Search This Blog

Labels

alam (8) amal (100) anak (299) anak yatim (118) bilingual (22) bisnis dan pelayanan (6) budaya (8) dakwah (87) dhuafa (18) for fun (12) Gene (222) guru (61) hadiths (9) halal-haram (24) Hoax dan Rekayasa (34) hukum (68) hukum islam (52) indonesia (570) islam (556) jakarta (34) kekerasan terhadap anak (357) kesehatan (97) Kisah Dakwah (10) Kisah Sedekah (11) konsultasi (11) kontroversi (5) korupsi (27) KPK (16) Kristen (14) lingkungan (19) mohon bantuan (40) muallaf (52) my books (2) orang tua (8) palestina (34) pemerintah (136) Pemilu 2009 (63) pendidikan (503) pengumuman (27) perang (10) perbandingan agama (11) pernikahan (11) pesantren (34) politik (127) Politik Indonesia (53) Progam Sosial (60) puasa (38) renungan (178) Sejarah (5) sekolah (79) shalat (9) sosial (321) tanya-jawab (15) taubat (6) umum (13) Virus Corona (24)

09 November, 2011

Kalau Memandang Anak Yatim, Kenapa Tidak Melihat Muhammad Bin Abdullah?


(Saya menulis artikel ini untuk membalas beberapa komentar yang masuk di blog dan facebook, berkaitan dengan anak yatim dan sikap saya kepada mereka. Semoga bermanfaat sebagai renungan.)
Assalamu’alaikum wr.wb., Terima kasih kepada semua teman yang kasih komentar yang mendukung tulisan saya tentang anak yatim kemarin. Saya sudah lama hidup seperti itu dengan niat memperhatikan dan membantu anak yatim sebanyak mungkin. Itu bukan sikap yang baru buat saya, dan teman lama yang kenal saya sudah tahu pemikiran saya memang seperti itu (dan belum berubah). Sejak saya masuk Islam, saya merasa harus ada usaha yang lebih untuk membalas semua kenikmatan yang Allah kasih kepada saya (walaupun memang tidak mungkin bisa dibalas). 

Saya sering melihat seorang anak yatim dan mulai bayangkan: Bagaimana kalau ini adalah anak yatim bernama Muhammad bin Abdullah (nama lengkapnya Nabi Muhammad SAW)? Dan saya bisa bertemu dengan dia, menghibur dia dan membuat dia bahagia, dan ajak dia untuk menjadi seorang anak yang baik, membina dia, dan menjadi orang yang selalu siap melindungi dan menjaga dia! (Memang tidak mungkin ketemu dengan Nabi SAW saat dia masih seorang anak, tetapi saya suka bayangkan sebagai renungan saja).
 
Apa yang akan saya lakukan untuk anak yatim itu, kalau saya tahu dia akan menjadi seorang pemimpin ummat Islam nanti, dan sekaligus memandang saya dengan rasa kasih sayang yang besar, seolah2 menjadi bapak angkat (di dalam hatinya) karena dia selalu merasakan kebaikan dari saya? Kalau saya tahu anak yatim yang kecil itu akan menjadi Nabi Muhammad SAW, saya pasti siap kasih segala sesuatu kepada dia, bahkan sampai menyimpan sisanya untuk memenuhi kebutuhan hidup saya menjadi tidak penting lagi. Tetapi karena diberikan kepada Nabi Muhammad (yang masih seorang anak yatim) maka saya tidak bakalan sedih, kecuali mungkin akan ada rasa sedih bahwa saya tidak bisa kasih lebih banyak lagi kepada dia untuk membuat dia bahagia dan semangat.
Kalau dalam bayangan itu, saya merasa siap berbuat demikian untuk seorang anak yatim bernama Muhammad bin Abdullah (yang nanti saat dewasa akan menjadi Rasulullah SAW), kenapa saya TAKUT melakukan sebanyak mungkin untuk anak-anak yatim yang lain, yang banyak di antara mereka juga punya nama MUHAMMAD…! Mereka sama seperti Nabi kita yang pernah menjadi anak yatim yang kecil, lapar, takut, miskin dan tidak tahu masa depannya seperti apa. 
Kalau untuk seorang anak kecil bernama Muhammad bin Abdullah saya siap kasih segala-galanya, kenapa saya tidak mau kasih banyak juga untuk anak-anak yang lain, yang juga bernama Muhammad, yang juga dapat perasaan yatim yang pernah dirasakan oleh Nabi kita dulu? Kenapa mesti takut? Bukannya Allah itu MAHA KAYA, dan juga MAHA KUASA?
 
Kalau iya, kenapa kita selalu takut bahwa uang kita akan hilang? Kenapa cerita saya tentang 1 juta rupiah yang saya habiskan untuk sepatu bola dan tas (yang membuat anak yatim itu senyum terus sampai sekarang) dibilang boros, royal, berlebihan, atau terlalu mahal? Kalau diberikan kepada Muhammad bin Abdullah (yang hanya seorang anak yatim, dan belum menjadi Nabi Allah) apa komentar yang sama akan muncul dari mulut mereka juga? 
(Misalnya): Anda kasih anak onta yang mahal kepada Muhammad bin Abdullah? Buat apa? Dia hanya anak yatim! Kasih kuda jelek yang murah saja! Sudah cukup! Onta yang mahal buat kita. Dia tidak perlu. Dan jangan kasih kurma yang mahal dan lezat itu kepadanya. Kasih KFK (Kentucky Fried Kambing) saja. Sudah cukuplah. Jangan merepotkan diri. Buat apa? Si Muhammad itu hanya anak yatim. Dia tidak penting. Jangan habiskan uang untuk dia!
Apakah kita semua akan bicara seperti itu kalau bisa melihat orang baik hati yang mau memberikan sesuatu yang mahal kepada Muhammad bin Abdullah? 
Saya sudah sadar bahwa orang lain tidak bisa memahami saya. Tetapi saya merasa kasihan dengan orang itu yang tidak paham. Uang saya memang tinggal sedikit sekali pada saat ini, bahkan sampai saya belum pergi belanja ke Hero karena uang di tabungan tidak cukup untuk belanja. Tetapi saya tetap merasa tenang. Saya tidak merasa takut. Dan kalau disadari bahwa uang saya tinggal sedikit sekali, maka yang teringat setelah itu adalah senyumnya seorang anak yatim yang makin sedikit menangis karena masih rindu sekali dengan bapaknya. (Dan kemarin, dengan senyuman yang lebar, dia malah minta izin mentraktir saya makan, karena dia mengintip dan melihat jumlah uang yang tersisa di tabungan saat saya tarik uang di ATM). 
Dia bukan Muhammad bin Abdullah. Tetapi dia seorang anak yatim juga! Allah tidak memberikan kesempatan kepada saya untuk mengenal, memeluk dan menjaga seorang anak yatim bernama Muhammad bin Abdullah karena saya lahir jauh sesudah dia. Tetapi sebagai gantinya, maka atas nama Allah, saya masih bisa menjaga dan menghibur seorang Muhammad yang lain. Dan apapun yang terjadi besok, yang teringat adalah nikmatnya di muka anak itu pada saat saya beli makanan dan barang yang dia inginkan, dan membuat dia bahagia sekali. (Kemarin saya ajak dia nonton film karena sekolahnya libur. Sepanjang hari saya melihat dia senyum dan ketawa!)
 
Alangkah enaknya kalau kita bisa melakukan yang sama dengan Muhammad bin Abdullah, tetapi sudah tidak mungkin. Kenapa kita tidak berani melakukan yang sama untuk anak-anak yatim yang lain, seolah-olah kita sedang berhadapan dengan Muhammad bin Abdullah yang asli?  
Saya tidak punya banyak uang pada saat ini. Tetapi demi Allah saya sungguh merasa KASIHAN dengan orang yang punya deposito berisi ratusan milyar, yang hanya mau disimpan untuk diri sendiri saja. Dan kalau Allah menghendaki, besok saya juga bisa dapat milyaran rupiah, rumah, mobil, dan sebagainya. Tetapi selama ini, hampir semua orang menyalahkan saya dan suruh saya menghemat banyak uang untuk diri sendiri, untuk isi tabungan, beli rumah, mobil, dll. Selama 15 tahun menjadi seorang Muslim, saya tidak mendengarkan mereka, dan tetap menghabiskan uang saya setiap bulan untuk kepentingan orang Muslim yang lain. Ini pertama kali dalam 15 tahun saya mengalami masalah keuangan. Jadi buat saya, ini hanya sebuah cobaan kecil saja, yang insya Allah akan berlalu juga, dan saya akan kembali seperti dulu dengan memiliki banyak uang yang bisa digunakan untuk kepentingan ummat Islam.
Kalau mayoritas dari ummat Islam tidak paham saya, dan mau menyalahkan saya, atau bilang saya terlalu boros atau royal dengan anak yatim, silahkan saja. Saya tidak mencari “pembenaran” dari ummat Islam terhadap semua tindakan saya. Saya sudah dapat senyumnya seorang anak yatim kemarin, berkali-kali, ditambah banyak ketawa, pukul-pukulan, peluk-pelukan, dan saling bercanda dan menghibur satu sama lain seperti di antara saudara kandung.  Jadi buat saya itu jauh lebih nikmat daripada deposito berisi milyaran rupiah
Ada orang yang mau menjadi kaya sekali, dengan deposito yang besar, karena mereka mau dapat kenikmatan yang banyak untuk diri sendiri. Tetapi mereka tidak pernah akan dipeluk oleh deposito mereka. Saya lebih mau dipeluk oleh seorang anak yatim yang baik dan beriman kepada Allah, dan bayangkan kalau seandainya nama dia adalah Muhammad bin Abdullah, dan dia sayang betul kepada saya.

Rasulullah SAW bersabda, “Aku dan orang-orang yang mengasuh (menyantuni) anak yatim di surga seperti ini.” Kemudian beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah seraya sedikit merenggangkannya.
(HR. Bukhari).

Rasulullah SAW bersabda, “Demi yang mengutus aku dengan hak, Allah tidak akan menyiksa orang yang mengasihi dan menyayangi anak yatim, berbicara kepadanya dengan lembut dan mengasihi keyatiman serta kelemahannya…”
(HR. Ath-Thabrani).

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa mengambil anak yatim dari kalangan Muslimin, dan memberinya makan dan minum, Allah akan memasukkannya ke surga, kecuali bila dia berbuat dosa besar yang tidak terampuni.”
(HR. Tirmidzi)

Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa meletakkan tangannya di atas kepala anak yatim dengan penuh kasih sayang, maka Allah akan menuliskan kebaikan pada setiap lembar rambut yang disentuh tangannya.”
(HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Aufa)

Wabillahi taufik walhidayah,
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto

08 November, 2011

Selandia Baru Adalah Negara Paling Islami di Dunia?

Keislaman Indonesia
KOMPAS | Sabtu, 5 November 2011 | 09:03 WIB
Oleh : Komaruddin Hidayat,
Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Sebuah penelitian sosial bertema ” How Islamic are Islamic Countries”  menilai Selandia Baru berada di urutan pertama  negara yang paling islami di antara 208 negara, diikuti Luksemburg di urutan  kedua. Sementara Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim menempati urutan ke-140. Adalah Scheherazade S Rehman dan Hossein Askari dari The George Washington University yang melakukan penelitian ini. Hasilnya dipublikasikan dalam  Global Economy Journal (Berkeley Electronic Press, 2010). Pertanyaan dasarnya adalah seberapa jauh ajaran Islam dipahami dan memengaruhi perilaku masyarakat  Muslim dalam kehidupan bernegara dan sosial?

"Kehidupan sosial di Jepang lebih mencerminkan nilai-nilai Islam ketimbang yang mereka jumpai, baik di Indonesia maupun di Timur Tengah " Ajaran dasar Islam yang dijadikan indikator dimaksud diambil dari Al Quran dan hadis, dikelompokkan menjadi lima aspek. Pertama, ajaran Islam mengenai hubungan seseorang dengan Tuhan dan hubungan sesama manusia. Kedua, sistem ekonomi dan prinsip keadilan dalam politik serta kehidupan sosial. Ketiga, sistem perundang-undangan dan pemerintahan. Keempat, hak asasi manusia dan hak politik. Kelima, ajaran Islam berkaitan dengan hubungan internasional dan masyarakat non-Muslim. Setelah ditentukan indikatornya, lalu diproyeksikan untuk menimbang kualitas keberislaman 56 negara Muslim yang menjadi anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), yang rata-rata berada di urutan ke-139 dari sebanyak 208 negara yang disurvei.

31 October, 2011

Kenapa Kita Tidak Yakin Pada Doa Anak Yatim?


Assalamu’alaikum wr.wb.,
Kemarin saya menulis tentang pengalaman saya beli sepatu bola dan tas untuk seorang anak yatim dengan harga satu juta rupiah. Saya mengalami masalah imigrasi dan oleh karena itu, saya minta doa dari seorang anak yatim yang saya kenal. Langsung besok harinya, ada yang bantu saya ketemu seorang petugas imigrasi senior yang mengatakan bahwa dia akan coba membereskan masalah itu (karena saya tidak bersalah). Karena merasa bersyukur sekali, saya ajak anak yatim itu makan malam, dan pada saat itu, dia mengatakan pengen dapat sepatu bola baru. Jadi uang satu juta yang saya dapat dari teman untuk beli tiket pesawat (bila perlu) dihabiskan untuk sepatu bola dan tas baru untuk anak itu. 
Setelah saya sebarkan tulisan itu lewat email, blog dan Facebook, ada puluhan orang yang mengatakan terima kasih karena merasa terinspirasi. Saya punya banyak hutang, tidak bisa bayar kartu kredit, belum punya pekerjaan, belum ada visa kerja atau gaji, tetapi masih bisa merasa tenang dan bisa mengutamakan seorang anak yatim. Tetapi kemudian ada juga komentar yang mengritik saya. Katanya saya seharusnya bayar hutang dulu. Ada yang bilang 1 juta untuk anak yatim terlalu banyak, cukup kasih yang murah saja. Ada yang bilang seharusnya saya tidak ceritakan sedekah saya, dan mesti dirahasiakan saja. Dan seterusnya.
Saya bisa mengerti kalau ada orang yang tidak memahami tindakan saya itu karena sikap mereka itu memang standar di dalam hati banyak sekali orang Muslim. Berfikir secara logis, sangat hitung-hitungan, dan jangan beli yang mahal untuk anak yatim. Bayar hutang harus lebih utama. Pemikiran seperti itu memang standar dan biasa di sini. Bagi orang yang berfikir seperti itu, kalau kita punya uang (umpamanya) 1 juta, maka untuk diri sendiri 800 ribu, dan untuk bayar hutang 200 ribu saja. Tetapi bagaimana kalau hutang kita bukan 10 juta, atau 100 juta, tetapi 300 juta? Pembayaran 200 ribu saja menjadi kecil sekali. Mesti bagaimana? Tetap bayar hutang sebanyak itu saja dan abaikan anak yatim yang telah membantu kita? Memang boleh begitu, dan banyak orang merasa harus begitu. Alasannya: kita tidak bisa dapat uang dari sumber yang lain.
Tetapi saya sudah 15 tahun menjadi seorang Muslim, dan pengalaman saya tidak seperti itu. Pada saat orang lain mengatakan “tidak bisa dapat uang” dari sumber yang lain maka yang saya rasakan justru sebaliknya: selalu ada uang yang muncul dari sumber yang tidak diketahui sebelumnya, dan hampir selalu setelah saya sudah bersedekah duluan. Dan kalau saya ceritakan pengalaman luar biasa seperti itu kepada orang Muslim yang lain (pada saat ceramah), maka sikap yang sering muncul dari mereka adalah: “Masa sih? Yang benar dong? Bohong kali ya? Kok bisa? Dari mana? Cerita rekayasa ya? Kenapa bisa begitu? Susah percaya!” 
Yang langsung percaya dan bersyukur kepada Allah juga ada banyak, tetapi yang lain sangat ragu-ragu dan tidak percaya. (Dan itu sebabnya saya ceritakan pengalaman pribadi saya yang dialami setelah saya bersedekah, supaya akan dipercayai oleh ummat Islam dan tidak dianggap cerita rekayasa dari orang yang tidak dikenal. Saya memikirkan nilai dakwahnya kalau cerita itu dipercayai dan menjadi inspirasi bagi yang lain. Insya Allah tidak pernah ada niat riya atau sombong.)
Kenapa saya bisa dapat uang begitu saja? Karena pada saat orang lain mengambil 200 ribu untuk bayar hutang, maka saya coba berfikir “outside the box” (di luar kotak). Dua ratus ribu hanya akan kurangi hutang sedikit sekali (kalau hutangnya besar). ATAU, bisa dibelanjakan untuk sesuatu yang sangat unik dan tidak ada duanya di dunia ini: yaitu DOA ANAK YATIM yang berdoa dengan rasa kasih sayang dan ikhlas. Doa anak yatim itu nilainya berapa? Apa ada yang bisa membuat kalkulasinya? 
Bagi saya, doanya anak yatim itu sangat luar biasa dan tidak diragukan lagi sebagai hal yang paling dekat dengan MUJIZAT di dunia ini. Sudah berkali2 saya mengalami sendiri dan lihat dengan mata sendiri. Sebagai contoh, doa anak yatim bisa menghilangkan kanker yang sudah kritis, di mana pasien mesti wafat tetapi malah kembali sehat setelah didoakan anak yatim. Berapa nilainya doa anak yatim tersebut? Dokter yang paling ahli di Jakarta sudah angkat tangan dan mengatakan “tidak bisa” bantu lagi. Lalu ibu itu sembuh total, setelah didoakan oleh beberapa anak yatim. Itu bukan cerita rekayasa. Saya melihat ibu itu dengan mata sendiri saat dia berada di rumah sakit. 
Coba berfikir: Apakah lebih baik menghabiskan 1 juta untuk keperluan sendiri? Atau dihabiskan untuk senangi hatinya seorang anak yatim yang sedih? Mana yang lebih bermanfaat? Bagi orang yang belum paham, mungkin akan disimpan untuk diri sendiri (karena dianggap lebih utama). 
Menurut saya, 1 juta itu sudah dipakai dengan cara yang paling bermanfaat, karena untuk dapat semua bantuan yang muncul sekarang, harga 1 juta rupiah justru sangat murah sekali. Dan karena saya yakin bahwa Allah akan mengabulkan doa dari seorang anak yatim yang ikhlas, dan akan membalas semua perbuatan baik kita kepada anak yatim, maka saya sudah membuat janji baru yang lebih besar lagi kepada anak itu.
Apa saya salah karena tidak abaikan anak itu dan bayar hutang? Mungkin saja. Tetapi saya tidak merasa bahwa uang yang ada di tangan saya pada saat itu merupakan jumlah yang maksimal yang bisa Allah berikan kepada saya pada bulan ini. Allah bisa kasih 1 MILYAR Rupiah kepada saya besok pagi kalau Dia menghendaki, dan tidak ada seorang manusia di bumi ini yang bisa melarang-Nya. 
Masalah kita sekarang hanya satu: apa kita berani untuk berserah diri kepada Allah secara ikhlas? Atau apa kita lebih pandai menghitung uang kita daripada Allah? Saya yakin bahwa Allah tidak akan mengalami kesulitan untuk menggantikan uang 1 juta itu dengan jumlah yang lebih besar lagi, dan juga visa kerja, dan juga gaji tetap. Semua itu bisa diperoleh dengan harga 1 juta untuk menghasilkan senyum di muka seorang anak yatim. Sangat murah sekali bukan?
 
Saya tidak mau merasa takut bahwa Allah sangat miskin dan akan mengalami kesulitan membalas semua kebaikan dan amal kita. Allah Maha Kaya. Dan Dia Maha Kuat untuk turun tangan dan hilangkan semua masalah kita dalam sekejap. Tetapi kita sendiri tidak yakin, dan selalu takut uang kita akan habis. Kita hidup dalam keadaan takut memberikan uang kita kepada anak yatim dan fakir miskin seolah-olah uang itu tidak akan kembali. Tetapi selama kita merasa YAKIN kepada Allah, maka insya Allah kita tidak pernah akan dirugikan. 
Ada orang yang merasa lebih baik kita utamakan kebutuhan diri sendiri. Saya merasa lebih baik kalau bisa menghasilkan senyumnya di muka seorang anak yatim yang mau sayangi saya dan mau mendoakan saya secara ikhlas setiap hari. Menurut saya, itu benar-benar tidak bisa dihitung harganya!!!

Rasulullah SAW bersabda, “Aku dan orang-orang yang mengasuh (menyantuni) anak yatim di surga seperti ini.” Kemudian beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah seraya sedikit merenggangkannya.
(HR. Bukhari).

Rasulullah SAW bersabda:  ”Barangsiapa yang mengikutsertakan seorang anak yatim di antara dua orangtua yang muslim dalam makan dan minumnya, sehingga mencukupinya, maka mereka (orangtua muslim) pasti masuk surga.
(HR. Thabrani dan Abu Ya’la). 

Rasulullah SAW bersabda, “Demi yang mengutus aku dengan hak, Allah tidak akan menyiksa orang yang mengasihi dan menyayangi anak yatim, berbicara kepadanya dengan lembut dan mengasihi keyatiman serta kelemahannya…” (HR. Ath-Thabrani).

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak mungkin seorang yatim ikut memakan jamuan makanan, lalu setan mendekati makanan itu.”
(HR. Ath-Thabrani)

Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa mengambil anak yatim dari kalangan Muslimin, dan memberinya makan dan minum, Allah akan memasukkannya ke surga, kecuali bila dia berbuat dosa besar yang tidak terampuni.
(HR. Tirmidzi)

Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa meletakkan tangannya di atas kepala anak yatim dengan penuh kasih sayang, maka Allah akan menuliskan kebaikan pada setiap lembar rambut yang disentuh tangannya.
(HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Ibnu Hibban, Ibnu Abi Aufa)

“Ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah SAW, dan mengeluhkan kekerasan hatinya. Nabipun bertanya, ‘Sukakah kamu, jika hatimu menjadi lunak dan kebutuhanmu terpenuhi? Kasihilah anak yatim, usaplah mukanya, dan berilah makan dari makananmu, niscaya hatimu menjadi lunak DAN KEBUTUHANMU AKAN TERPENUHI.’” (HR. Ath-Thabrani).

Wabillahi taufik walhidayah,
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...