Sabtu, 11/04/2009 17:59 WIB
Hery Winarno - detikNews
Jakarta - Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta akan menuntut Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta. KIPP menilai KPU Jakarta sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemilu yang amburadul di DKI Jakarta.
"Kami menuntut pertanggujawaban KPU Jakarta karena banyak masyarakat Jakarta yang tidak bisa memilih akibat tidak terdaftar di DPT (daftar pemilih tetap) ," ujar Ketua KIPP Jakarta Saryono Indro saat menggelar jumpa pers di Wisma Persatuan Gereja Indonesia (PGI) di Jl Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/4/2009).
Hal tersebut didasarkan dari 81 temuan pelanggaran pemilu di DKI Jakarta. Pelanggaran tersebut meliputi DPT yang tidak akurat, distribusi logistik yang berantakan dan minimnya teknis penyelengaraan pemilu di level bawah(Komite Penyelenggara Pemungutan Suara/KPPS).
"Kami meminta pertanggugjawaban KPUD atas kekisruhan pemungutan suara di TPS akibat kurang pahamnya penyelengaraan pemilu di level bawah," imbuhnya.
Rencananya KIPP Jakarta akan mengajukan tuntutan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Kami akan bergabung dengan KIPP nasional untuk mengajukan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari Selasa tanggal 14 April," pungkasnya.
Sumber: Detiknews.com
Search This Blog
Labels
alam
(8)
amal
(100)
anak
(299)
anak yatim
(118)
bilingual
(22)
bisnis dan pelayanan
(6)
budaya
(8)
dakwah
(87)
dhuafa
(18)
for fun
(12)
Gene
(222)
guru
(61)
hadiths
(9)
halal-haram
(24)
Hoax dan Rekayasa
(34)
hukum
(68)
hukum islam
(52)
indonesia
(570)
islam
(556)
jakarta
(34)
kekerasan terhadap anak
(357)
kesehatan
(97)
Kisah Dakwah
(10)
Kisah Sedekah
(11)
konsultasi
(11)
kontroversi
(5)
korupsi
(27)
KPK
(16)
Kristen
(14)
lingkungan
(19)
mohon bantuan
(40)
muallaf
(52)
my books
(2)
orang tua
(8)
palestina
(34)
pemerintah
(136)
Pemilu 2009
(63)
pendidikan
(503)
pengumuman
(27)
perang
(10)
perbandingan agama
(11)
pernikahan
(11)
pesantren
(34)
politik
(127)
Politik Indonesia
(53)
Progam Sosial
(60)
puasa
(38)
renungan
(178)
Sejarah
(5)
sekolah
(79)
shalat
(9)
sosial
(321)
tanya-jawab
(15)
taubat
(6)
umum
(13)
Virus Corona
(24)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Aduh beneran amburadul, kacau banget. Di cluster aku, nyampe angka 10 kali warga yang tidak terdaftar dlm DPT.
ReplyDeleteIni upaya penganiayaan terhadap hak warga negara. Coba aja kalo urusannya terkat dengan kewajiban WN maka segala informasi, pengumuman, sosialisasi pastinya udah dari kapan tau udah diberitakan dan dilakukan di-mana2. Kita sbg WN ibarat kata seperti buronan kalo dihadapkan pada urusan kewajiban, dikejar-kejar walopun urusan pelaporan doang. Tapi coba aja kalo masalah hak. Informasi ga jelas, sosialisasi ogah2an pokoknya WN yg harus pro aktif krn ga bakal ada yg ingetin.
Lelah juga, udah 2 hari ini nulis curhat mlulu ke-mana2 soal kekecewaan di 'pileg 2009.'
Tadi udah ada contact di komunitas lain ngingetin soal deadline untuk DPT pilpres yang jatuh tanggal 20 April 2009.
Semoga saja akan lebih baik kalo ngga yah, wassalam deh KPU-nya.
Aku berharap semua partai politik akan menolak hasil pemilu ini. Setelah bicara dengan beberapa orang saja, semuanya kenal orang dekat yang namanya tidak masuk DPT (sudah hilang dari DPT tapi sebelumnya ada). Salah satu teman aku bilang beberapa anggota keluarga besar yang tinggal di RT yang sama tidak masuk DPT, dan tetangganya pun tidak. Berapa puluh atau berapa ratus orang itu? Dan karena itu di dalam DKI, bagaimana keadaan di daerah???
ReplyDeleteSepertinya Pemilu ini benar2 kacau. Ada teman yang jadi saksi di TPS, tetapi nama dia sendiri hilang dari DPT. Saya kira ada beberapa puluh juta orang yang namanya dihilangkan, dan diganti dengan “golput” saja, biar partai yang pendukungnya sedikit kelihatan lebih banyak pendukungnya.
Bagaimana kalau ada caleg yang bayar ke orang kecamatan untuk bikin ratusan ribu atau jutaan KTP palsu? Dengan demikian, nama2 itu bisa dimasukkan ke DPT tetapi mereka tidak akan muncul di TPS alias golput. Tetapi kalau dicek, jumlah nama yang ada di DPT dan jumlah penduduk nasional bisa setara. Kalau nama2 orang dihapus saja, nanti kelihatan tidak seimbang antara jumlah penduduk yang bisa memilih (mis. 170juta), dan jumlah nama di DPT (mis. hanya 100juta). Jadi untuk setiap nama yang dihapus (pemilih benaran) harus diciptakan KTP palsu dengan nama palsu atau hanya sebatas nama palsu dan nomor KTP palsu saja di DPT. Dan saya kira itu sudah benar2 terjadi.
Selain itu, juga ada masalah dengan orang yang diganggu di TPS (atau “dibantu”) supaya mereka memilih salah satu partai saja. Ada masalah dengan kotak suara yang hilang, TPS fiktif, kotak suara yang sudah dibuka, kertas suara yang sudah dicontreng, dan setelah itu, saksi2 masih bisa dikasih uang supaya diam.
Sungguh kacau pemilu ini. Saya berharap hasilnya ditolak dan Pilpres dimundurkan saja, sampai anggota KPU ditangkap dan disidangkan, dan DPT diperbaiki. Bila perlu, DPT harus ditambahkan dengan sidik jari juga biar tidak bisa dipalsukan. Setiap orang diwajibkan datang ke kecamatan dan masukkan nama dan sidik jari serta nomor KTP, dan juga harus bawa identitas yang lain seperti SIM, tagihan PLN untuk rumah, dan sebagainya. Dan Panwaslu akan periksa sebagian dari nama2 tersebut secara acak di setiap daerah. Bila ditemukan lebih dari sekian nama2 palsu, semua orang yang kerja di KPUD di daerah itu akan ditangkap dan kena hukuman.
Bagaimana bangsa ini bisa maju bila pemilu masih bisa begitu kacau? Seorang teman yang lulusan universitas mengaku bingung karena proses begitu sulit dipahami. Bagaimana dengan oarng yang hanya sebatas lulus Sekolah Dasar???!!!
Sungguh memalukan.
Iya, bener2 memalukan dan keterlaluan sekali. Masih tertarik untuk jadi WNI, Gene ???
ReplyDeleteAda teman yang sejak awal sudah berniat dan mengaku akan golput tapi dia beruntung sekali. Dia menerima form C4 sampe 2 lembar atas namanya. Dan dia bener2 merealisasikan ke-golput-annya di dua TPS tercatat. Hebat kan proses kerja KPU-nya Indonesia :-(
Sementara para warga yang benar-benar mau memanfaatkan hak pilihnya yang bukan golput dan tidak mau golput dalam kenyatannya dipaksa untuk golput. Dan anehnya pada saat berlangsung kemarin, ngga ada loh petugas dari kelurahan atau KPU yang dapat dimintai pertanggungjawaban kenapa bisa sampe ga tercatat dalam DPT. Tidak ada petugas yang di-duduk-kan di TPS yang bisa memberikan jalan keluar supaya warga tetap dapat memiliki hak pilihnya.
Kalo soal penolakan atas hasil pemilu legislatif kayaknya peluangnya tipis. Saat ini, para parpol lebih sibuk dan fokus dengan urusan koalisi. Lagian kalo tidak salah pemilu ulang hanya boleh dilakukan dalam kondisi luar biasa seperti kerusuhan atau bencana alam. So, don't expect too much...
Jadi kesimpulannya kita semua, seluruh rakyat Indonesia siap-siap aja dengan kapabilitas caleg-caleg terpilih berdasarkan pemilu legislatif yang terlaksana dengan amburadul ini hehehhh. Semoga saja akan lebih baik dari legislatif sebelumnya. Sementara untuk para caleg tidak terpilih semoga dapat berbesar hati dan tidak stress sampe masuk RS atau panti rehabilitasi gara-gara gagal di pemilu ini. Karena kalo sampe stress berarti niat awal anda masuk ke legislatif memang hanya fokus untuk memperkaya diri sendiri bukannya untuk memperjuangkan kepentingan rakyat banyak. Jadi ga usah sampe stress deh ya, bikin malu anak dan keluarga saja.