Labels

alam (8) amal (100) anak (293) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (18) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (564) islam (546) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (96) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (48) my books (2) orang tua (7) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (171) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

30 April, 2013

Apa Guru Bisa Belajar Dari Film?



Tadi di group guru, ada link dari teman untuk nonton film Dead Poets Society di YouTube (dengan bintang Robin Williams). Waktu saya kuliah dulu, semua siswa (calon guru) diwajibkan nonton bersama, lalu dibahas di dalam kelas bersama dosen. Apakah guru Indonesia sudah nonton film ini juga? Banyak orang yang pernah nonton merasa terinspirasi. Tapi apakah guru Indonesia bisa mendapatkan inspirasi dari film ini?

Berapa banyak guru Indonesia bisa nonton Dead Poets Society dan merasa “tidak suka”? Untung dalam film itu tidak ada anak yang rambutnya gondrong (definisi gondrong lebih dari 5 senti kayanya). Semua anak rapi, seragam rapi, karena itu yang terpenting dalam proses belajar-mengajar: kerapian. Kreativitas tidak penting. Perbedaan pendapat tidak penting. Rapi dan seragam yang dicari. (UN adalah bentuk dari keinginan itu).

Kalau melihat perilaku Mr Keating (Robin Williams), apa bisa menjadi contoh bagi guru Indonesia? Dia mengajak anak untuk berpikir sendiri, bukan menghafal “jawaban yang benar” yang diberikan oleh guru. Dia menyuruh anak sobek halaman pertama di buku teks mereka (agar bisa berpikir sendiri). Tapi semua bentuk kerusakan adalah salah. Buku teks hampir saja sakral dan merupakan alat yang paling penting dalam proses belajar. Guru tanpa buku teks atau LKS tidak bisa mengajar. Dia suruh anak2 berdiri di atas meja untuk melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda. Tapi berdiri di atas meja tidak sopan, dan merupakan penghinaan terhadap guru.


Dan sudut pandang yang berbeda tidak dibutuhkan di sini. Selalu ada satu jawaban yang benar, yaitu yang disampaikan guru dan pemerintah. Pandangan yang berbeda hanya diinginkan orang barat yang liberal, dan pemikiran seperti itu akan merusak budaya Indonesia jadi harus dilawan.
Dia mengajak anak untuk mengikuti kemauan hatinya, sekalipun harus melawan orang tua. Jadi ada adegan di mana seorang bapak melarang anaknya ikut drama di sekolah, tapi setelah dinasehati Mr Keating, anak itu mengikuti hatinya dan tetap ikut dan hal itu membuat bapaknya marah sekali dan menghasilkan keributan besar. Bapak itu mengatakan anaknya akan ditarik keluar dari sekolah (yang menyesatkan itu) dan pada tahun depan saat masuk kuliah akan dipaksakan ikut fakultas yang dipilih oleh bapak. Akhirnya anak itu bunuh diri, dan Mr Keating dipecat.

Mr Keating dihormati siswa karena membuka mata mereka dan utamakan yang terbaik bagi mereka. Tapi apa guru Indonesia mau dihormati siswanya, dan utamakan yang terbaik bagi mereka? Sepertinya para guru selalu takut disalahkan guru lain, takut disalahkan orang tua, takut disalahkan pemerintah, takut dimutasi, takut tidak bisa dapat kenaikan gaji, dan seterusnya. Siswa tidak penting. Yang penting hanyalah mencari “kehidupan yang paling aman bagi guru” saja. Jadi apakah guru Indonesia bisa nonton film ini dan merasa dapat inspirasi?
Wassalam,
Gene

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...