detikcom.

Keberadaan kelompok-kelompok siswa kemudian dituding sebagai penyebab kekerasan atau premanisme di dalam sekolah. Dengan alasan mengikuti tradisi, sebuah kelompok akan melakukan penataran atau penggemblengan terhadap para junior atau anggota baru. Prosesi penataran atau penggemblengan tersebut tidak jarang dilakukan dengan cara-cara kekerasan.

Diakui Liza, tingkat agresivitas kelompok siswa belakangan semakin parah akibat kondisi lingkungan, terutama akibat tayangan kekerasan di televisi, serta kekerasan yang diperlihatkan guru maupun orang tua. Kekerasan yang sering dilakukan guru atau orang tua ini bersifat simbolis. Misalnya dengan mempertontonkan kemarahan di depan anak atau siswa dengan kelewat batas. Padahal perilaku yang dilakukan guru atau orang tua tersebut ada kemungkinan diikuti, karena seorang remaja punya kecenderungan meniru figur tertentu.

Penyebab lainnya, tingkat kesulitan dalam pelajaran saat ini semakin tinggi, begitu juga standar kelulusannya. Tekanan yang diterima siswa semakin bertumpuk ketika orang tua justru melakukan tekanan tambahan dengan mengharuskan sang anak mengikuti apa yang dikehendakinya.

"Banyak orang tua dalam hal akademik suka memarahi anak-anaknya dengan membanding-bandingkan dengan teman-teman si anak. Padahal, sang anak butuh adanya ketenangan di rumah akibat tekanan pelajaran," ungkap Liza.

Tekanan yang datang bertubi-tubi itu membuka peluang instabilitas emosional sang anak. Akibatnya anak-anak jadi lebih agresif dan cenderung melakukan kekerasan sebagai sarana pelampiasan.

Pandangan serupa juga dikatakan Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi. Menurutnya, saat ini siswa terlalu dibebani dengan kurikulum yang terlalu berat. Dalam kondisi ini, pria yang akrab disapa Kak Seto itu memandang perlu adanya keseimbangan antara emosi, kecerdasan moral, dan juga spiritual.

Jika tidak imbang, siswa jadi gampang stres. Dalam kondisi ini emosi siswa sewaktu-waktu bisa meledak. Untuk mengatasi masalah ini, kata Kak Seto, diperlukan partisipasi semua pihak, yakni orang tua, guru, dan pemerintah.

Sementara Liza berpendapat, untuk memberi keseimbangan emosional kepada siswa merupakan tanggungjawab orang tua. Caranya, dengan memberikan situasi belajar yang lebih nyaman di dalam rumah. Selain itu orang tua juga tidak perlu terlalu mengekang siswa yang ingin bermain. Karena bermain menjadi salah satu cara untuk mengendurkan ketegangan pikiran.

Faktor orang tua menjadi sangat penting dalam menyeimbangkan emosi sang anak karena untuk mengubah standar pelajaran atau kelulusan adalah hal yang mustahil. "Kalau mengubah kurikulum jelas tidak mungkin. Jadi perlu kearifan orang tua untuk tidak memberikan tekanan tambahan kepada anak-anaknya," pinta Liza.

Tapi di mata pengamat pendidikan Lody Pa'at, aksi kekerasan atau premanisme yang terjadi di sekolah-sekolah merupakan tanggungjawab penuh para guru. Alasannya, aksi kekerasan itu terjadi di lingkungan sekolah. Sehingga guru yang paling bertanggungjawab terhadap perilaku siswa-siswanya.

Selama ini, ujar Lody, kekerasan yang terjadi di sekolah terus berlangsung karena para guru tidak peka melihat masalah yang ada di sekitar sekolah. Tapi herannya masalah-masalah itu diaggap kurang begitu penting. Sebut saja sistem relasi antarsiswa secara vertikal yang terbangun selama ini. Sistem itu kemudian memunculkan stigma siswa senior dan siswa junior.

Nah, dari situlah muncul sejumlah aksi kekerasan yang dilakukan siswa senior kepada juniornya. Tak jarang ulah siswa senior mengarah kepada tindakan kriminal. Ada saja alasan bagi senior untuk mengintimidasi,menganiaya, serta memeras para juniornya. Banyak hal sepele yang dilakukan junior berakibat pada pemukulan atau pengeroyokan. Uniknya, tindakan tersebut selama ini dianggap sesuatu yang wajar. Lagi-lagi karena alasan sudah tradisi

"Selama ini relasi yang dibangun antara siswa bentuknya vertikal. Akan ada istilah murid senior dan murid junior. Akibatnya, murid senior, karena merasa berada di posisi yang lebih tinggi merasa perlu dihormati adik kelasnya. Bahkan murid senior bisa berbuat apa saja kepada juniornya," ulas Lody.

Untuk mengatasinya, Lody mengusulkan, pihak sekolah harus mengubah sistem relasi antarsiswa dari vertikal menjadi horizontal. Degan cara seperti itu akan ada kesetaraan di antara siswa. Sehingga tidak ada lagi siswa yang merasa senior maupun junior. Yang ada hanyalah sama-sama punya kewajiban satu, yakni menuntut ilmu.

"Sudah saatnya setiap sekolah membangun relasi yang bersifat demokratis. Sebab semua punya hak dan kewajiban yang sama di sekolah," harap Lody. (ddg/iy)

Sumber: Detiknews.com


########

Assalamu’alaikum wr.wb.,

Saya sepakat dengan semua informasi di atas. Hanya saja, yang membuat saya sedih adalah pernyataan "Kalau mengubah kurikulum jelas tidak mungkin.”
Di Indonesia, orang tua dipandang sebagai penerima jasa (pendidikan nasional) tetapi tidak punya kekuatan untuk mengubah sifat jasa tersebut. Seakan-akan sistem pendidikan nasional sudah mutlak dan orang tua tidak mungkin punya kesempatan untuk mengubahnya.
Saya ingin bertanya, kalau seandainya orang tua benar-benar peduli, dan ingin mengambil tindakan untuk menolak jasa tersebut karena berkualitas rendah, apakah tidak mungkin mereka semua bisa bersuara dan menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah?
Bayangkan kalau 1 juta orang tua berkumpul di depan gedung DPR atau Depdiknas atau Istana Negara.
Bayangkan kalau pernyataan mereka hanya satu: “Kami menuntut hak pendidikan yang berkualitas bagi semua anak bangsa”. Dan tentu saja di dalam pernyataan tersebut ada tuntutan agar kurikulum diperbaiki dan dikurangi jumlah mata pelajarannya.

Kalau orang tua tidak ingin melakukan “demo” di jalan, bisa juga dengan cara “letter writing campaign” (mengirim surat secara massal), yang sudah terbukti berhasil di manca negara.
Bayangkan kalau 1 juta orang tua menjadi bersedia mengirim surat (dari mereka masing-masing) kepada Presiden setiap minggu sampai Presiden mengambil tindakan terhadap sistem pendidikan yang tidak layak ini.
(Ini sering terbukti berhasil di manca negara karena semua pemerintah membutuhkan dokumen, yang biasannya dikirim lewat pos. Kalau suatu departemen, seperti Kantor Presiden atau Depdiknas “dibanjiri” dengan jutaan surat, maka mereka menjadi sulit bekerja, karena harus membuka dan membaca semua surat tersebut untuk mengecek isinya, untuk tahu apakah penting atau tidak.)
Bayangkan kalau ada 1 juta orang tua (atau lebih) yang menunjukkan kepedulian terhadap semua anak bangsa dan bukan hanya terhadap anak kandung mereka sendiri.
Bayangkan kalau orang tua tidak mau diam saja menjadi penerima jasa yang buruk, dan siap mengambil suatu tindakan untuk mengubah sistem tersebut dengan cara yang damai dan demokratis.
Bayangkan kalau semua orang tua (sebagai pemilih) memaksakan semua partai politik menyatakan rencana pendidikannya di depan publik supaya bisa dinilai dan dibahas sebelum pemilihan legislatif 2009.
Apakah benar-benar tidak mungkin orang tua setanah-air tidak sanggup memberikan pengaruh terhadap kualitas pendidikan di sini?
Apakah orang tua terpaksa menjadi penerima jasa yang buruk tanpa komplain sama sekali atau menolak jasa tersebut?

Saya yakin orang tua bisa melakukan tindakan seperti itu, tetapi hal itu hanya mungkin terwujud kalau orang tua se-indonesia mulai peduli pada anak tetangga dan masa depan bangsa. Sekarang bukan waktunya untuk “berharap” saja dan diam terus ketika harapan para orang tua tidak terwujud. Orang tua harus bersatu dan menjadi aktif untuk mengubah sistem pendidikan yang buruk ini.

Kalau tidak, masa depan bangsa tidak bisa ditentukan, karena orang tua selalu siap mundur dari perjuangan dan selalu siap membiarkan orang lain menentukan kualitas dari sistem pendidikan nasional.
Kalau para orang tua tidak mau berubah dan menjadi aktif mengambil suatu tindakan, tidak akan ada orang yang bisa menolong anak bangsa karena politikus dan pejabat hanya akan bertindak kalau mereka takut kehilangan dukungan dan legitimasi dari masyarakat.

Semua kembali ke tangan orang tua (bukan pemerintah).
Maukah anda berjuang untuk semua anak bangsa atau tidak?

Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto

Premanisme di Sekolah: Korban Akan Terus Berjatuhan

Deden Gunawan - detikNews
Selasa, 02/12/2008 10:44 WIB

Jakarta - Tanah kosong di perumahan elit Bintaro selama ini menjadi ajang kongkow sejumlah anak sekolahan di sekitar wilayah tersebut. Ada yang hanya sekadar nongkrong, memadu kasih, kadang ada juga yang menjadikan tempat adu nyali, yakni berkelahi. Siswa-siswa yang sering kumpul di lapangan itu salah satunya berasal dari SMA Negeri 90, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari lokasi.

Dari informasi yang diperoleh detikcom, beberapa tahun belakangan lapangan itu sering didatangi siswa SMA 90. Mereka umumnya datang menggunakan mobil maupun motor. Kendaraan mereka biasanya diparkir di restoran cepat saji McDonald. Dari sana mereka berjalan kaki sekitar 700 meter menuju lapangan seluas setengah lapangan sepakbola tersebut.

Salah satu kegiatan yang dilakukan siswa SMA 90 tersebut adalah menggembleng anak-anak baru di almamaternya. "Memang sering di lapangan itu menjadi tempat berantem anak sekolah. Kita suka lihat dari sini, dalam sebulan saja ada 3 kali anak-anak pada berantem," jelas Khairul Sani, satpam di perumahan tersebut ketika ditemui detikcom.

Keterangan Khairul diperkuat pengakuan Aba, siswa kelas 1 SMA 90. Menurut Aba, pada 25 November 2008, sebanyak 68 siswa kelas 1 dibawa ke lapangan itu oleh para seniornya kelas 2 dan 3. Di sana mereka dipaksa buka baju, push up, lari dan ditampar. Aksi kekerasan tersebut dipicu masalah pembuatan jaket almamater. Sebab jaket yang dibuat anak kelas 1 ternyata berbeda dengan kakak-kakak kelasnya.

Karena dianggap kurang ajar oleh kakak kelasnya, murid laki-laki dari kelas 1 kemudian dikumpulkan dan disuruh lari mengelilingi lapangan di daerah Bintaro. Di tempat itu mereka "digembleng" hingga mengalami luka-luka. "Di sana disuruh push up, buka baju dan lari. Di sana juga disuruh suit. Yang kalah, ditampar dengan keras. Kira-kira dari dzuhur sampai ashar," kata Aba yang sempat mengalami memar dan bibirnya pecah.

Peristiwa tersebut akhirnya sampai juga ke telinga orang tua siswa yang menjadi korban. Beberapa orang tua siswa lantas mendatangi kepala sekolah. Mereka menuntut para pelaku dikeluarkan dari sekolah. Namun permintaan itu hanya disikapi sekolah dengan menskorsing murid yang melakukan aksi premanisme. Putusan itu dilakukan pada tanggal 28 November. Sebanyak 26 siswa kelas 3 dan 11 siswa kelas 2 diskorsing selama 5 hari.

Bagi orang tua murid, hukuman tersebut diaggap belum memuaskan. 5 Orang perwakilan wali murid akhirnya kembali menemui kepala sekolah dan meminta siswa-siswa yang terlibat dihukum lebih berat, yakni dikeluarkan dari sekolah. Selain itu mereka juga mendesak pihak sekolah untuk melaporkan para pelaku dibawa ke polisi. Tapi permintaan itu belum juga ditanggapi hingga akhirnya peristiwa tersebut sampai ke media.

Aksi kekerasan yang terjadi di SMA 90 hanya satu dari sekian banyak kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Setahun yang lalu, kekerasan oleh kakak kelas terhadap adik kelas juga terjadi di SMA 34, Pondok Labu, Jakarta Selatan.

Muhammad Fadhil adalah salah satu korban kekerasan di salah satu SMA favorit di Jakarta Selatan tersebut. Kisah penganiayaan yang menimpanya terjadi pada 17 Agustus 2007. Saat itu Fadhil yang baru duduk di kelas 1 diajak oleh seniornya untuk masuk ke kelompok mereka yang bernama Geng Gazper. Tapi ajakan itu ditolak Fadhil. Penolakan itu tentu saja dianggap tindakan yang kurang ajar. Beberapa anggota Gazper yang merasa tersinggung kemudian menggiring Fadhil ke kamar mandi sekolah. Di tempat itu Fadhil ditampar.

Kekerasan yang menimpa Fadhil tidak sampai di situ. Sepulang sekolah, Fadhil diajak kelompok Gazper ke daerah Pesanggrahan, Cinere, Jakarta Selatan. Di sana, Fadhil dianiaya. Dia diadu dengan seniornya serta dipukuli beramai-ramai hingga tangan kirinya patah. Awalnya kejadian tersebut dirahasiakan Fadhil hingga berbulan-bulan. Ia takut akan ancaman para seniornya jika melaporkan kejadian tersebut.

Namun 8 November 2007, peristiwa itu akhirnya terbongkar juga setelah orang tua Fadhil mengetahui kalau anaknya selalu bolos sekolah. Ketika ditanya alasannya, Fadhil kemudian bercerita kalau ia sengaja membolos karena takut dengan kakak kelasnya. Setelah menerima laporan Fadhil, orang tuanya hari itu juga melaporkannya ke Mapolsek Ciladak, sehingga terungkaplah aksi pengeroyokan itu. Kasusnya kemudian dilimpahkan ke Polsek Limo, Depok, wilayah tempat tinggal korban.

Selanjutnya, 17 Desember 2007, majelis hakim Pengadilan Negeri Depok menghukum para pelaku, yakni Wl, JF, DA, DF dan EN dengan hukuman 1 bulan 15 hari. Para pelaku dianggap terbukti melakukan pelangaran pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Sebelumnya peristiwa serupa juga menimpa Blastius Adisaputra (17) siswa kelas 1 E, pada 29 April 2007. Blastius dihadiahi bogem mentah dan tendangan oleh seniornya yang duduk di kelas 2 lantaran tidak perah ikut kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Akibatnya tubuh Blastius menderita luka memar di paha, punggung, dan bibir. Kabar terakhir para pelaku diberhentikan dari sekolah.

Rangkaian aksi kekerasan di sekolah yang dilakukan senior terhadap juniornya, menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi merupakan fenomena gunung es. Sebab sebenarnya masih sangat banyak kasus penganiayaan serupa yang tidak mencuat ke permukaan. Penyebabnya macam-macam. Ada yang ketakutan untuk melaporkan, atau ada juga yang memang sengaja dipetieskan.

Sedangkan pengamat pendidikan Lody Pa'at mengatakan, andil guru sangat besar dalam aksi kekerasan yang dilakukan senior terhadap juniornya di sekolah. Sebab selama ini guru-guru seringkali melakukan pembiaran terhadap aksi premanisme tersebut. Mereka menggangap hal tersebut sesuatu yang wajar karena sudah menjadi bagian tradisi di sekolah.

"Seringkali guru tidak tanggap dengan kondisi dilingkungan sekolah. Padahal mereka sebenarnya mengetahui penyimpangan itu. Parahnya lagi, ketika pihak sekolah menerima laporan adanya aksi kekerasan antar sesama siswa, mereka tidak tegas dalam memberi hukuman. Akhirnya murid jadi semakin berani," ujar Lody saat berbincang-bincang dengan detikcom.

Lody mengkhawatirkan, kekerasan demi kekerasan akan tetap terus terjadi di sekolah. Siswa - siswa yang akan menjadi korban bakal terus berjatuhan bila para guru bersikap abai terhadap situasi yang terjadi di sekolah. (ddg/iy)

Sumber: Detiknews.com

01 December, 2008

Membantu bisnis teman

Assalamu’alaikum wr.wb.,
Dalam keadan ekonomi yang sulit, saya ingin bantu orang-orang yang saya kenal dengan sebarkan info yang bermanfaat tentang bisnis mereka.
Saya hanya akan sebarkan info tentang orang yang saya kenal dengan baik, yang insya Allah bisa dijamin hasil kerjanya, akhlaknya, dan kejujurannya.
Mohon maaf bila dianggap spam, karena niat saya tidak demikian.
Semoga bermanfaat buat yang membutuhkannya.

Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto

TAS TANGAN YANG KOTOR

Siapa yang akan berpikir seperti ini? Sudahkah Anda memperhatikan wanita yang meletakkan tasnya di atas lantai toilet umum dan kemudian pergi secara langsung ke meja makan mer eka serta meletakkan tas itu di atas meja?

Sering terjadi!

Makanan dari restoran atau fast food bukanlah penyebab yang sering mengakibatkan sakit perut. Kadang-kadang, justru yang Anda tidak ketahui lah yang bisa merugikan Anda!
Biasanya para Ibu sering merasa terganggu pada saat tamu yang datang dan meletakkan tas mereka di atas meja tempatnya memasak dan menyajikan makanan. Seorang Ibu selalu menganggap bahwa tas itu kotor, karena tas tersebut telah terkontaminasi udara luar (debu, kotoran dsb).

Hmmm..Ibu yang pintar ya..???

Ini adalah masalah yang disebabkan oleh para wanita sendiri. Sementara para wanita tersebut tahu dengan pasti apa isi tasnya,
apakah pernah terbayangkan apa yang ada di bagian luar tas tersebut?
Para wanita membawa tasnya kemana-mana, dari mulai kantor sampai toilet umum sampai lantai mobil. Kebanyakan para wanita tidak pernah pergi tanpa tas. Tetapi, pernahkah terpikir kemana saja tas itu sudah berada sepanjang hari ?

"Saya menggunakan bis, dalam perjalanan saya sehari-hari dan kadang saya meletakkan tas saya di lantai bis" kata seorang wanita. Atau di lantai mobil saya dan di toilet.. " Kadang saya juga meletakkan tas saya di kereta belanja dan akhirnya di toilet umum" (lagi) kata seorang wanita lainnya dan tentunya di rumah saya yang tempatnya lebih bersih.
Kami memutuskan untuk mencari tahu apakah tas tersebut merupakan tempat berkumpul bakteri-bakteri. Kami melakukan tes di Nelson Laboratories di Salt Lake City , dan kami memutuskan untuk meneliti jumlah rata-rata tas tangan yang dibawa para wanita setiap hari nya.

Kebanyakan wanita mengatakan bahwa mereka tidak berhenti berpikir tentang apa yang ada di bagian bawah tas mer eka . Kebanyakan wanita tersebut mengatakan biasanya mer eka meletakkan tas mer eka di atas meja dapur atau meja makan saat makanan disajikan.
Para wanita ini mengatakan mereka tidak akan heran bila tas mereka sedikit kotor. Tapi ternyata, yang mengejutkan adalah bahwa tas tersebut sangatlah kotor, bahkan ahli mikrobioligi yang melakukan tes tersebut pun sangat terkejut.. Ahli mikrobiologi Amy Karen dari Nelson Labs mengatakan hampir semua tas yang diuji, bukan saja banyak mengandung bakteri biasa tapi juga bakteri yang amat berbahaya. Contohnya bakteri Psudomonas yang dapat menyebabkan infeksi mata, staphylococcus aurous dapat menyebabkan infeksi kulit yang serius dan salmonella serta e-coli yang ditemukan pada tas dapat menyebabkan orang jatuh sakit. Dalam sebuah contoh, empat dan lima tas yang diuji positif mengandung salmonella dan itu ternyata bukan yang terburuk..

Tas yang terbuat dari kulit atau vinyl cenderung lebih bersih dan tas yang terbuat dari kain dan saat ini trend model amat memegang peranan yang penting. Wanita yang memilik anak-anak cenderung memiliki tas yang lebih kotor daripada yang tidak memiliki anak, dengan satu pengecualian. Tas seorang wanita single yang sering pergi hangout ke klub atau caffe atau diskotik adalah yang paling terkontaminasi, kadang mengandung kotoran (feses) atau kemungkinan bekas muntahan, kata Amy.

Inti tulisan ini adalah ¨ tas Anda tidak akan menyakitkan Anda, tetapi ada kemungkinan membuat Anda sakit jika Anda tetap melakukan dan meletakkan tas di tempat Anda makan. Gunakan gantungan untuk meletakkan tas Anda di rumah atau di toilet umum dan jangan letakkan tas di atas meja restoran atau meja makan Anda.

Para ahli mengatakan, Anda harus memperlakukan tas tersebut sama dengan sepatu Anda. Jika Anda berpikir meletakkan sepasang sepatu di atas meja makan atau dapur maka hal yang sama terjadi jika Anda meletakkan tas. Tas Anda telah terkontaminasi oleh orang-orang lain yang datang ke tempat tersebut sebelum Anda, mer eka bersin, batuk-batuk, buang air kecil, dan sebagainya.

Apakah Anda benar-benar ingin membawa semua kotoran itu ke rumah? Para ahi mikrobiologi di Nelson mengatakan bahwa wanita harus rajin membersihkan tasnya dan itu amat membantu.
Cuci tas yang terbuat dari kain dan gunakan pembersih kulit untuk membersihkan bagian bawah tas kulit Anda.

INFORMASIKAN INFO INI KEPADA SAHABAT-SAHABAT ANDA!!!!
PARA PRIA HARAP INFORMASIKAN KEPADA ISTRI, KEKASIH, SAUDARA PEREMPUAN, ATAU ANAK PEREMPUAN ANDA.

########

[Catatan: ini memang berita yang benar, dan bukan rekayasa orang yang sering disebarkan di internet. Artikel ini masuk media massa di Amerika. Hanya saja, dijelaskan di dalam artikel aslinya, bahwa ini BUKAN MASALAH BESAR dan kebanyakan orang tidak perlu kuatir. Walaupun ditemukan bakteri di dalam studi tersebut, rata-rata dalam jumlah yang tidak begitu signifikan. Kata peneliti, "Kalau ini memang menjadi masalah besar (kebersihan tas tangan wanita), kita pasti sudah pernah dengar kabarnya sebelum studi ini dilakukan. Ternyata tidak."
Hanya saja, karena kondisi lingkungan Indonesia yang sangat kotor, dan fasilitas umum yang rata-rata kurang bersih, saya rasa lebih baik agar para ibu-ibu menjadi lebih hati-hati, terutama dalam hal perhatikan di mana tas tangannya ditaruh. Semoga tidak selalu ditaruh di lantai di dalam semua kondisi.

Artikel asli yang masuk berita bisa dilihat di sini, sebagai contoh: Harmful bacteria found on handbags.

Semoga bermanfaat.
Gene]

Hukum Jenggot dan Keharmonisan Suami Isteri

Rabu, 26/11/2008 10:38 WIB

Assalaamu'alaikum wr. wb.
Pak Ustadz yang dimuliakan Allah....
Bagaimana sebenarnya hukum mencukur atau merapikan jenggot (termasuk brewok)? Karena, ada sebagian teman yang mengharamkan dan sebagian yang lain membolehkannya (makruh,red). Terima kasih.
Wassalaamu'alaikum wr. wb.
Penanya kedua:
Isteri saya mengancam minta cerai jika saya tidak mau mencukur jenggot. Mana yang lebih didahulukan antara keharmonisan suami isteri dengan memelihara sunnah berjenggot?
Adi

Jawaban

Waalaikumussalam Wr. Wb.

Hukum Mencukur Jenggot
Memelihara jenggot dan tidak mencukurnya adalah sunnah Rasulullah saw yang kemudian juga diikuti oleh para sahabatnya. Perhatian Rasulullah saw dan juga para sahabatnya dalam pemeliharaan jenggot ini juga ditunjukkan dengan kebiasaan mereka merapihkan, merawat dan menyela-nyelanya dengan air saat berwudhu.

Diantaranya hadits Rasulullah saw dalam hal ini adalah,”Cukurlah kumis dan peliharalah jenggot.” (HR. Muslim) serta hadits yang diriwayatkan dari Zakaria bin Abi Zaidah dari Mus’ab bin Syaibah dari Tholq bin Habib dari Ibnu az Zubeir dari Aisyah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Sepuluh perkara fitrah : Mencukur kumis, memanjangkan jenggot, bersiwak, memasukkan air ke hidung (saat wudhu), memotong kuku, mencuci sendi-sendi jari tanggan, mencabut bulu ketiak, mecukur rambut di sekitar kelamin, mencuci dengan air setelah buang air kecil—kemudian Zakaria berkata,’Mus’ab mengatakan,’aku lupa yang kesepuluh kecuali berkumur-kumur.” (HR. Ahmad, Muslim, Nasai dan Tirmidzi)

Diantara hikmah lain dari larangan mencukur jenggot adalah agar kaum muslimin memiliki ciri khas sendiri dalam penampilan zhohirnya yang membedakannya dari orang-orang musyrik ataupun majusi, sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Berbedalah dengan kaum musyrikin, peliharalah jenggot dan cukurlah kumis.” (HR. Tirmidzi)
Banyak ahli fiqih yang mengharamkan mencukur dengan alasan perintah Rasul saw untuk memeliharanya, sebab perintah itu pada asalnya menunjukkan hukum wajib, khususnya karena illat (alasannya) untuk membedakan diri dengan orang kafir, sedang membedakan diri dari orang kafir adalah wajib. Bahkan tidak terdapat satu pun riwayat yang menunjukkan adanya salah seorang Salaf yang meninggalkan kewajiban ini.

Yang dimaksud dengan memelihara jenggot bukan berarti tidak boleh memotongnya sama sekali, karena kadang-kadang jenggot bisa sampai sangat panjang dan buruk serta menggangu pemiliknya. Akan tetapi diperkenankan memotongnya apabila dirasa terlalu panjang dan lebar, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits Tirmidzi (dari Amru bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah saw pernah memotong jenggotnya dari lebar dan panjangnya.” Hadits ini dhoif).

Hal itu biasa dilakukan oleh sebagian ulama Salaf. Iyadh berkata,”Dimakruhkan mencukur, menggunting dan mencabut jenggot. Tetapi kalau mengurangi kepanjangan dan kelebatannya, maka hal itu bagus.”
Sebagian ulama masa kini memperbolehkan mencukur jenggot karena terpengaruh oleh kenyataan di lapangan dan karena memang bencana (ancaman) sudah merata. Mereka mengatakan bahwa memelihara jenggot adalah perbuatan yang biasa dilakukan Rasulullah saw (semata-mata kebiasaan) dan bukan merupakan ubudiyah dalam syara’. Tetapi yang benar, bahwa mencukur jenggot bukan hanya perbuatan Rasul saw melainkan perintah yang tegas dengan alasan untuk berbeda dari orang-orang kafir.
Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa berbeda dengan orang-orang kafir itulah yang menjadi tujuan Syar’i (Pembuat Syari’at). Karena kesamaan simbol-simbol lahiriyah bisa menimbulkan cinta kasih dan kesetiaan batin, sebagaimana halnya rasa cinta dalam batin dapat menimbulkan keserupaan sikap lahiriyah. Hal ini sudah dibuktikan oleh kenyataan dan pengalaman.

Selanjutnya Ibnu Taimiyah mengatakan,”Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma memerintahkan agar berbeda dari orang-orang kafir dan melarang menyerupai mereka secara total. Apa saja yang diduga dapat menimbulkan kerusakan walaupun samar dan tidak jelas, yang berhubungan dengan hukum haram maka menyerupai mereka secara lahir dapat menyebabkan tindakan menyerupai mereka dalam moral-moral dan perbuatan-perbuatan yang tercela, bahkan terhadap akidah sendiri.
Pengaruh hal itu memang tidak dapat dikongkritkan, dan kerusakan yang ditimbulkannya sendiri kadang-kadang memang tidak tampak transparan, tetapi sulit dihilangkan. Sedang segala sesuatu yang dapat menyebabkan kerusakan diharamkan oleh syara’. (Halal dan Haram edisi terjemah hal 103 – 104).

Sebetulnya yang ditunjukkan oleh Sunnah Syarifah dan adab-adab Islam dalam masalah ini adalah bahwa perintah terhadap pakaian, makanan, penampilan manusia tidaklah masuk dalam kategori ibadah yang harus dipegang teguh sebagaimana hal ini terjadi pada Rasulullah saw dan para sahabat. Akan tetapi seorang muslim diharuskan mengikuti perkara terbaik untuk lingkungannya, disukai masyarakatnya dan yang menjadi kebiasaan mereka dengan tidak melanggar nash atau hukum yang tidak diperselisihkan. Hukum memanjangkan jenggot atau mencukurnya adalah diantara perkara-perkara yang diperselisihkan. (Fatawa al Azhar juz II hal 166, Maktabah Syamilah)

Yusuf al Qorodhowi membagi hukum mencukur jenggot ini menjadi tiga pendapat :
1. Haram, sebagaimana dikemukan oleh Ibnu Taimiyah dan lainnya.
2. Makruh, sebagaimana diriwayatkan dalam Fathul Bari dari pendapat Iyadh, sedang dari selain Iyadh tidak disebutkan.
3. Mubah, sebagaimana dikemukakan oleh sebagian ulama modern.

Barangkali pendapat yang lebih moderat, lebih mendekati kebenaran, dan lebih adil ialah pendapat yang memakruhkannya, karena suatu perintah tidak selamanya menunjukkan hukum wajib sekalipun ditegaskan alasannya (illat) untuk berbeda dengan orang-orang kafir. Contoh yang terdekat adalah perintah untuk menyemir rambut agar berbeda dengan kaum Yahudi dan Nasrani, tetapi sebagian sahabat tidak menyemir rambutnya. Hal itu menunjukkan bahwa perintah tersebut hukumnya mustahab (sunnat).
Memang benar tidaka ada seorang pun Salaf yang mencukur jenggotnya, akan tetapi hal itu boleh jadi karena mereka tidak merasa perlu mencukurnya sedang memelihara jenggot sudah menjadi kebiasaan mereka. (Halal dan Haram, edisi terjemah hal 104)

Diantara Dua Pilihan
Keberlangsungan suatu rumah tangga yang ditandai dengan keharmonisan pasangan suami istri merupakan hal yang sangat dianjurkan oleh islam. Suatu pernikahan yang dibangun oleh suatu pasangan suami istri bukanlah hanya untuk beberapa waktu atau tergantung keadaan dan situasi, selama masih cocok terus dan ketika sudah tidak cocok selesai tanpa memikirkan berbagai akibat yuang ditimbulkannya. Untuk itu islam menamakan ikatan perkawinan dengan mitsaqon gholizho (perjanjian yang kuat), sebagaimana firman Allah swt,”Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.” (QS. An Nisaa : 21)

Menjaga keutuhan rumah tangga adalah suatu kewajiban dan perceraian merupakan perkara halal yang paling dibenci Allah swt. Artinya perceraian ini harus dihindarkan dan menjadi alternatif yang paling akhir ketika memang suatu permasalahan rumah tangga sudah sulit dicari solusinya sehingga perceraian hanyalah terjadi dalam kondisi darurat, sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Perbuatan halal yang sangat dibenci Allah swt adalah talak.” (HR. Abu Daud dan Hakim)
Sedangkan mencukur dan memanjangkan jenggot adalah perkara yang masih diperselisihkan para ulama, apakah ia wajib, sunnah, dianjurkan, makruh atau dibolehkan.

Dengan demikian, menjaga kelangsungan hubungan suami istri dengan menghindari perceraian lebih diutamakan daripada memanjangkan jenggot dikarenakan meninggalkan perbuatan memanjanngkan jenggot ini bukan merupakan suatu kemaksiatan yang pasti (qoth’i), kalaupun ada yang menyebutkan bahwa memanjangkan jenggot adalah sunnah Rasul maka arti sunnah adalah thoriqoh (jalan) yaitu berpahala bagi yang melakukannya dan tidak berdosa bagi yang meninggalkannya.
Ada satu kaidah fiqih yaitu,”Menghindari mafsadah (keburukan) lebih diutamakan daripada mengambil maslahat (kebaikan).” Artinya apabila dihadapkan oleh mafsadah dan maslahat maka mencegah dominannya mafsadah harus didahulukan karena perhatian Pembuat Syari’at terhadap hal-hal yang dilarang lebih besar daripada perhatiannya dengan hal-hal yang diperintahkan. Untuk itu Rasulullah saw bersabda,”Apabila aku perintahkan kalian suatu perkara maka lakukanlah semampu kalian dan apabila aku larang kalian dari suatu perkara maka jauhilah.”

Jika maslahat lebih dominan daripada mafsadah maka mengedepankan maslahat daripada mafsadah, misalnya; sholat ketika ada persyaratan yang tidak terpenuhi seperti bersuci, menutup aurat atau menghadap kiblat yang setiap kondisi itu adalah mafsadah karena adanya pelanggaran terhadap Allah swt dan tidaklah bermunajat kepada Allah kecuali dalam keadaan yang sempurna.
Namun ketika ada uzur (halangan) terhadap sesuatu dari itu semua maka diperbolehkan sholat tanpanya karena lebih mengedepankan maslahat sholat daripada mafsadahnya. Contoh lain adalah berdusta untuk kebaikan manusia atau dusta terhadap istri demi memperbaikinya. Jenis kaidah ini kembali kepada kaidah mengambil mafsadah (kerusakan) yang paling ringan jika dihadapkan oleh dua mafsadah. (al Asbah wan Nazhoir juz I hal 154, maktabah Syamilah)

Dari kaidah fiqih diatas maka menghindari perceraian diantara suami istri haruslah lebih didahulukan daripada keinginan untuk memanjangkan jenggot karena mudharat (akibat) yang ditimbulkan oleh perceraian amatlah luas yang tidak hanya menyangkut hubungan mereka berdua tetapi juga anak-anak, keluarga besar dari keduanya, warisan dan yang lainnya sedangkan manfaat memanjangkan jenggot hanyalah pada pelakunya meskipun hukum tetap dalam permasalahan ini masih diperselisihkan.
Wallahu A’lam

Sumber: Eramuslim.com
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...