Sidang digelar pekan depan.
TANGERANG - Prita Mulyasari, ibu dengan dua anak, ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik Rumah Sakit Internasional Omni Hospital, Alam Sutra, Serpong, Tangerang Selatan.
"Dititipkan di sini sejak 13 Mei lalu oleh Kejaksaan Negeri Tangerang," kata Arti Wirastuti, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang, di kantornya kemarin.
Prita, warga Vila Melati Mas Residence, Serpong, mendekam di Paviliun Menara, ruang tahanan khusus titipan yang menunggu persidangan. Arti menolak permintaan Tempo untuk bertemu Prita.
Ia dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang isinya, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik."
Sanksi atas pelanggaran pasal itu berupa hukuman penjara maksimal enam tahun dan atau denda maksimal Rp 1 miliar.
Anggota tim jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Tangerang, Haryadi, mengatakan baru pada 25 Mei lalu dia menerima berkas kasus nomor 55-1/2009 itu dari Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Kasus ini bermula dari surat elektronik Prita yang berisi keluhannya ketika dirawat di unit gawat darurat Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Surat yang semula hanya ditujukan ke sebuah mailing list (milis) itu ternyata beredar ke pelbagai milis dan forum di Internet, dan diketahui oleh manajemen Rumah Sakit Omni.
PT Sarana Mediatama Internasional, pengelola rumah sakit itu, lalu merespons dengan mengirim jawaban atas keluhan Prita ke beberapa milis dan memasang iklan di harian nasional. Belakangan, PT Sarana juga menggugat Prita, baik secara perdata maupun pidana, dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan perkara gugatan perdata nomor 300/PDG/6/2008/PN-TNG itu sekitar dua pekan yang lalu. Ketua Pengadilan Herri Swantoro menolak menjelaskan putusannya. "Karena pada 25 Mei 2009 kedua belah pihak menyatakan banding," ujarnya kemarin.
Herri memastikan persidangan pidana kasus ini akan digelar pekan depan dan dipimpin oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri Tangerang. "Semua sudah disiapkan."
Pengacara PT Sarana, Hadi, belum memberikan penjelasan. "Nanti hubungi saya lagi," katanya kemarin.
Ia tak menjawab ketika Tempo menghubunginya kembali dan mengirim pesan singkat ke telepon selulernya.
Keluarga Prita pun bungkam. "Saya tak berani ngomong, ini amanat Prita," kata Arief, kakak kandung Prita, dua hari yang lalu. JONIANSYAH | HAMLUDDIN | JOBPIE S
Sumber: Korantempo.com
########
Assalamu'alaikum wr.wb.,
Katanya ini negara hukum. Saya lupa berapa kali pernah dengar presiden atau pejabat lain menyatakan demikian. Ternyata, yang membuat hukum, yaitu DPR, telah menyediakan hukum yang terdesign sedemikian rupa sehingga orang yang ingin berprotes tidak punya hak lagi untuk berprotes. Siapa saja bisa menuntut siapa saja dengan hukuman “pencemaran nama baik”. (Dan saya juga pernah diancam seperti itu oleh sebuah sekolah swasta yang tidak setuju kalau semua keburukan mereka tercantum dalam surat orang tua yang saya muatkan di blog).
Pihak yang menggugat tidak perlu memikirkan orang yang mungkin saja menjadi korban. Kalau mereka (penggugat) lebih kuat secara keuangan dan punya banyak pengacara, cukup mereka menuntut saja, dan pasti bisa menang. Hakim juga tidak mau berpihak pada “korban”. Jadi ini menjadi peringatan bagi kita, bukan supaya hati-hati menulis pendapat di internet, tetapi untuk kembali berjuang untuk teruskan reformasi di Indonesia.
Keadaan kita sekarang makin lama makin terasa lebih mirip dengan zaman Orde Baru. Walaupun Soeharto telah wafat dan tidak berkuasa lagi, yang menjadi penggantinya dibesarkan di dalam sistem pendidikan dan sisitem pemerintahan yang didirikan oleh Soeharto. Jadi, mereka tidak tahu apa-apa selain apa yang diajarkan kepada mereka selama puluhan tahun dalam masa Orde Baru.
Hasilnya, kita bisa lihat sekarang bahwa yang menjadi “korban” malah bisa dipenjarakan. Siapa yang akan teriak? Siapa yang akan protes? Mahasiswa telah hilang dan tidak bersedia berjuang lagi. Rakyat diam. Orang tua diam. Dan semua partai politik, bahkan yang punya nama “keadilan” di dalam nama partainya, tidak lagi peduli pada keadilan bagi rakyat kecil, tetapi terkesan peduli pada kekuasaan semata.
Alangkah baiknya bila ada pejabat negara, pemimpin partai politik, professor di universitas, tokoh masyarakat dan tokoh agama yang berani untuk berdiri sekarang dan berprotes atas ketidakadilan yang makin sering terjadi di bangsa ini. Ini negara hukum. Dan kalau semua orang sepakat bahwa hukum itu buruk, maka hukum tersebut BISA diubah oleh wakil rakyat kita. Tetapi mereka hanya mungkin melakukan itu kalau kita berprotes. Selama kita semua diam, “wakil rakyat” juga akan diam, dan korban akan dipenjarakan terus.
Jangan diam saja. Berprotes. Pastikan bahwa suara anda terdengar oleh orang yang memiliki kekuasaan. Dan untuk sementara, hati-hati bila berpendapat di internet. Pemerintah yang ada sekarang tidak peduli pada hak anda untuk komplain atas pelayanan yang buruk. Pilihannya hanya satu: cari anggota pemerintah yang lain!
Wassalamu'alaikum wr.wb.,
Gene
Search This Blog
Labels
alam
(8)
amal
(100)
anak
(299)
anak yatim
(118)
bilingual
(22)
bisnis dan pelayanan
(6)
budaya
(8)
dakwah
(87)
dhuafa
(18)
for fun
(12)
Gene
(222)
guru
(61)
hadiths
(9)
halal-haram
(24)
Hoax dan Rekayasa
(34)
hukum
(68)
hukum islam
(52)
indonesia
(570)
islam
(557)
jakarta
(34)
kekerasan terhadap anak
(357)
kesehatan
(97)
Kisah Dakwah
(10)
Kisah Sedekah
(11)
konsultasi
(11)
kontroversi
(5)
korupsi
(27)
KPK
(16)
Kristen
(14)
lingkungan
(19)
mohon bantuan
(40)
muallaf
(52)
my books
(2)
orang tua
(8)
palestina
(34)
pemerintah
(136)
Pemilu 2009
(63)
pendidikan
(503)
pengumuman
(27)
perang
(10)
perbandingan agama
(11)
pernikahan
(11)
pesantren
(34)
politik
(127)
Politik Indonesia
(53)
Progam Sosial
(60)
puasa
(38)
renungan
(179)
Sejarah
(5)
sekolah
(79)
shalat
(9)
sosial
(321)
tanya-jawab
(15)
taubat
(6)
umum
(13)
Virus Corona
(24)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
kira2 ikutan komentar di blog ini, di kenakan pasal pencemaran nama baik juga engga ya.....???T_T
ReplyDeleteSerba Salah jadi pasien rumah sakit di sini, ngadu salah, ga ngadu menderita.., tapi saya dukung bu prita itu, untuk rasa keadilan.
Mungkin dia share di dunia maya, karena merasa dirugikan, dan ga bermaksud sejauh itu.
baru 1:10 pelayanan kesehatan diindonesia memadai, makanya engga heran kalau orang2 kaya lebih suka berobat ke negeri tetangga.
Saya juga punya pengalaman buruk dengan pelayanan RSU pemerintah di kota tangerang.
Kejadiannya, biasanya saya kontrol gigi di RSU sardjito jogja atau poliklinik gigi UGM, kalau RSU sardjito saya acungin jempol, pelayanannya cukup memadai dan bagus, kartu berobatnya pun udah komputerisasi..RSCM masih kalah..polikliniknya sipp nih jogja:).
Kebetulan pas libur panjang jadwal kontrol gigi, saya pulang ke rumah, dan nyoba2 ke RSU umum tangerang.
Waktu datang ke polikliniknya: mereka bilang alatnya masih diperbaiki dsb..dsb.. dan menjanjikan saya untuk kembali pada hari yang sama minggu depannya. Tepat seminggu kemudian, dengan menempuh jarak yg serasa tambah jauh dengan macet2nya, belum antriannya, saya kembali lagi ke poliklinik gigi, kebetulan bertemu dengan perawat yang sama: saya tanyakan masalah alat2 itu, siperawat dengan nada tinggi, bilang kalau perbaikan belum selesai dan jadi debat kusir, dengan wajah judes dan ketus, seakan tidak suka diajak ngobrol mengusir dengan seenaknya, uhh yg bikin sakit hati, kirain mau nanganin pasien yg lain, ternyata malah kembali ngumpul dengan gerombolan perawat dan beberapa dokter gigi ngerumpi..entah ngobrolin apa dengan ketawa2.., sedang keluhan saya ditanggapi dengan dingin:
"ya terserah mau datang lagi apa engga"..apa begini ya kalau petugas kesehatan yg digaji rakyat, suka-suka sendiri..
dan nasib saya. Dicuekin di pintu klinik, dengan gusi masih sering berdarah.., Benar2 pelayanan yg buruk, itu pertama dan terakhirnya kesitu..kapok.