Ada artikel baru yang membahas teori "disrupsi" (perubahan sistemik dan massal secara mendadak). Katanya, Pak Nadiem dilantik menjadi menteri pendidikan karena Jokowi yakin Nadiem bisa melakukan disrupsi pada sistem pendidikan kita. Jawaban saya: Emang begitu gampang ya?!
Pendapat dalam artikel itu hanya lihat masa depan pendidikan dari satu sisi saja. Semua guru tahu kebanyakan siswa justru SULIT belajar sendiri. Tergantung konteks, bahan, tingkat kesulitan bahan, tujuan unit pendidikan itu, dan sebagainya. Kemampuan banyak manusia untuk belajar sendiri terbatas. Dibutuhkan guru yang lebih ahli untuk menolong dan mengarahkan. MOOC (sistem bahan matakuliah gratis online) sudah lama ada. Dampak terhadap sistem pendidikan formal mimimal. Begitu juga Khan Academy. Menolong dan bermanfaat, tapi bukan penggantinya sebuah sistem pendidikan.
Dan perlu dipahami bahwa membaca dan memahami teks BUKAN pencapaian satu-satunya yang didapatkan dari sebuah pelajaran. Ada jauh lebih banyak aspek (perkembangan kognitif, sosial, budaya, bahasa, agama, dll.) yang didapatkan di dalam kelas ketika belajar sama guru. Dan tugas guru adalah untuk menyadari ketika siswa belum paham, atau bahkan salah paham, dan mengarahkan.
Saya bisa membaca teks ttg sistem keadilan negara dan merasa paham sendiri. Lalu bagaimana kalau tiba2 pemerintah mulai menahan ratusan ustadz untuk "dididik kembali agar tidak menjadi radikal"? Sekelompok orang yang belum bersalah apa boleh ditahan pemerintah? Kalau dibuat aturannya, apa saya harus taat pada pemerintah? Kapan saya harus taat? Kapan saya harus protes? Dasar protes saya dari mana? Dan sebagainya. Tugas guru bukan hanya untuk mendidik "tata cara" memahami dan melakukan suatu hal, tapi juga menyampaikan dan mengarahkan pengertian siswa. Ada tugas sosial-budaya-nasionalis yang tidak bisa diserahkan pada buku teks saja.
Mengatakan Nadiem bisa melakukan disrupsi terhadap sistem pendidikan nasional adalah sebuah ASUMSI tanpa dasar. Soalnya sistem itu penuh korupsi, fasilitas yang minim, guru yang gajinya rendah dan dibayar telat, siswa yang motivasi belajarnya rendah dan daya membaca dan berpikir juga rendah, dll. Mohon maaf, tapi membuat satu aplikasi yang meniru Uber dan tambahkan motor tidak memberikan kemampuan dan kualifikasi kepada Pak Nadiem untuk mengubah sistem pendidikan nasional.
Dan kalaupun dia berusaha melakukan perubahan, dari idenya sendiri, maka itu merupakan eksperimen terhadap puluhan juta anak Indonesia karena bisa berhasil dan juga bisa gagal total, jadi 5 tahun terbuang dalam eksperimen itu, dan siswa yang sudah lulus SMA tidak bisa diminta mulai sekolah lagi dgn sistem yang lain. Semua ahli pendidikan sudah tahu: perubahan terhadap sistem pendidikan negara TANPA didukung oleh riset merupakan eksperimen terhadap anak. Apakah orang tua Indonesia siap anak mereka menjadi kelinci percobaan?
-Gene Netto
Search This Blog
Labels
alam
(8)
amal
(100)
anak
(299)
anak yatim
(118)
bilingual
(22)
bisnis dan pelayanan
(6)
budaya
(8)
dakwah
(87)
dhuafa
(18)
for fun
(12)
Gene
(222)
guru
(61)
hadiths
(9)
halal-haram
(24)
Hoax dan Rekayasa
(34)
hukum
(68)
hukum islam
(52)
indonesia
(570)
islam
(557)
jakarta
(34)
kekerasan terhadap anak
(357)
kesehatan
(97)
Kisah Dakwah
(10)
Kisah Sedekah
(11)
konsultasi
(11)
kontroversi
(5)
korupsi
(27)
KPK
(16)
Kristen
(14)
lingkungan
(19)
mohon bantuan
(40)
muallaf
(52)
my books
(2)
orang tua
(8)
palestina
(34)
pemerintah
(136)
Pemilu 2009
(63)
pendidikan
(503)
pengumuman
(27)
perang
(10)
perbandingan agama
(11)
pernikahan
(11)
pesantren
(34)
politik
(127)
Politik Indonesia
(53)
Progam Sosial
(60)
puasa
(38)
renungan
(179)
Sejarah
(5)
sekolah
(79)
shalat
(9)
sosial
(321)
tanya-jawab
(15)
taubat
(6)
umum
(13)
Virus Corona
(24)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Mungkin harus fokus ke pemerataan sarana dan prasarana skolah dulu. Ada kesenjangan yang sangat kasat mata antara sekolah2 di kota dan sekolah2 di daerah
ReplyDeleteCerita Alister N