Assalamu’alaikum wr.wb.,
Di dalam milis pendidikan, saya lanjutkan
diskusi yang diawali dari artikel tentang pendidikan. Perlu dipahami bahwa
memukul anak itu tidak ada contoh dari Nabi Muhammad SAW dan bisa punya efek
buruk sekali terhadap anak.
>> “Rasulullah tidak pernah memukul
dengan tangannya, baik terhadap isteri maupun terhadap pelayannya, kecuali dia
berjihad di jalan Allah.” (HR Muslim No 4296)
>> Dari Anas yang berkata: “Aku telah
melayani Rasulullah selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah
mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan 'Mengapa
engkau lakukan?' dan pula tidak pernah mengatakan 'Mengapa kau tidak
mengerjakannya?'” (HR Bukhari, No 5578)
Ada orang yang berkomentar bahwa “ada hadits
yang mengizinkan orang tua memukul anak”. Kalau ada orang tua atau guru yang
merasa benar memukul anak, dan mau bertanggung-jawab di hadapan Allah ketika
anak yang trauma itu menjadi kecanduan narkoba, bunuh diri dll., maka silahkan
saja. Saya hanya bisa menjelaskan sikap Nabi kita terhadap anak. Kalau mau mengikuti
yang lain, dengan memukul anak secara berlebihan, dan merasa sanggup
bertanggung-jawab terhadap akibatnya, silahkan saja. Itu bukan urusan saya
lagi.
>> “Ketahuilah, setiap kalian adalah
penanggung jawab dan akan ditanyai tentang tanggung jawabnya. Seorang pemimpin
yang memimpin manusia adalah penanggung jawab dan kelak akan ditanya tentang
mereka. Seorang laki-laki adalah penanggung jawab atas keluarganya dan kelak
dia akan ditanya tentang mereka. Seorang istri adalah penanggung jawab rumah
tangga dan anak-anak suaminya, dan kelak akan ditanya. Seorang hamba sahaya
adalah penanggung jawab harta tuannya dan kelak dia akan ditanya tentangnya.
Ketahuilah, setiap kalian adalah penanggung jawab dan kelak akan ditanyai
tentang tanggung jawabnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5188 dan Muslim no. 1829)
Jadi, orang tua, guru sekolah, dan ustadz di
pesantren bisa memilih sendiri. Kalau ada orang yang mengatakan ada hadits yang
mengizinkan kita memukul anak, memang ada. Saya pernah bahas masalah ini dengan
guru saya KH Masyhuri Syahid, jadi saya akan coba menerangkan sedikit.
>> "Perintahkan anak-anakmu untuk
shalat pada usia 7 tahun. Dan pukullah pada usia 10 tahun. Dan pisahkan mereka
(anak laki dan perempuan) pada tempat tidurnya." (HR Abu Daud)
Ulama sepakat tentang tafsir dari hadits ini,
dan juga ayat yang serupa (ada ayat yang mengatakan boleh “memukul” isteri,
lihat QS. An-Nisa' ayat 34), bahwa istilah yang diartikan dengan “memukul” di
sini adalah sesuatu yang tidak menyakiti secara serius. Dan juga perlu dipahami
bahwa ini adalah tindakan TERAKHIR yang boleh dilakukan. Dan hanya
diperbolehkan kalau semua tindakan yang lebih lembut telah diusahakan dan telah
gagal. Kalau TERPAKSA memukul, maka itu harus dalam keadaan di mana memukul itu
bersifat mendidik dan meluruskan, bukan balas dendam terhadap si anak karena
kita marah.
Misalnya, bapak pulang dan mainan anak ada di
mana-mana di lantai (belum dibereskan), maka dalam keadaan biasa seperti itu
tidak dibenarkan untuk memukul anak. Tetapi kalau misalnya anak tidak mau
shalat (umur 10 tahun ke atas), atau mengerjakan yang sangat berbahaya (seperti
masukkan garpu ke celokan listrik), maka BOLEH memukulnya. (Kata “boleh” tidak
bisa diartikan “perlu”, “wajib”, “harus”, “sebaiknya” atau yang lain. Tetap
“boleh” saja).
Kalau merasa terpaksa memukul, harus sesuai
dengan syaratnya: Tidak menyakiti terlalu keras, tidak boleh tinggalkan bekas,
dan juga dilarang memukul wajah.
>> “Apabila salah seorang di antara
kalian memukul, hendaknya menghindari wajah.” (HR. Al-Bukhari no. 2559 dan
Muslim no. 2612)
Kalau kulit anak menjadi merah sekali, bengkak,
memar, atau kulit sobek, dll. maka itu sudah sangat berlebihan dan tidak
dibenarkan. Tetapi kalau anak sebatas menjadi kaget sementara dan sedikit takut
kepada bapak, maka hal itu benar dan boleh. Tetapi perlu ditekankan bahwa
tindakan ini bertujuan untuk mendidik dan bukan untuk menyakiti. Tidak boleh
berlebihan. Dan kalau hasil yang sama bisa dicapai dengan cara yang lebih
lembut, seperti menasihati, maka itulah yang paling baik. Seorang bapak atau
ibu tidak boleh langsung loncat ke tahap pukulan kalau belum mencoba yang lain.
>> “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah
itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan. Allah memberikan pada kelembutan apa
yang tidak Dia berikan pada kekerasan dan apa yang tidak Dia berikan pada yang
lainnya.” (HR. Muslim no. 2593).
>> “Barangsiapa yang terhalang dari
kelembutan, dia akan terhalang dari kebaikan.” (HR. Muslim no. 2592)
Jadi, kalau ada orang tua, guru, ustadz atau
yang lain yang sering memukul anak kecil, sebaiknya dikaji ulang. Tindakan itu
tidak dicontohkan sama sekali oleh Nabi Muhammad SAW, dan walaupun
diperbolehkan, tetap ada syarat-syaratnya dan kita tidak boleh seenaknya
memukul anak tanpa sebab yang benar.
Semua yang kita lakukan akan diminta
pertanggungjawaban dari Allah di Hari Perhitungan. Dan dari pengalaman saya,
semua anak yang bermasalah di sekolah selalu ada masalah di rumah (sebagai
penyebab utama yang membuatnya trauma). Tetapi kalau semua di rumah baik-baik
saja, juga bisa dari sebab yang lain seperti anak kena bullying di sekolah.
Orang tua itu perlu belajar sedikit tentang pendidikan dan psikologi anak.
Tidak sulit, dan tidak rumit. Semuanya masuk akal, sederhana dan bisa dipelajari
cukup cepat.
Kalau ada guru sekolah atau ustadz yang
terbiasa memukul anak, maka bisa jadi dia menambah beban psikologis pada
seorang anak yang sudah dapat beban yang besar dari orang tua di rumah. Kalau
nanti anak itu menjadi kecanduan narkoba dan alkohol, berusaha bunuh diri,
anti-sosial, pembunuh, pembunuh berantai, pejudi, orang homoseks, pedofil,
pemerkosa, preman, perampok, dan lain sebagainya, saya cukup yakin bisa
ditemukan orang tua, atau guru, atau dua-duanya, yang bersikap keras dan kejam
di masa kecilnya orang tersebut.
Peran dari orang lain di luar lingkungan
keluarga dan sekolah memang mungkin bisa berpengaruh juga, seperti misalnya
anggota geng. Tetapi kalau seorang anak mendapat orang tua yang baik dan guru
yang baik, dan tidak kena gangguan seperti bullying di sekolah, saya sangat
meragukan kemungkinan dia akan tertarik pada geng atau orang jahat yang lain.
Justru lebih mungkin dia akan menghindari mereka, daripada mau ikut-ikutan.
Ingatlah bahwa semua orang yang berada di
penjara kita (termasuk anak-anak yang masuk penjara) pernah punya orang tua dan
guru yang membimbingnya. Kembali kepada kita masing-masing: apakah kita mau
membantu anak atau menjadi beban bagi mereka? Apakah kita mau menjadikan mereka
orang hebat yang terbang tinggi, atau orang gelap yang jatuh ke dalam jurang?
Kedua pilihan itu selalu ada di tangan orang
tua dan guru (atau ustadz), dan kalau ada orang yang berusaha mendidik anak
tanpa ilmu, maka hasilnya tidak bisa dijamin baik. Manusia sangat bervariasi.
Ada yang bisa tahan terhadap pukulan bapak atau guru dan menjadi orang sukses.
Ada manusia yang lebih sensitif dan menjadi depresi, kecanduan narkoba dan
ingin cepat mati. Semua manusia yang bervariasi itu dititipkan kepada orang tua
dan guru pada saat badan dan otak mereka masih kecil. Hasil yang baik atau
buruk berada di tangan kita (yang dewasa). Tidak 100% karena seorang anak yang
dapat orang tua dan guru yang baik masih bisa menjadi rusak. Ada kemungkinan.
Tetapi saya yakin tanggung jawab untuk
menciptakan generasi mendatang yang baik dan berkualitas berada di tangan orang
tua dan guru sebanyak 90% kalau tidak lebih.
>> “Maka karena rahmat Allah-lah engkau
bersikap lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kaku dan keras
hati, tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali ‘Imran:
159)
Kita (yang dewasa) harus paham dan belajar
tentang anak supaya bisa mendidik mereka dengan baik, karena itu kewajiban kita
(terhadap Allah). Dan bukanlah kewajiban anak untuk paham dan belajar tentang
kenapa dia kena pukulan terus dari orang yang mesti sayangi dia! Kalau kita
tidak mau belajar, dan merasa boleh-boleh saja memukul anak dengan cara yang
berlebihan, ibaratnya kita mengantar anak kita itu ke rumah orang jahat dan
mengatakan, “Tolong ambil anak saya ini dan membuat dia jahat seperti kamu
juga! Makasih!”
Apakah ada orang tua (atau guru) yang mau
seperti itu…? Kalau mengatakan “tidak mau”, saya bertanya, “Apa bedanya antara
kamu sendiri yang memukulnya dan membuat dia jahat, atau kamu titipkan dia ke
orang jahat untuk diajar secara langsung?” Cepat atau lama, ada kemungkinan
besar bahwa anak kita akan berakhir di situ! Mau ambil risiko? Atau mau
berhenti memukul anak dan belajar untuk mengatur anak dengan menggunakan
kata-kata yang punya pengaruh besar terhadap anak?
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Artikel Lain Tentang Pemukulan Terhadap Siswa
dan Anak