Labels

alam (8) amal (100) anak (293) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (7) dakwah (84) dhuafa (18) for fun (12) Gene (218) guru (57) hadiths (10) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (53) indonesia (564) islam (546) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (351) kesehatan (96) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (48) my books (2) orang tua (7) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (497) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (10) pesantren (32) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (171) Sejarah (5) sekolah (74) shalat (7) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

27 June, 2019

Pesantren, Penjara, dan Dufan

Kemarin ada teks dari pengasuh yang gambarkan kondisi di pesantren. Saya gantikan kata "pesantren" menjadi "penjara", dan sisa teks tetap masuk akal. Pengasuh terkesan spt penjaga penjara, yg selalu siaga, karena anak sering kabur, bahkan lewat lorong sampah. Tapi banyak orang menjadi marah dengan saya, bukan marah dgn pengasuh yang gambarkan suasana pesantren mirip penjara.

Banyak orang gagal paham jadi saya mau coba pakai contoh lain. Dalam teks ini, saya ganti "Dufan" menjadi "Penjara Ancol" dsb. Dan kalau teks itu tidak masuk akal lagi, kita harus menyimpulkan bahwa Dufan tidak bisa disamakan dengan penjara. Yang perlu dipikirkan adalah kenapa pengasuh bisa gambarkan suasana penjara di pesantren? Dan kenapa dianggap normal dan wajar? Coba baca:

>>>> Hadiah liburan akhir tahun kami fokuskan ke tempat tahanan yang tidak jauh dari rumah. Pilihan banyak, tapi kami tetapkan ke tempat yang penuh keajaiban, sarat kenangan, dan penuh pesona. Hanya ada satu tempat dan namanya Penjara Ancol! Kami sekelurga menuju Penjara Ancol naik taksi. Anak saya yang kedua yang berumur 6 tahun serius menyimak penjelasan ibunya, karena ini adalah wisata yang perdana ke Penjara Ancol.

Akhirnya kami sampai di Penjara Ancol. Saya menuju loket ticket masuk dan memesan 4 ticket. Harga ticket untuk satu napi adalah Rp 180.000,00. Demi membahagiakan keluarga, saya rela mengeluarkan uang sebesar Rp 720.000,00 untuk menjadi napi satu hari. Kami berjalan ke pintu gerbang masuk Penjara Ancol dan menyempatkan untuk mengambil beberapa foto.

Kami masuk kawasan Penjara Ancol dengan disambut suara musik khas Penjara Ancol. “Selamat datang di Penjara Ancol, penjara penuh keajaiban”, kata saya kepada istri dan kedua anak saya. “Silakan menikmati wahana apa saja yang ada di Penjara Ancol”. Terlihat antrian yang cukup panjang di wahana Tahanan Kota meskipun hari masih relatif pagi. Wahana mirip tempat interogasi inilah yang selalu setia menyambut kedatangan napi baru di Penjara Ancol.<<<<<

Bisa lihat BEDANYA? Teks ini yg tidak masuk akal lagi. Anak dibawa ke penjara karena membuatnya gembira? Teks kemarin tetap masuk akal karena gambarkan pengasuh yang melarang, mengancam, menghukum, dan jaga CCTV karena anak sering kabur setelah bayar utk masuk! Di pesantren normal, di penjara normal. Kenapa anak yang bayar utk masuk Dufan tidak kabur lewat lorong sampah? Kenapa kabur dari pesantren dianggap "normal"? Kenapa pengasuh pesantren harus pantau CCTV supaya tidak ada yang kabur? Coba anda jelaskan KENAPA ulasan ttg pesantren mirip dgn penjara. Dan coba membuka hati anda untuk berani berpikir dan bertanya, "Apakah ini sistem pendidikan yang terbaik untuk 3 juta santri di Indonesia?" Semoga bermanfaat bagi orang yang ingin merenung.
-Gene Netto

[Sumber teks asli]: Liburan Akhir Tahun yang Berkesan di Dunia Fantasi Ancol https://bit.ly/2FBx9hj

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...