Di situ terlihat beberapa ibu yang memakai jilbab dan sangat mungkin sebagian dari kustomer laki-laki juga Muslim. Saya mulai berfikir, apakah mereka tahu kalau es krim yang mereka nikmati itu mengandung alkohol? Mungkin mereka tidak bertanya karena mereka, seperti saya sebelumnya, tidak menyangka bahwa es krim akan tercampur alkohol. Lalu mereka akan makan saja dan memberitahu teman2 bahwa es krim di situ enak dan lezat.
Buat saya, ini sesuatu yang sangat aneh. Di dalam sebuah negara yang penuh dengan orang Islam, seharusnya ada usaha dari pemerintah untuk melindungi kita dan menjaga makanan kita dari zat yang haram dan najis. Kalau di negara barat, kaum minoritas tidak punya hak yang berlebihan terhadap mayoritas dan itu cukup wajar. Anehnya, di Indonesia, justru kaum mayoritas yang seolah tidak punya hak dan terpaksa menerima keadaan seperti ini.
Di Australia, misalnya, ada sebagian orang yang tidak makan daging sapi karena mereka beragama Hindu atau karena mereka menjadi vegetaris (vegetarian) yang hanya makan sayuran. Mereka sebagai kaum minoritas tidak punya hak untuk memaksa mayoritas tinggalkan daging sapi, dan makanan yang mengandung sapi terjual di mana-mana. Kaum yang minoritas ini hanya bisa sebatas menghindari makanan yang tidak bisa mereka makan karena ada sapi di dalamnya.
Di Indonesia, justru ummat Islam yang mayoritas yang hidup seperti ini, dan harus bertanya terus apakah makanan yang dijual itu halal dan layak untuk dimakan oleh orang Muslim atau tidak. Ini bukan suatu masalah kecil yang terjadi di satu atau dua tempat makan saja, tetapi ini adalah masalah yang cukup besar dan prinsip. Pada dasarnya, masalah ini mengandung sifat bisnis semata di mana pemilik perusahaan siap menerima uang dari ummat Islam tetapi sama sekali tidak peduli pada hak konsumen orang Muslim untuk mendapatkan makanan yang halal.
Dengan cara mereka menggunakan alkohol dan zat haram yang lain di dalam masakan mereka, tanpa keterangan bagi konsumen, bisa dikatakan mereka “menipu” konsumen Muslim karena pada dasarnya mereka sudah sadar bahwa zat tersebut tidak ingin dimakan oleh ummat Islam. Tetapi karena ketidakpedulian mereka sebagai pemilik usaha, dan karena tidak ada tindakan dari pemerintah untuk melindungi ummat Islam, maka si pengusaha merasa bebas untuk menipu ummat Islam dengan cara ini. Dia yakin tidak akan ada sangsi dan juga tidak mungkin ada protes dari orang-orang yang ditipu (ummat Islam).
Hal ini sering terjadi di sini, dan kalau pemerintah sangat lalai dalam tugas melindungi ummat Islam dari penipuan ini, seharusnya ada usaha dari masyarakat untuk menyebarkan informasi, berprotes, atau mungkin sampai memboikot perusahaan tersebut. Ternyata tidak ada. Sebagian orang Muslim yang kaya seringkali tidak begitu peduli dengan hukum Islam, dan asal makanan terasa enak, tidak jadi masalah apakah makanan tersebut halal atau tidak. Sebagai akibat dari kelalaian pemerintah, dan juga ketidakpedulian dari sebagian konsumen Muslim yang kaya, pemilik rumah makan dan kafe merasa bebas untuk menipu kita terus.
Seperti saya katakan di atas, di Pisa Café, ada es krim yang mengandung alkohol. Tidak ada tanda atau pengumuman yang memberitahu konsumen Muslim bahwa es krim rasa X,Y, dan Z tidak halal. Juga ada perushaan Breadtalk yang membuka toko roti, dan langsung digemari banyak orang. Saya termasuk yang senang beli rotinya karena (waktu itu) ada sertifikat halal dari MUI yang ditempatkan di sebelah kasir. Tetapi setelah sertifikat itu sudah habis masa berlakunya, ternyata Breadtalk tidak peduli untuk membuat sertifikat baru dan sekarang MUI tidak lagi menjamin Breadtalk adalah halal.
Bagaimana dengan Hoka-Hoka Bento dan Holland Bakery? Keduanya menolak proses sertifikasi yang ditawarkan oleh LPPOM MUI (guru saya almarhum Kyai Masyhuri Syahid yang dulu duduk di Komisi Fatwa MUI menjelaskan hal ini kepada saya). Artinya, mereka tidak peduli pada hak konsumen Muslim tetapi mereka senang kalau orang Muslim bisa ditipu dan makan di tempat makan mereka dengan asumsi bahwa apa yang disediakan itu halal.
Ada berapa banyak tempat makan yang lain yang juga tidak peduli pada ummat Islam, dan menjual makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh ummat Islam? Mereka inginkan orang Muslim menjadi kustomer tetapi tidak mau peduli pada hak konsumen Muslim. (Kalau tidak ada orang Muslim yang datang sama sekali, mungkin tempat makan atau kafe itu bisa bangkrut dengan cepat.)
Dan bagaimana kalau kita masuk bulan puasa? Rumah makan dan kafe yang menjual makanan yang tidak layak dikonsumsi oleh ummat Islam malah berusaha untuk menarik konsumen Muslim dengan membuat macam-macam menu istimewa untuk buka puasa! Mungkin di dalam makanan itu tidak ada yang haram (hanya minuman dan makanan ringan), tetapi sesudah itu mungkin saja kustomer memesan spaghetti yang ada alkohol di dalam sausnya, atau daging yang direndam dalam alcohol atau tercampur dengan lemak babi, dan seterusnya. Sangat disayangkan bahwa ummat Islam bisa ditipu terus oleh pemilik rumah makan yang menjual produk yang tidak layak bagi kita tetapi mereka mengharapkan kita akan beli terus.
Mungkin ada orang yang berpikir: “Ahh, jangankan alkohol, makanan yang diberikan formalin dan borax juga bisa dijual bebas di sini dan pemerintah tidak rajin bertindak!” Memang betul, tetapi kalau kita berpikir, makanan yang mengandung zat yang haram jauh lebih berbahaya daripada makanan yang mengandung formalin atau zat yang merusak kesehatan saja. Kalau kita berharap masuk sorga, dan seharusnya kita yang Muslim sudah menyadari ini sebagai tujuan dari kehidupan kita di dunia ini, berarti ada syarat yang harus kita terima: kita wajib menuruti perintah Allah.
Jadi, kalau Allah mengharamkan sesuatu, tentu saja hal itu sangat berbahaya bagi kita karena bisa mengganggu kita di dunia dan juga di akhirat. Di dunia, bisa mengganggu kasih sayang dan rahmat dari Allah yang tidak diberikan kepada kita disebabkan kita lalai terhadap hukum Allah. Dan di akhirat, hal yang sama bisa menyebabkan kita masuk neraka karena dosa kita terlalu besar.
Di dalam konteks ini, makanan yang mengandung formalin atau zat yang lain malah lebih ringan statusnya karena hanya bisa mengganggu jasad kita untuk sementara di dunia ini, tetapi tidak memberikan dosa kepada kita, dan tidak merupakan pelanggaran terhadap perintah Allah.
Kalau seandainya ada orang non-Muslim yang menjadi pemilik rumah makan atau kafe, dan dia tidak setuju dengan tulisan saya di atas dan merasa oke saja untuk menjual makanan yang haram kepada ummat Islam, saya ingin memberikan suatu umpamaan sederhana.
Di beberapa negara seperti Cina dan Thailand, ada orang yang percaya bahwa air seni (urin) bisa digunakan untuk terapi. Jadi, bagaimana kalau ada orang yang meyakini hal, dan dia buka tempat makan baru di sini dan menjual macam-macam makanan “sehat” dan es krim “sehat” yang mengandung air seni dari si pemilik? Pada saat konsumen tahu, mungkin mereka akan marah sekali. Tetapi bagaimana kalau si pemilik dengan enteng menjawab: “Tidak apa-apa. Lebih sehat kalau pakai air seni saya. Lebih lezat. Makan saja. Dalam budaya dan agama SAYA tidak ada larangan. Jadi, kenapa saya harus peduli pada budaya dan agama KAMU? Kenapa saya harus MEMBERITAHU KAMU bahwa es krim ini mengandung air seni saya? Ternyata, anak-anak kamu suka dan sudah menghabiskan es krim “sehat” mereka. Berarti es krim saya lezat. Berarti tidak ada masalah!”
Apakah orang non-Muslim siap terima kalau mereka membawa anaknya ke sebuah kafe untuk mencari makanan baik, dan anaknya malah makan es krim yang tercampur air seni karena pemilik kafe tersebut anggap baik-baik saja dan malah bikin sehat? Apakah mereka akan terima dan maklum saja, atau apakah mereka akan marah sekali bahwa mereka tidak diberitahu terlebih dahulu supaya mereka bisa memutuskan untuk makan di lain tempat?
Saya tidak pernah akan setuju kalau es krim atau makanan lain yang mengandung air seni boleh dijual kepada orang non-Muslim sebagai makanan “sehat” tanpa sepengetahuan mereka. Kenapa pemilik tempat makan yang non-Muslim tidak menunjukkan kepedulian moral yang sama terhadap ummat Islam?
Kalau pemerintah hanya memeriksa makanan yang tidak sehat (karena mengandung formalin dll.) sewaktu-waktu saja, dan sama sekali tidak peduli pada hak konsumen Muslim untuk mendapatkan makanan yang halal, maka hanya ada dua pilihan bagi ummat Islam:
1. menggantikan pemerintah dengan orang baru yang mengerti hukum Islam dan siap melindungi hak konsumen orang Muslim, dan;
2. masyarakat sendiri perlu melakukan protes (dengan email, kirim surat ke koran, dll.) dan mungkin juga dengan memboikot tempat makan tersebut sampai mereka berhenti menipu kita.
Saya berdoa agar negara ini, di mana orang Muslim menjadi mayoritas, akan segera mendapatkan pemerintahan baru yang layak, yang mengerti dan peduli pada hukum Allah, yang akan melindungi hak konsumen ummat Islam, dan membantu kita dalam kewajiban kita menjauhi semua larangan Allah. Amin, amin, ya rabbal al amin.
Kalau anda setuju, coba berpikir dua kali sebelum anda memilih calon presiden, calon gubenur, calon walikota, calon bupati, dan anggota legislatif untuk menjadi pemimpin anda. Selama 350 tahun, negara ini dijajah oleh Belanda, dan ummat Islam disuruh diam saja. Selama 32 tahun, negara ini dikuasai oleh Soeharto dan didukung oleh satu partai besar, dan ummat Islam disuruh diam saja. Hasilnya sangat nyata: ummat Islam masih belum punya hak konsumen walaupun kita merupakan mayoritas di sini, dan bukan minoritas.
Sekarang anda punya kesempatan baru. Anda punya harapan untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Jangan sampai anak anda dan cucu anda ditawarkan es krim yang mengandung rum tanpa sepengetahuan mereka terus-menerus. Berusaha untuk mencari calon pemimpin yang baru, yang bersih, yang mengerti hukum Allah, dan yang akan membantu kita untuk menjadi ummat yang dicintai Allah dengan cara menegakkan hukum Allah dan melindungi hak konsumen Muslim daripada mengabaikannya terus.
Kalau anda tidak mau, dan masih mau angkat orang yang sama dari partai yang sama, padahal sudah terbukti bahwa mereka tidak mau bertindak untuk melindungi hak anak anda sebagai konsumen Muslim, silahkan saja; ini negara anda. Tetapi kalau begitu, saya tidak akan heran kalau datang suatu hari di masa depan, di mana anda akan mengeluh bahwa anak anda baru saja makan es krim yang mengandung alkohol, atau es krim “sehat” yang mengandung air seni padahal anda tidak tahu sebelumnya. Siapa yang akan melindungi anak dan cucu anda dan membantu mereka menjadi orang yang dicintai Allah? Kesempatan baru dan harapan baru ada di tangan anda.
Kalau anda lebih mau berprotes sendiri terhadap pengusaha yang menipu kita, dan memboikot tempat makan tersebut, silahkan saja. Semoga berhasil.
Dan kalau anda tidak mau berprotes terhadap pengusaha yang tidak peduli pada hak konsumen Muslim, maka anda cukup mengangkat pemimpin baru, yang mengerti hukum Allah dan peduli pada ummat Islam, dan serahkan tugas yang penting ini kepada mereka.
Semoga negara seperti itu bisa terwujud pada tahun 2009.
Masa depan hak konsumen bagi orang Muslim ada di tangan anda. Jangan disia-siakan.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto