Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (557) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (179) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

20 March, 2020

Dilarang ke Masjid, Tapi Dapat Hadiths Di WA, Abaikan Saja Fatwa MUI?

Ada teks dan hadiths yg disebarkan lewat WA, yang mengatakan Allah akan menjauhkan penyakit dari "ahli masjid". Tapi MUI melarang umat shalat di masjid, termasuk shalat Jumat. Apa kita mesti abaikan ulama setelah terima hadiths dari orang yang tidak dikenal lewat WA? Orang Muslim mesti ikuti pendapat yang mana? Ini jawaban saya.

Hukum Islam tidak berasal dari satu ayat saja, atau satu hadiths saja, atau satu tafsir saja. Kyai di MUI punya pengalaman 40-60 tahun masing2 mempelajari ilmu agama Islam. Kalau membuat fatwa, mereka tidak "asal ngomong". Mereka baca puluhan ayat, puluhan hadiths, puluhan tafsir, dan berdiskusi panjang lebar. Mereka juga teliti hadiths terkait, apa sahih atau tidak? Ketika ada pilihan, pertanyaan utama hanya satu: Apa yang paling baik bagi umat Islam? Lalu mereka mengeluarkan fatwa: Dilarang shalat di masjid, dilarang shalat jumat dan diganti dengan dzuhur di rumah, kalau berada di zona berbahaya. Kenapa? Karena itu yang terbaik bagi umat Islam.

Jangan hanya baca satu hadiths (yang mungkin lemah atau palsu) dan merasa "lebih paham dari ulama". Itu suatu kesombongan dan kebodohan yang luar biasa. Bahaya virus Corona itu nyata. Bukan bagi setiap 1 orang yang kena, tapi bahaya terhadap KOMUNITAS. Ketika 1 pemuda abaikan fatwa ulama, dan masuk masjid (atau tempat lain), lalu kena Corona, dia mungkin hanya alami gejala ringan. Tapi dia bisa menular virus ke 10 pemuda lain. Mereka pulang, dan orang tua dan keluarga mereka ketularan juga. Dari satu orang, 30-100 orang bisa kena. Dari 100 orang itu, 3.000 orang lagi bisa kena. Dari 3.000 orang itu... Lalu, orang yang tua, dengan riwayat penyakit, bisa mati dalam 2 minggu. Caranya, sesak nafas berhari2 lalu mati mendadak. Semuanya disebabkan 1 pemuda yg merasa benar sendiri dan cuek pada ilmu ulama.

Memaksa diri keluar rumah (tanpa alasan penting) dan memaksa ketemu orang, tanpa peduli pada risiko, sama dengan mengatakan: "Saya tidak peduli kalau saya membunuh orang tua teman2 saya lewat virus mematikan yang saya sebarkan. Saya tidak takut! Saya lebih paham agama. Shalat di masjid lebih utama. Biarkan saja bapak teman saya mati sesak nafas di koridor rumah sakit. Yang penting saya sudah shalat di masjid! Saya orang Muslim yang benar! Ulama tidak paham agama Islam seperti saya!"

Jadi ada dua pilihan: 1) Taat kepada ulama, shalat 5 waktu di rumah, dan gantikan shalat Jumat dengan dzuhur di rumah. 2) Merasa lebih paham agama daripada ulama dengan alasan sudah baca satu hadiths di WA yang ditulis oleh orang yang tidak dikenal, dan cuek saja kalau banyak orang tua teman dan tetangga mati sesak nafas dalam 2 minggu di depan, disebabkan perbuatan anda.

Silahkan pilih. Orang Muslim yang peduli pada umat Islam dan peduli pada ilmunya ulama sebagai pewaris Rasulullah SAW akan pilih "taat pada ulama".
Semoga bermanfaat.
-Gene Netto

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...