Search This Blog
Labels
02 December, 2013
Percaya Pada Kebetulan, Atau Pada Yang Maha Mengatur?
28 November, 2013
Apa Selalu Harus Taat Pada Aturan?
21 November, 2013
Dokter Atau Pejabat Yang Lebih Patut Dianggap “Kriminal”?
16 November, 2013
Mohon Bantuan Mencari Pekerjaan Untuk Teman Saya
Current:
Danone Group, Jakarta - Senior Project Manager
Previous:
1. Management/IT Consultant, London, UK
Ceramah untuk Umum - Pengajian Bulan Muharram
Siswa “Monster” Yang Berubah Cepat Lewat Diskusi
Assalamu’alaikum wr.wb. Dulu saya mengajar di sekolah negeri gabungan SMP-SMA di Brisbane, Australia. Saya masih muda, idealis, dan sedang belajar tentang pendidikan dan psikologi anak. Di hari pertama, saya diberitahu akan dapat Kelas 8-F. Banyak guru teriak: “Kamu dapat Luke!” Katanya, Luke selalu berkelahi di kelas, menyerang guru, pernah membakar gedung sekolah, sering ditangkap polisi, dll. Setiap hari, dia dikeluarkan dari setiap kelas, dan dikirim ke ruangan kepala sekolah.
Para guru senior menggambarkan sosok monster, dengan tanduk besar, mata merah melotot, dan taring yang tajam. Tidak ada siswa yang lebih buruk. Mereka hanya bisa berharap saya akan selamat kalau mengajar Luke... Ketika saya masuk kelas, saya dapat kejutan. Anak laki-laki, kecil, kurus, rambut coklat lurus, dan mukanya ganteng. Ini seorang monster?
Saya mulai mengajar. Lima menit kemudian, ada anak yang mengejek Luke jadi dia menyerang. Saya tahan Luke dan suruh dia duduk. Guru senior yang awasi saya diam saja. Saya tegur anak yang menghina Luke dan berdiri di sampingnya. Luke duduk kembali dan kerja tanpa masalah lagi. Ternyata, Luke hanya menyerang setelah dihina. Anehnya, semua guru senior salahkan Luke.
Sore itu, Luke berada di luar ruang guru. Saya mulai berpikir. Di dalam kuliah psikologi anak, ada berbagai cara untuk bantu anak seperti ini. Saya coba ajak Luke diskusi. Tujuan hidupnya apa? Katanya mau jadi pilot. Saya jelaskan, kalau nakal terus, bisa masuk penjara. Mau pilih apa: Penjara atau Pilot? Dia mau menjadi pilot.
Saya jelaskan, anak lain di kelas mengejek Luke sebagai “permainan”. Penghinaan mereka ibaratnya “perintah menyerang”, lalu mereka ketawa saat Luke kena hukuman. Luke harus abaikan mereka. Yang penting hanyalah pendapat Luke tentang diri sendiri. Dia bilang, semua orang pasti marah kalau diejek. Saya keluarkan 20 dolar (200 ribu rupiah) dan bilang, “Coba menghina saya. Kalau jadi emosi, kamu menang uang ini.”
Dia ucapkan banyak kata kasar, dan saya tetap senyum. Dia bingung. Kok bisa? Saya jelaskan, menjadi marah adalah pilihan. Saya merasa sebagai orang baik, jadi saya tidak peduli pada pendapat dia. Luke juga bisa begitu. Tidak perlu menjadi marah. Saya ajak dia coba dengan saya. Saya menghina dia, dan dia balas menghina saya. Setelah 5 menit, kami kehabisan kata-kata jelek dan mulai ketawa. Terbukti. Luke bisa menahan diri.
Saya berjanji, kalau ada yang menghina Luke, saya akan melindunginya. Dia kaget. Kok guru mau “melindungi” dia? Saya jelaskan, saya akan selalu melindungi dia karena dia siswa saya. Luke diam saja. Terkesan dia belum pernah dapat kepedulian seperti itu dari orang dewasa. Saya bilang, Luke tidak boleh menyerang, dan harus yakin saya akan melindungi dia. Pagi berikutnya, ada siswa yang menghina Luke, dan saya langsung tegur dan suruh dia minta maaf. Luke tidak bergerak.
Saya ajak Luke diskusi lagi. Kalau mau menjadi pilot, harus dapat nilai A terus. Katanya, tidak mungkin dapat A. Selalu dapat nilai D dan E. Saya ingat pelajaran dari dosen psikologi. Saya bilang, boleh dikasih A sekarang, dan Luke hanya perlu “menjaganya”. Saya ambil rapor Luke, dan menulis A di depan matanya. Syaratnya, kalau dia berkelahi, nilai itu akan turun sementara, tetapi kalau dia baik lagi, nilainya naik kembali menjadi A. Nilai A itu sudah menjadi hak milik Luke, dan hanya perlu dijaga. Dia kaget, dan senyum terus.
Dalam rapat guru, kepala sekolah bertanya apa Luke sakit, karena seminggu Luke tidak muncul di kantor. Bisanya dikeluarkan dari setiap kelas. Sepuluh guru langsung tunjuk saya. Kepala sekolah bertanya, “Apa yang kamu lakukan?” Saya jelaskan diskusi saya dengan Luke, dan teori psikologi anak yang digunakan. Saya jelaskan bagaimana saya fokuskan pikirannya ke masa depan menjadi pilot, dengan memilih yang terbaik sekarang. Kepala sekolah kaget. “Bagus sekali! Tolong diteruskan!” Saya juga kaget. Masih guru muda, tetapi dipuji di depan 60 guru senior.
Total waktu yang dihabiskan untuk diskusi dengan Luke sekitar 15 jam saja. Masalah utamanya sebenarnya di rumah. Bapaknya sering hajar dia. Ibu sering menghinanya dan bilang dia "tidak diinginkan". Jadi Luke tidak dapat kasih sayang, perhatian, dan perlindungan dari orang dewasa. Itu sebabnya dia menjadi liar di sekolah.
Setelah saya pindah ke Indonesia tahun 1995, saya tidak pernah dapat kabar lagi tentang Luke, jadi tidak tahu kalau apa dia menjadi pilot atau masuk penjara. Tetapi saya masih ingat pada dia. Mungkin dia merasa dapat “pelajaran” dari saya, tetapi saya malah anggap dia sebagai pelajaran penting bagi saya.
Semua anak yang “nakal” bisa berubah. Anak “monster” bisa berubah. Cukup diajak diskusi saja. Terserah kita yang menjadi gurunya, orang tuanya, saudaranya, dan tetangganya. Apa kita mau menjadi temannya dan tawarkan bantuan, nasehat, perlindungan, dan kasih sayang? Kalau kita siap menolong mereka, insya Allah anak yang sangat nakal bisa berubah dan tidak akan menjadi orang jahat yang merusak komunitasnya.
Ini kisah nyata. Saya masih ingat pengalaman saya dengan Luke sampai sekarang. Semoga kisah ini bermanfaat bagi teman-teman guru dan orang tua yang peduli pada masa depan semua anak Indonesia.
Wa billahi taufiq wal hidayah,
Wassalamu’alaikum wr.wb.
-Gene Netto