Nasional; Minggu, 14 April,
2013
Setelah ada berita bahwa
Ujian Nasional akan ditunda dalam 11 Propinsi, para guru yang bersatu dalam
beberapa serikat guru mengambil kesempatan itu untuk melakukan boikot terhadap Ujian
Nasional dalam 23 propinsi yang lain. Sudah lama ditentukan bahwa Ujian
Nasional melanggar Hukum Konstitusi, sesuai dengan Keputusan Mahkamah Agung Nomor:
2596 K/Pdt/2008 yang mengatakan pemerintah Indonesia dilarang mengadakan Ujian
Nasional sampai kondisi pendidikan di seluruh negara menjadi sama.
Guru membenarkan bahwa kondisi
di setiap sekolah sangat berbeda, misalnya kondisi antara Jakarta dan Papua
sangat jauh, dan oleh karena itu, ujian yang menjadi syarat kelulusan siswa ini
dinilai tidak adil. Para guru setuju dengan Makamah Agung bahwa UN tidak
membantu dan malah merusak masa depan anak Indonesia, karena semua yang mereka
lakukan di dalam sekolah jadi terfokus pada kemampuan lulus UN saja. Ilmu yang
diterima selama tiga tahun diuji dalam 4 hari saja. Tetapi yang sangat
dibutuhkan siswa pada zaman ini, yaitu ilmu yang luas dan kreatifitas yang
tinggi, tidak dikembangkan dengan adanya UN.
Setelah 11 propinsi
mengatakan UN akan ditunda karena belum menerima bahannya, beberapa serikat
guru di propinsi lain mengatakan semua anggotanya setuju agar UN akan diboikot
saja. Satu guru yang minta namanya tidak disebut mengatakan “Kami sudah lama
merasa kecewa dengan pemerintah karena tidak mau menghentikan ujian ini,
padahal sudah jelas melanggar hukum. Tapi kami baru berani menyatakan boikot
sekarang!”
Seorang guru yang lain, yang
menolak memberikan namanya, mengatakan bahwa Ujian Nasional adalah salah satu
unsur yang paling buruk dalam pendidikan nasional karena tidak sesuai dengan
tujuan pendidikan untuk membuat anak Indonesia cerdas dan kreatif. Katanya, “Di
semua negara maju, tidak ada Ujian Nasional. Hanya ada di Indonesia. Ini hanya
sebuah proyek belaka, dan diadakan untuk memperkaya orang-orang tertentu, bukan
untuk mencerdaskan anak kami.”
Ditanya bagaimana caranya
boikot bisa dilakukan secara baik dan efektif, seorang guru yang tidak mau
menyebutkan namanya menjelaskan bahwa para guru akan kirim sms kepada siswa
mereka dan suruh mereka libur sekolah selama 4 hari saja. Katanya, kalau jutaan
siswa tidak hadir, maka secara automatis UN menjadi tidak berlaku. Dan kalau
ada siswa yang “takut” dan tetap masuk sekolah, para guru akan diam saja di
kelas, dan tidak akan membagikan soal ujian kepada siswa. Jadi yang masuk sekolah
tetap tidak akan mengikuti ujian ini.
Seorang guru minta pemerintah
untuk taat hukum dan menerima keputusan MA yang melarang Ujian Nasional.
Katanya, “Tidak ada alasan untuk mengganggu siswa kami setiap
tahun. Kami lebih tahu siswa kami daripada pemerintah. Berikan hak kepada guru
yang profesional untuk mendidik dan menilai kemampuan siswa untuk lulus
sekolah. Kami yang berhak memutuskan hal itu, bukan pemerintah.”
Setelah dicari informasi
lebih lanjut tentang rencana boikot terhadap Ujian Nasional di 23 propinsi,
ditentukan bahwa berita itu sama sekali tidak benar dan direkayasa oleh seorang
pengamat pendidikan bernama Mr. Gene Netto, warga Selandia Baru yang menetap di
Indonesia selama 18 tahun. Ditanya kenapa dia membuat berita rekayasa seperti
itu, dia menjelaskan, “Agar 3 juta guru dan puluhan juta orang tua akan mulai
introspeksi. Tidak ada yang setuju dengan ujian ini, kecuali sedikit. Ini
negara demokrasi. Ini negara hukum. Kami yang mayoritas punya hak untuk menolak
sesuatu, dan MA sudah membenarkan penolakan kami itu terhadap UN. Ujian
Nasional itu sangat buruk dan perlu dihentikan, dan tidak ada UN dalam semua
negara maju. Tapi pemerintah masih melanggar hukum setiap tahun dengan
menjalankan UN. Kami hanya minta pemerintah dengarkan aspirasi rakyat dan juga taat pada hukum nasional!”
Ditanya lagi apakah takut
sebagian guru atau orang tua akan percaya pada berita rekayasa ini dan
melakukan boikot terhadap Ujian Nasional, dia menjawab, “Saya yakin tidak ada
guru yang percaya pada berita rekayasa ini. Tidak ada sejarahnya 3 juta guru di
Indonesia bisa kompak dan utamakan kepentingan siswa di atas segala-galanya.
Hampir semua guru dan juga semua orang tua hanya mau cari selamat bagi diri
sendiri. Walaupun pemerintah melanggar hukum negara dengan mengabaikan keputusan MA, para
guru dan orang tua tetap tidak mau kompak dan menuntut masa depan yang paling
baik untuk semua anak Indonesia. Jadi tidak mungkin guru dan orang tua bisa
bersatu dan melakukan boikot terhadap UN. Mereka belum bisa berani.”
Sumber:
No comments:
Post a Comment