(Letter to Jakarta Post. Published on 11 December, 2008)
Page four of The Jakarta Post's Nov. 28 edition was very interesting reading, especially for anyone who likes to connect dots. At the top of the page was an article titled, "City proceeds with plan to change school time".
This article explained that the city was planning to ignore protests and criticisms of their plan to force small children to go to school earlier in the morning. They considered that making children start school at 6.30 a.m. instead of 7.00 a.m. will help solve the traffic problems in Jakarta. (As if the traffic congestion was their fault!)
Below that was another article titled, "Many kids in city too short for age". This article said that 20 percent of students in one school that was studied were malnourished. Especially interesting was this: "The lack of emphasis on eating a healthy breakfast every day is one reason for malnutrition. Ali said that kids today prefer to have a snack at school instead of eating a proper breakfast."
It occurs to me that perhaps one of the reasons why many kids might not be eating a proper breakfast at home with their parents is lack of time in the morning. With an ordinary household having between 2 and 6 children, time is in short supply in the mornings, especially with everyone, including parents, trying to use the bathroom and get ready to leave the house. And, as every parent knows, getting children to eat in a hurry is never easy.
So, the brilliant plan of Governor Fauzi Bowo is to give parents and their children even less time to get ready in the mornings? With 20 percent of students in Jakarta already malnourished, possibly due to their lack of time to eat a decent breakfast, I wonder what percentage of half-starved children the governor would consider a problem before he started looking for more intelligent solutions.
Thirty percent? Fifty percent? The previous governor Sutiyoso has already presented us with a rate of 20 percent malnourishment among the city's children after his ten years in power. Congratulations.
I wonder what percentage of malnourished children Governor Fauzi Bowo is hoping to create for the city before he leaves office?
GENE NETTO
Jakarta
Source: TheJakartaPost.com
Search This Blog
Labels
alam
(8)
amal
(100)
anak
(299)
anak yatim
(118)
bilingual
(22)
bisnis dan pelayanan
(6)
budaya
(8)
dakwah
(87)
dhuafa
(18)
for fun
(12)
Gene
(222)
guru
(61)
hadiths
(9)
halal-haram
(24)
Hoax dan Rekayasa
(34)
hukum
(68)
hukum islam
(52)
indonesia
(570)
islam
(557)
jakarta
(34)
kekerasan terhadap anak
(357)
kesehatan
(97)
Kisah Dakwah
(10)
Kisah Sedekah
(11)
konsultasi
(11)
kontroversi
(5)
korupsi
(27)
KPK
(16)
Kristen
(14)
lingkungan
(19)
mohon bantuan
(40)
muallaf
(52)
my books
(2)
orang tua
(8)
palestina
(34)
pemerintah
(136)
Pemilu 2009
(63)
pendidikan
(503)
pengumuman
(27)
perang
(10)
perbandingan agama
(11)
pernikahan
(11)
pesantren
(34)
politik
(127)
Politik Indonesia
(53)
Progam Sosial
(60)
puasa
(38)
renungan
(179)
Sejarah
(5)
sekolah
(79)
shalat
(9)
sosial
(321)
tanya-jawab
(15)
taubat
(6)
umum
(13)
Virus Corona
(24)
11 December, 2008
Rencana untuk tahun depan
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Sudah ada beberapa orang yang bertanya tentang kerjaan saya sekarang dan rencana untuk tahun depan. Saat ini saya sedang mencari uang untuk visa kerja, dan ada yang bertanya kenapa harus cari sendiri, jadi sekarang saya mau jelaskan semua rencana saya sekaligus, biar tidak perlu diulang terus lewat email.
Berikut ini, ada beberapa rencana saya untuk tahun depan.
1. Mendirikan Perushaan Media (Bersama Teman) Untuk Terbitkan Buku Dan Lain-Lain
Saya sudah siap mendirikan perusahaan media kecil dengan seorang teman. Tujuannya, kami ingin menjual buku dan lain-lain seperti buku anak, mainan anak, kaset, vcd, dsb.
Produk pertama yang ingin kami jual adalah buku pertama saya: Mencari Tuhan, Menemukan Allah. Perusahaan ini akan didirikan di bawah Yayasan Darul Qur'an yang dibuat oleh guru saya KH Masyhuri Syahid. Niat kami adalah membuat sebuah perusahaan yang bisa menghasilkan profit yang baik, yang kemudian akan digunakan untuk kegiatan sosial, seperti santunan anak yatim dan anak miskin.
Kalau kami mendirikan sebuah yayasan saja, berarti nanti kami akan sibuk mencari sumbangan. Daripada begitu, kami ingin mendirikan PT yang bisa menghasilkan uang tersebut, sehingga kita bisa mengurus anak yatim tanpa harus cari dana terus.
Untuk sementara ini, kami menggunakan nama DQ Media (karena berdiri di bawah Yayasan Darul Qur'an), tetapi kami masih membahas nama-nama yang lain juga.
Ada yang mau kasih usul untuk nama?
2. Mencari Rp 20 Juta Untuk Membuat Visa Kerja Baru
Visa saya dari MUC (perusahan yang sponsori saya selama 3 tahun ini) berkahir pada Januari 2009, jadi saya harus membuat yang baru. Daripada menjadi karyawan lagi, di mana waktu saya tidak bebas, saya ingin bekerja untuk diri sendiri supaya ada banyak waktu kosong untuk mengerjakan proyek pilihan saya.
Biaya untuk visa hanya beberapa juta, tetapi ditambah dengan biaya $US 1.200 yang harus dibayar ke Depnaker setiap tahun. Jadi setiap perusahaan yang mensponsori orang asing untuk kerja di sini, harus bayar $US 1.200 setiap tahun, ditambah biaya visa kerja, sekitar Rp 8 juta, yang menjadi total sekitar 20 juta.
Karena tahun depan saya mau kerja sendiri, di perusahan sendiri, maka saya harus mencari uang ini sendiri. Saya sedang usahakan dapat 5jt dari 4 orang yang mau membantu saya.
Kalau ada orang mampu yang senang membaca blog saya, yang sudah kasih jatah ke anak yatim, masih punya uang lebih, dan ingin membantu saya, silahkan kirim email dan saya akan berikan nomor rekening bank saya untuk terima transfer. Tetapi tolong jangan tawarkan kalau tidak sanggup. Saya tidak mau ambil uang dari orang yang hidupnya pas-pasan.
Terima kasih kalau ada yang mau bantu.
3. Selesaikan Dan Pasarkan Buku Pertama: Mencari Tuhan, Menemukan Allah
Buku pertama saya ini sudah selesai sekitar 95% dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia sekaligus. Masih editing sedikit sebelum membuat cetakan pertama. Saya selama tahun untuk berfokus terus pada buku ini karena saya menganggap proyek yang paling utama yang pernah saya kerjakan. Di dalamnya, saya membandingkan agama Islam dengan agama Kristen, dan Insya Allah pembaca Muslim yang saat ini tidak merasa yakin pada Islam sampai dia tinggalkan shalat atau bahkan berfikir untuk murtad dan menjadi orang Kristen, akan bisa kembali ke jalan yang benar setelah baca analisa saya.
Saya berniat untuk terbitkan versi bahasa Indonesia dulu. Orang Indonesia sering menunggu lama untuk mendapat buku terjemahan, jadi saya ingin memberikan buku ini kepada ummat Islam di Indonesia sebelum yang lain.
Setelah sudah keluar di sini, saya mau pasarkan versi bahasa Inggris di manca negara, seperti Amerika, Inggris, Eropa, Australia, dan lain-lain.
Setelah itu, saya mau membuat terjemahan dalam berbagai bahasa seperti Belanda, Jerman, Perancis, dan sebagainya. Insya Allah ini akan menjadi proyek jangka panjang yang akan makan waktu 1-2 tahun. Kalau ada penjualan signifikan di beberapa negara, mungkin saya akan perlu berkunjung ke sana juga.
Isinya dari buku ini akan saya kasih tahu sebelum terbit nanti, Insya Allah.
4. Selesaikan Buku Yang Lain
Buku kedua membahas masalah-malasah di dalam Islam, dan sudah selesai sekitar 50%. Buku ini dipecahkan dari buku Mencari Tuhan karena menjadi kepanjangan. Jadi sudah ditulis beberapa bab, dan yang lain sudah ada kerangkanya.
Buku ketiga tentang pendidikan di Indonesia. Belum ditulis, tetapi sudah ada catatannya.
Buku keempat mungkin tentang politik di Indonesia. sudah ada catatan dan beberapa bagian sudah ditulis.
Buku Kelima adalah buku Fiqih yang dulu direncankan untuk ditulis bersama guru saya KH Masyhuri Syahid. Tetapi karena beliau sudah wafat, mungkin saya masih bisa menulis buku ini dengan guru yang lain.
5. Mencari Buku Dari Penulis Yang Lain
Kalau perusahan media kami sudah berdiri dan sudah menjual buku saya yang pertama, tentu saja kami tidak ingin berhenti di situ saja. Kami akan mulai mencari penulis baru yang juga ingin menerbitkan buku.
Jadi, kalau anda kenal orang yang sudah menulis buku seperti “Laskar Pelangi”, bisa hubungi saya nanti dan kami bisa terima untuk penerbitan. Insya Allah akan ada penulis lain yang ingin mendukung tujuan kami menggunakan sebagian dari profit untuk membantu anak yatim, biar kita sama-sama berhasil.
6. Buku Anak
Saya sudah lama punya rencana untuk menulis buku anak. Insya Allah akan dibuat berseri seperti buku Franklin. Sebagian dari ceritanya sudah dibuat. Buku cerita ini akan dibuat dalam dua bentuk: biasa dan bilingual.
Kalau buku ini laku, saya sudah berfikir tentang merchansing seperti perlengkapan sekolah, baju, topi, tas, dll. (Coba berfikir tentang tokoh kartun seperti Sponge Bob: laku sekali, dan semua profit itu tidak digunakan untuk kepentingan anak yatim. Sayang tidak ada produk lokal yang setara.)
Kalau cerita ini diterima baik di dalam masyarakat, saya juga ingin mencari kesempatan untuk membuat kartun anak untuk televisi.
7. Mainan Anak
Saya sudah punya ide yang konkret untuk membuat sebuah game untuk anak (board game, seperti ular tangga, misalnya). Game yang saya rencanakan adalah game yang islamiah, dan tidak ada contoh yang setara di internet. Berarti, Insya Allah tidak ada di seluruh dunia.
Saya ingin membuatnya di Indonesia untuk dipasarkan ke semua negara yang punya penduduk Muslim. Kalau bisa dibuat dengan kualitas tinggi di dalam negeri, saya inginkan game ini dibuat di sini saja (daripada di Cina), dan semua profit dari penjualan ke manca negara bisa dimanfaatkan di sini. Sekaligus, akan menciptakan lapangan kerja di sini.
8. Buku Sekolah
Saya sudah pernah ditanya kalau bersedia menulis buku teks untuk sekolah, khususnya untuk Bahasa Inggris. Saya tertarik dan akan mempelajarinya nanti.
9. Editing Buku
Saya sudah diminta mengedit buku orang lain dan juga menterjemahkan buku dan teks dari berbagai sumber. Layanan ini akan dikembangkan terus. Pada saat ini, saya masih sibuk mengedit versi bahasa Inggris dari buku Dr. Syafii Antonio, Muhammad Super Leader Super Manager. Juga sedang edit buku untuk Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub. Judulnya saya belum tahu karena hanya mengedit teksnya, tetapi mungkin berjudul “Safari Ramadhan”, yang menjelaskan safari dakwah Pak Kyai di Amerika selama bulan Ramadhan 2008.
10. Hal-Hal Lain
Ada beberapa hal yang lain yang ingin saya kerjakan, seperti misalnya, Pelatihan Guru (Teacher Training). untuk bisa mengerjakan hal seperti itu, saya perlu waktu kosong, tanpa jam kantor supaya saya bebas membuat bahan yang mau dipakai dan bisa keluar untuk melakukan pelatihannya.
11. Kesimpulan
Selama tahun 2008 ini, saya sibuk menulis kembali beberapa bab dari buku Mencari Tuhan dan juga sangat sibuk dalam proses editing. Saya sangat berfokus pada buku ini (dalam 2 bahasa) karena saya rasa tidak ada lagi yang lebih utama (dari semua proyek yang ingin saya kerjakan) daripada buku pertama ini. Saya berharap Mencari Tuhan bisa mempunyai dampak yang luas terhadap ummat Islam, khususnya bagi mereka yang tidak taat dalam agamanya ataupun bingung terhadap Islam. Saya sangat hati-hati dalam proses editing karena saya tidak mau ada kesalahan yang serius di dalam buku pertama ini, dan tidak mau sampai ada suatu kelemahan yang serius di dalam argumentasi saya, terutama pada bab-bab di mana saya membahas agama Kristen.
Insya Allah buku ini akan segera terbit, dan saya bisa lanjutkan dengan buku-buku yang lain, serta tugas-tugas yang lain yang semuanya bertujuan untuk membantu anak yatim dan ummat Islam di Indonesia.
Untuk sementara ini, saya masih mencari uang untuk visa kerja sebagai masalah utama.
Setelah itu, Insya Allah akan ada kemudahan untuk mendirikan perusahan media yang saya rencanakan, dan kami akan bisa menghasilkan profit yang baik untuk kepentingan anak yatim dan orang miskin.
Terima kasih kepada semua atas dukungannya dan doanya. Setiap perkembangan akan saya beritakan lewat blog, Insya Allah.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
Sudah ada beberapa orang yang bertanya tentang kerjaan saya sekarang dan rencana untuk tahun depan. Saat ini saya sedang mencari uang untuk visa kerja, dan ada yang bertanya kenapa harus cari sendiri, jadi sekarang saya mau jelaskan semua rencana saya sekaligus, biar tidak perlu diulang terus lewat email.
Berikut ini, ada beberapa rencana saya untuk tahun depan.
1. Mendirikan Perushaan Media (Bersama Teman) Untuk Terbitkan Buku Dan Lain-Lain
Saya sudah siap mendirikan perusahaan media kecil dengan seorang teman. Tujuannya, kami ingin menjual buku dan lain-lain seperti buku anak, mainan anak, kaset, vcd, dsb.
Produk pertama yang ingin kami jual adalah buku pertama saya: Mencari Tuhan, Menemukan Allah. Perusahaan ini akan didirikan di bawah Yayasan Darul Qur'an yang dibuat oleh guru saya KH Masyhuri Syahid. Niat kami adalah membuat sebuah perusahaan yang bisa menghasilkan profit yang baik, yang kemudian akan digunakan untuk kegiatan sosial, seperti santunan anak yatim dan anak miskin.
Kalau kami mendirikan sebuah yayasan saja, berarti nanti kami akan sibuk mencari sumbangan. Daripada begitu, kami ingin mendirikan PT yang bisa menghasilkan uang tersebut, sehingga kita bisa mengurus anak yatim tanpa harus cari dana terus.
Untuk sementara ini, kami menggunakan nama DQ Media (karena berdiri di bawah Yayasan Darul Qur'an), tetapi kami masih membahas nama-nama yang lain juga.
Ada yang mau kasih usul untuk nama?
2. Mencari Rp 20 Juta Untuk Membuat Visa Kerja Baru
Visa saya dari MUC (perusahan yang sponsori saya selama 3 tahun ini) berkahir pada Januari 2009, jadi saya harus membuat yang baru. Daripada menjadi karyawan lagi, di mana waktu saya tidak bebas, saya ingin bekerja untuk diri sendiri supaya ada banyak waktu kosong untuk mengerjakan proyek pilihan saya.
Biaya untuk visa hanya beberapa juta, tetapi ditambah dengan biaya $US 1.200 yang harus dibayar ke Depnaker setiap tahun. Jadi setiap perusahaan yang mensponsori orang asing untuk kerja di sini, harus bayar $US 1.200 setiap tahun, ditambah biaya visa kerja, sekitar Rp 8 juta, yang menjadi total sekitar 20 juta.
Karena tahun depan saya mau kerja sendiri, di perusahan sendiri, maka saya harus mencari uang ini sendiri. Saya sedang usahakan dapat 5jt dari 4 orang yang mau membantu saya.
Kalau ada orang mampu yang senang membaca blog saya, yang sudah kasih jatah ke anak yatim, masih punya uang lebih, dan ingin membantu saya, silahkan kirim email dan saya akan berikan nomor rekening bank saya untuk terima transfer. Tetapi tolong jangan tawarkan kalau tidak sanggup. Saya tidak mau ambil uang dari orang yang hidupnya pas-pasan.
Terima kasih kalau ada yang mau bantu.
3. Selesaikan Dan Pasarkan Buku Pertama: Mencari Tuhan, Menemukan Allah
Buku pertama saya ini sudah selesai sekitar 95% dalam Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia sekaligus. Masih editing sedikit sebelum membuat cetakan pertama. Saya selama tahun untuk berfokus terus pada buku ini karena saya menganggap proyek yang paling utama yang pernah saya kerjakan. Di dalamnya, saya membandingkan agama Islam dengan agama Kristen, dan Insya Allah pembaca Muslim yang saat ini tidak merasa yakin pada Islam sampai dia tinggalkan shalat atau bahkan berfikir untuk murtad dan menjadi orang Kristen, akan bisa kembali ke jalan yang benar setelah baca analisa saya.
Saya berniat untuk terbitkan versi bahasa Indonesia dulu. Orang Indonesia sering menunggu lama untuk mendapat buku terjemahan, jadi saya ingin memberikan buku ini kepada ummat Islam di Indonesia sebelum yang lain.
Setelah sudah keluar di sini, saya mau pasarkan versi bahasa Inggris di manca negara, seperti Amerika, Inggris, Eropa, Australia, dan lain-lain.
Setelah itu, saya mau membuat terjemahan dalam berbagai bahasa seperti Belanda, Jerman, Perancis, dan sebagainya. Insya Allah ini akan menjadi proyek jangka panjang yang akan makan waktu 1-2 tahun. Kalau ada penjualan signifikan di beberapa negara, mungkin saya akan perlu berkunjung ke sana juga.
Isinya dari buku ini akan saya kasih tahu sebelum terbit nanti, Insya Allah.
4. Selesaikan Buku Yang Lain
Buku kedua membahas masalah-malasah di dalam Islam, dan sudah selesai sekitar 50%. Buku ini dipecahkan dari buku Mencari Tuhan karena menjadi kepanjangan. Jadi sudah ditulis beberapa bab, dan yang lain sudah ada kerangkanya.
Buku ketiga tentang pendidikan di Indonesia. Belum ditulis, tetapi sudah ada catatannya.
Buku keempat mungkin tentang politik di Indonesia. sudah ada catatan dan beberapa bagian sudah ditulis.
Buku Kelima adalah buku Fiqih yang dulu direncankan untuk ditulis bersama guru saya KH Masyhuri Syahid. Tetapi karena beliau sudah wafat, mungkin saya masih bisa menulis buku ini dengan guru yang lain.
5. Mencari Buku Dari Penulis Yang Lain
Kalau perusahan media kami sudah berdiri dan sudah menjual buku saya yang pertama, tentu saja kami tidak ingin berhenti di situ saja. Kami akan mulai mencari penulis baru yang juga ingin menerbitkan buku.
Jadi, kalau anda kenal orang yang sudah menulis buku seperti “Laskar Pelangi”, bisa hubungi saya nanti dan kami bisa terima untuk penerbitan. Insya Allah akan ada penulis lain yang ingin mendukung tujuan kami menggunakan sebagian dari profit untuk membantu anak yatim, biar kita sama-sama berhasil.
6. Buku Anak
Saya sudah lama punya rencana untuk menulis buku anak. Insya Allah akan dibuat berseri seperti buku Franklin. Sebagian dari ceritanya sudah dibuat. Buku cerita ini akan dibuat dalam dua bentuk: biasa dan bilingual.
Kalau buku ini laku, saya sudah berfikir tentang merchansing seperti perlengkapan sekolah, baju, topi, tas, dll. (Coba berfikir tentang tokoh kartun seperti Sponge Bob: laku sekali, dan semua profit itu tidak digunakan untuk kepentingan anak yatim. Sayang tidak ada produk lokal yang setara.)
Kalau cerita ini diterima baik di dalam masyarakat, saya juga ingin mencari kesempatan untuk membuat kartun anak untuk televisi.
7. Mainan Anak
Saya sudah punya ide yang konkret untuk membuat sebuah game untuk anak (board game, seperti ular tangga, misalnya). Game yang saya rencanakan adalah game yang islamiah, dan tidak ada contoh yang setara di internet. Berarti, Insya Allah tidak ada di seluruh dunia.
Saya ingin membuatnya di Indonesia untuk dipasarkan ke semua negara yang punya penduduk Muslim. Kalau bisa dibuat dengan kualitas tinggi di dalam negeri, saya inginkan game ini dibuat di sini saja (daripada di Cina), dan semua profit dari penjualan ke manca negara bisa dimanfaatkan di sini. Sekaligus, akan menciptakan lapangan kerja di sini.
8. Buku Sekolah
Saya sudah pernah ditanya kalau bersedia menulis buku teks untuk sekolah, khususnya untuk Bahasa Inggris. Saya tertarik dan akan mempelajarinya nanti.
9. Editing Buku
Saya sudah diminta mengedit buku orang lain dan juga menterjemahkan buku dan teks dari berbagai sumber. Layanan ini akan dikembangkan terus. Pada saat ini, saya masih sibuk mengedit versi bahasa Inggris dari buku Dr. Syafii Antonio, Muhammad Super Leader Super Manager. Juga sedang edit buku untuk Prof. Dr. Ali Mustafa Yaqub. Judulnya saya belum tahu karena hanya mengedit teksnya, tetapi mungkin berjudul “Safari Ramadhan”, yang menjelaskan safari dakwah Pak Kyai di Amerika selama bulan Ramadhan 2008.
10. Hal-Hal Lain
Ada beberapa hal yang lain yang ingin saya kerjakan, seperti misalnya, Pelatihan Guru (Teacher Training). untuk bisa mengerjakan hal seperti itu, saya perlu waktu kosong, tanpa jam kantor supaya saya bebas membuat bahan yang mau dipakai dan bisa keluar untuk melakukan pelatihannya.
11. Kesimpulan
Selama tahun 2008 ini, saya sibuk menulis kembali beberapa bab dari buku Mencari Tuhan dan juga sangat sibuk dalam proses editing. Saya sangat berfokus pada buku ini (dalam 2 bahasa) karena saya rasa tidak ada lagi yang lebih utama (dari semua proyek yang ingin saya kerjakan) daripada buku pertama ini. Saya berharap Mencari Tuhan bisa mempunyai dampak yang luas terhadap ummat Islam, khususnya bagi mereka yang tidak taat dalam agamanya ataupun bingung terhadap Islam. Saya sangat hati-hati dalam proses editing karena saya tidak mau ada kesalahan yang serius di dalam buku pertama ini, dan tidak mau sampai ada suatu kelemahan yang serius di dalam argumentasi saya, terutama pada bab-bab di mana saya membahas agama Kristen.
Insya Allah buku ini akan segera terbit, dan saya bisa lanjutkan dengan buku-buku yang lain, serta tugas-tugas yang lain yang semuanya bertujuan untuk membantu anak yatim dan ummat Islam di Indonesia.
Untuk sementara ini, saya masih mencari uang untuk visa kerja sebagai masalah utama.
Setelah itu, Insya Allah akan ada kemudahan untuk mendirikan perusahan media yang saya rencanakan, dan kami akan bisa menghasilkan profit yang baik untuk kepentingan anak yatim dan orang miskin.
Terima kasih kepada semua atas dukungannya dan doanya. Setiap perkembangan akan saya beritakan lewat blog, Insya Allah.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
09 December, 2008
Memukul Anak Bukan Sunnah Nabi SAW
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Di dalam milis pendidikan, saya lanjutkan
diskusi yang diawali dari artikel tentang pendidikan. Perlu dipahami bahwa
memukul anak itu tidak ada contoh dari Nabi Muhammad SAW dan bisa punya efek
buruk sekali terhadap anak.
>> “Rasulullah tidak pernah memukul
dengan tangannya, baik terhadap isteri maupun terhadap pelayannya, kecuali dia
berjihad di jalan Allah.” (HR Muslim No 4296)
>> Dari Anas yang berkata: “Aku telah
melayani Rasulullah selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah
mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan 'Mengapa
engkau lakukan?' dan pula tidak pernah mengatakan 'Mengapa kau tidak
mengerjakannya?'” (HR Bukhari, No 5578)
Ada orang yang berkomentar bahwa “ada hadits
yang mengizinkan orang tua memukul anak”. Kalau ada orang tua atau guru yang
merasa benar memukul anak, dan mau bertanggung-jawab di hadapan Allah ketika
anak yang trauma itu menjadi kecanduan narkoba, bunuh diri dll., maka silahkan
saja. Saya hanya bisa menjelaskan sikap Nabi kita terhadap anak. Kalau mau mengikuti
yang lain, dengan memukul anak secara berlebihan, dan merasa sanggup
bertanggung-jawab terhadap akibatnya, silahkan saja. Itu bukan urusan saya
lagi.
>> “Ketahuilah, setiap kalian adalah
penanggung jawab dan akan ditanyai tentang tanggung jawabnya. Seorang pemimpin
yang memimpin manusia adalah penanggung jawab dan kelak akan ditanya tentang
mereka. Seorang laki-laki adalah penanggung jawab atas keluarganya dan kelak
dia akan ditanya tentang mereka. Seorang istri adalah penanggung jawab rumah
tangga dan anak-anak suaminya, dan kelak akan ditanya. Seorang hamba sahaya
adalah penanggung jawab harta tuannya dan kelak dia akan ditanya tentangnya.
Ketahuilah, setiap kalian adalah penanggung jawab dan kelak akan ditanyai
tentang tanggung jawabnya.” (HR. Al-Bukhari no. 5188 dan Muslim no. 1829)
Jadi, orang tua, guru sekolah, dan ustadz di
pesantren bisa memilih sendiri. Kalau ada orang yang mengatakan ada hadits yang
mengizinkan kita memukul anak, memang ada. Saya pernah bahas masalah ini dengan
guru saya KH Masyhuri Syahid, jadi saya akan coba menerangkan sedikit.
>> "Perintahkan anak-anakmu untuk
shalat pada usia 7 tahun. Dan pukullah pada usia 10 tahun. Dan pisahkan mereka
(anak laki dan perempuan) pada tempat tidurnya." (HR Abu Daud)
Ulama sepakat tentang tafsir dari hadits ini,
dan juga ayat yang serupa (ada ayat yang mengatakan boleh “memukul” isteri,
lihat QS. An-Nisa' ayat 34), bahwa istilah yang diartikan dengan “memukul” di
sini adalah sesuatu yang tidak menyakiti secara serius. Dan juga perlu dipahami
bahwa ini adalah tindakan TERAKHIR yang boleh dilakukan. Dan hanya
diperbolehkan kalau semua tindakan yang lebih lembut telah diusahakan dan telah
gagal. Kalau TERPAKSA memukul, maka itu harus dalam keadaan di mana memukul itu
bersifat mendidik dan meluruskan, bukan balas dendam terhadap si anak karena
kita marah.
Misalnya, bapak pulang dan mainan anak ada di
mana-mana di lantai (belum dibereskan), maka dalam keadaan biasa seperti itu
tidak dibenarkan untuk memukul anak. Tetapi kalau misalnya anak tidak mau
shalat (umur 10 tahun ke atas), atau mengerjakan yang sangat berbahaya (seperti
masukkan garpu ke celokan listrik), maka BOLEH memukulnya. (Kata “boleh” tidak
bisa diartikan “perlu”, “wajib”, “harus”, “sebaiknya” atau yang lain. Tetap
“boleh” saja).
Kalau merasa terpaksa memukul, harus sesuai
dengan syaratnya: Tidak menyakiti terlalu keras, tidak boleh tinggalkan bekas,
dan juga dilarang memukul wajah.
>> “Apabila salah seorang di antara
kalian memukul, hendaknya menghindari wajah.” (HR. Al-Bukhari no. 2559 dan
Muslim no. 2612)
Kalau kulit anak menjadi merah sekali, bengkak,
memar, atau kulit sobek, dll. maka itu sudah sangat berlebihan dan tidak
dibenarkan. Tetapi kalau anak sebatas menjadi kaget sementara dan sedikit takut
kepada bapak, maka hal itu benar dan boleh. Tetapi perlu ditekankan bahwa
tindakan ini bertujuan untuk mendidik dan bukan untuk menyakiti. Tidak boleh
berlebihan. Dan kalau hasil yang sama bisa dicapai dengan cara yang lebih
lembut, seperti menasihati, maka itulah yang paling baik. Seorang bapak atau
ibu tidak boleh langsung loncat ke tahap pukulan kalau belum mencoba yang lain.
>> “Wahai ‘Aisyah, sesungguhnya Allah
itu Maha Lembut dan menyukai kelembutan. Allah memberikan pada kelembutan apa
yang tidak Dia berikan pada kekerasan dan apa yang tidak Dia berikan pada yang
lainnya.” (HR. Muslim no. 2593).
>> “Barangsiapa yang terhalang dari
kelembutan, dia akan terhalang dari kebaikan.” (HR. Muslim no. 2592)
Jadi, kalau ada orang tua, guru, ustadz atau
yang lain yang sering memukul anak kecil, sebaiknya dikaji ulang. Tindakan itu
tidak dicontohkan sama sekali oleh Nabi Muhammad SAW, dan walaupun
diperbolehkan, tetap ada syarat-syaratnya dan kita tidak boleh seenaknya
memukul anak tanpa sebab yang benar.
Semua yang kita lakukan akan diminta
pertanggungjawaban dari Allah di Hari Perhitungan. Dan dari pengalaman saya,
semua anak yang bermasalah di sekolah selalu ada masalah di rumah (sebagai
penyebab utama yang membuatnya trauma). Tetapi kalau semua di rumah baik-baik
saja, juga bisa dari sebab yang lain seperti anak kena bullying di sekolah.
Orang tua itu perlu belajar sedikit tentang pendidikan dan psikologi anak.
Tidak sulit, dan tidak rumit. Semuanya masuk akal, sederhana dan bisa dipelajari
cukup cepat.
Kalau ada guru sekolah atau ustadz yang
terbiasa memukul anak, maka bisa jadi dia menambah beban psikologis pada
seorang anak yang sudah dapat beban yang besar dari orang tua di rumah. Kalau
nanti anak itu menjadi kecanduan narkoba dan alkohol, berusaha bunuh diri,
anti-sosial, pembunuh, pembunuh berantai, pejudi, orang homoseks, pedofil,
pemerkosa, preman, perampok, dan lain sebagainya, saya cukup yakin bisa
ditemukan orang tua, atau guru, atau dua-duanya, yang bersikap keras dan kejam
di masa kecilnya orang tersebut.
Peran dari orang lain di luar lingkungan
keluarga dan sekolah memang mungkin bisa berpengaruh juga, seperti misalnya
anggota geng. Tetapi kalau seorang anak mendapat orang tua yang baik dan guru
yang baik, dan tidak kena gangguan seperti bullying di sekolah, saya sangat
meragukan kemungkinan dia akan tertarik pada geng atau orang jahat yang lain.
Justru lebih mungkin dia akan menghindari mereka, daripada mau ikut-ikutan.
Ingatlah bahwa semua orang yang berada di
penjara kita (termasuk anak-anak yang masuk penjara) pernah punya orang tua dan
guru yang membimbingnya. Kembali kepada kita masing-masing: apakah kita mau
membantu anak atau menjadi beban bagi mereka? Apakah kita mau menjadikan mereka
orang hebat yang terbang tinggi, atau orang gelap yang jatuh ke dalam jurang?
Kedua pilihan itu selalu ada di tangan orang
tua dan guru (atau ustadz), dan kalau ada orang yang berusaha mendidik anak
tanpa ilmu, maka hasilnya tidak bisa dijamin baik. Manusia sangat bervariasi.
Ada yang bisa tahan terhadap pukulan bapak atau guru dan menjadi orang sukses.
Ada manusia yang lebih sensitif dan menjadi depresi, kecanduan narkoba dan
ingin cepat mati. Semua manusia yang bervariasi itu dititipkan kepada orang tua
dan guru pada saat badan dan otak mereka masih kecil. Hasil yang baik atau
buruk berada di tangan kita (yang dewasa). Tidak 100% karena seorang anak yang
dapat orang tua dan guru yang baik masih bisa menjadi rusak. Ada kemungkinan.
Tetapi saya yakin tanggung jawab untuk
menciptakan generasi mendatang yang baik dan berkualitas berada di tangan orang
tua dan guru sebanyak 90% kalau tidak lebih.
>> “Maka karena rahmat Allah-lah engkau
bersikap lembut terhadap mereka. Seandainya engkau bersikap kaku dan keras
hati, tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS. Ali ‘Imran:
159)
Kita (yang dewasa) harus paham dan belajar
tentang anak supaya bisa mendidik mereka dengan baik, karena itu kewajiban kita
(terhadap Allah). Dan bukanlah kewajiban anak untuk paham dan belajar tentang
kenapa dia kena pukulan terus dari orang yang mesti sayangi dia! Kalau kita
tidak mau belajar, dan merasa boleh-boleh saja memukul anak dengan cara yang
berlebihan, ibaratnya kita mengantar anak kita itu ke rumah orang jahat dan
mengatakan, “Tolong ambil anak saya ini dan membuat dia jahat seperti kamu
juga! Makasih!”
Apakah ada orang tua (atau guru) yang mau
seperti itu…? Kalau mengatakan “tidak mau”, saya bertanya, “Apa bedanya antara
kamu sendiri yang memukulnya dan membuat dia jahat, atau kamu titipkan dia ke
orang jahat untuk diajar secara langsung?” Cepat atau lama, ada kemungkinan
besar bahwa anak kita akan berakhir di situ! Mau ambil risiko? Atau mau
berhenti memukul anak dan belajar untuk mengatur anak dengan menggunakan
kata-kata yang punya pengaruh besar terhadap anak?
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Artikel Lain Tentang Pemukulan Terhadap Siswa
dan Anak
Yang main game komputer secara berlebihan 2
Ada komentar dari teman di milis, pada artikel:
Yang main game komputer secara berlebihan ternyata tidak kecanduan
+ Dear Gene, jelas sekali bahwa masalah 'acceptance' pada anak-anak dan remaja merupakan masalah besar dalam pendidikan yang jika tidak ditangani dengan baik maka efek negatifnya akan menjadi masalah besar dalam kehidupan anak selanjutnya.
Artikelmu ini membuat saya tercenung memikirkan sistem pendidikan kita. Apakah sekolah-sekolah kita telah menjadi tempat yang ramah dan menyenangkan bagi anak-anak kita? Apakah
anak-anak kita semua merasa gembira dan diterima oleh para guru dan kawannya? Satu tindakan bullying yang tidak ditangani dengan segera dengan cepat akan menyebar dan menjadi mode yang akan sulit ditangani oleh sekolah kalau sudah membesar. Setiap tindakan bullying akan meninggalkan luka psikologis pada siswa yang terkena dan akan sulit untuk ia lupakan sepanjang hidupnya.
Sekolah Islam saya yakin bisa menjadi contoh bagi lingkungan yang ramah dan menyenangkan. Bukankah 'senyummu adalah sedekahmu' bisa kita jadikan sebagai aturan pokok dalam sekolah Islam? Bukankah 'setiap umat Islam adalah kawan' patut menjadi prinsip yang patut dijadikan
perhatian utama dalam lingkungan sekolah Islam?
Thanks for the article!
Salam
Satria
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Pak Satria,
Saya rasa di Indonesia (dan banyak negara lain) ada masalah yang besar sekali yang belum dibahas oleh kebanyakan orang, baik itu orang tua maupun pejabat. Dan kalau kita lihat anak yang ekonominya maju sedikit, mereka pasti minta dibelikan playstation. Dan orang tua yang sibuk dengan urusan masing2 tidak mau menolak. Mereka ingin belikan apa yang diinginkan anak untuk berbagai alasan. (Misalnya, orang tua merasa bersalah karena sering keluar; atau mereka tidak bisa/tidak mau negosiasi dengan anak jadi lebih gampang kasih saja; atau mereka memang tidak bisa memikirkan sisi buruk dari mainan spt playstation kalau waktu main tidak diatur.)
Yang menjadi masalah bukan playstation itu sendiri, tetapi efek samping kalau sudah ada di dalam rumah. Anak jadi main secara berlebihan, dan tidak ada orang tua yang mau melarang. Mereka lihat anak lagi main dengan bahagia, dan orang tua senang karena ada “waktu kosong” bagi ibu/bapak untuk nonton sinetron, baca majalah, bongkar motor dan sebagainya. Tidak ada orang tua yang mau matikan playstation dan suruh anak main Lego (atau yang lain) dengan orang tua.
Kalau sudah disediakan playstation, maka semua masalah anak diatasi dengan cara “mundur dari dunia” dan itulah yang dijelaskan dalam artikel dari BBC tersebut. Bullying, tekanan dari orang tua, tekanan dari kakak, gangguan keluarga (orang tua ribut), guru yang jahat, PR yang berlebihan, keadaan ekonomi yang sulit (anak juga sadari kalau orang tua menderita) dan seterusnya, semuanya diatasi dengan cara main game secara berlebihan.
Di dalam dunia game, semua anak bisa menjadi jagoan. Dengan latihan sedikit, bisa menang terus. Daripada ada orang tua yang mengatakan “Kamu hebat! Kamu jagoan” ada tulisan di layar “You’re the winner!” dan itu membuat anak sangat senang kalau tidak pernah dapat dari orang tua di sekitarnya.
Semua anak perlu dipuji untuk meningkatkan semangat mereka. Sayangnya, kebanyakan orang tua, dan juga mungkin kebanyakan guru, tidak mau belajar dan tidak mau memahami psikologi anak. Jadi, kalau terjadi suatu masalah, solusi dari orang dewasa justru bukan solusi dan seringkali malah menambah beban dan tekanan pada si anak.
Beberapa bulan yang lalu, saya diundang memberikan ceramah di sebuah acara wisuda dari sebuah pesantren. Saya sudah siapkan ceramah tentang “Sunnah Nabi”, yang di dalamnya membahas sikap mulia Nabi SAW dengan anak. Ini sebagian dari catatan saya:
Nabi SAW sangat lembut. Tidak memukul, tidak menghinakan atau menghujat isterinya. Kalau kita? (Kita: Banyak suami yg pukuli isteri, menghardik, menghinakan, meremehkan, bahkan ada yg bunuh isterinya).
Hadits: “Rasulullah tidak pernah memukul dengan tangannya, baik terhadap isteri maupun terhadap pelayannya, kecuali dia berjihad di jalan Allah.” (HR Muslim No 4296)
Nabi SAW lembut dengan anak, tidak menghardik, tidak memukul, tidak ngomel-ngomel. Tidak memaksa. Sabar menghadapi anak. Tidak mengganggu anak yang sedang bermain.
Kalau kita? (Kita: Banyak orang tua dan guru yg sangat keras, selalu marah, sering memukul, anak selalu disalahkan dan dihukum).
Hadits: Dari Anas yang berkata: “Aku telah melayani Rasulullah selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan 'Mengapa engkau lakukan?' dan pula tidak pernah mengatakan 'Mengapa kau tidak mengerjakannya?'” (HR Bukhari, No 5578)
Karena saya sudah siap membahas ini (sunnah Nabi secara luas), maka saya tidak merasa sanggup untuk mengubahnya pada titik terkahir, karena saya sudah baca catatan saya, dan sudah ada “persiapan mental” untuk membahas semua bahan ini.
Tetapi pada saat saya datang dan duduk, pembicara yang pertama sudah mulai bicara, dan saat saya dengar, ada pikiran bahwa saya sebaiknya mengubah ceramah saya karena bentrok dengan dia. Tetapi setelah dipikirkan, saya ambil keputusan untuk tetap baca apa yang sudah disiapkan.
Kenapa menjadi masalah?
Karena pembicara pertama adalah USTADZ YANG MENJADI PEMBINA UTAMA DI PESANTREN, dan satu bagian dari ceramah dia adalah:
SEMUA ANAK BOLEH2 SAJA DIPUKUL, KARENA TIDAK AKAN RUSAK, DAN ORANG TUA HARUS TEGAS DAN KERAS DALAM MENGONTROL ANAKNYA BIAR TIDAK MENAJDI LIAR.
Bahkan dia mengatakan “Saya sering memukul anak, tetapi tidak mereka ‘tidak patah’”.
Setelah dia membahas perlunya memukul anak dan tegas terhadap mereka, saya naik dan mengatakan yang 100% terbalik.
Malah di dalam ceramah saya, saya bertanya kepada semua:
“Kalau ada orang tua atau guru yang merasa harus memukul anaknya terus, dari mana mereka ambil contoh ini? Yang jelas, ini bukan contoh dari Nabi mulia kita, jadi dari mana contohnya? Apakah dari orang kafir? Mereka tidak peduli pada contoh Nabi Muhammad jadi mereka bebas memukul anaknya. Tetapi ternyata, dia manca negara, orang kafir sudah sadari bahaya memukul anak karena sangat mengganggunya secara psikologis, dan merekapun berhenti. Di semua sekolah barat, guru DILARANG memukul anak. Jadi kalau ummat Islam masih mau, dan Nabi SAW tidak mencontohkan, dari mana perbuatan ini? Ada 3 pilihan: dari Nabi SAW, dari orang kafir, dari Iblis.
Dan sudah saya jelaskan, Nabi SAW tidak pernah memukul anak untuk alasan apapun, dan orang kafirpun sekarang juga tidak! Jadi….?
“Memukul anak bukan SUNNAH NABI dan kalau ada orang Islam yang memukul anak secara berlebihan, tanpa menyadari bahayanya, dia bukan pengikut Muhammad SAW!”
Semua orang tua tepuk tangan dengan keras, ada pun yang teriak (mendukung) dan berdiri. Pak ustadz diam di kursi, dan kelihatan sibuk menulis dan membalas sms terus sampai ceramah saya selesai 30 minit kemudian.
Kalau orang tua sadar tentang apa yang mereka lakukan kepada anaknya, mungkin mereka akan menangis keras dan merasa menyesal. Tetapi sayangnya, kebanyakan orang tua justru tidak sadar. Dan sulit untuk membuat mereka mendengar. Dan kalaupun mereka mau dengar, sulit untuk membuat mereka percaya bahwa perbuatan mereka sangat mengganggu anaknya.
Jadi orang tua, guru, kakak kelas dsb tetap mengganggu anak2, dan anak2 itu tidak bisa mencari solusi sendiri. Dia minta playstation saja, dan bertahan hidup di dunia komputer. Lebih mudah begitu daripada menghadapi kehidupan yang sulit.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
Yang main game komputer secara berlebihan ternyata tidak kecanduan
+ Dear Gene, jelas sekali bahwa masalah 'acceptance' pada anak-anak dan remaja merupakan masalah besar dalam pendidikan yang jika tidak ditangani dengan baik maka efek negatifnya akan menjadi masalah besar dalam kehidupan anak selanjutnya.
Artikelmu ini membuat saya tercenung memikirkan sistem pendidikan kita. Apakah sekolah-sekolah kita telah menjadi tempat yang ramah dan menyenangkan bagi anak-anak kita? Apakah
anak-anak kita semua merasa gembira dan diterima oleh para guru dan kawannya? Satu tindakan bullying yang tidak ditangani dengan segera dengan cepat akan menyebar dan menjadi mode yang akan sulit ditangani oleh sekolah kalau sudah membesar. Setiap tindakan bullying akan meninggalkan luka psikologis pada siswa yang terkena dan akan sulit untuk ia lupakan sepanjang hidupnya.
Sekolah Islam saya yakin bisa menjadi contoh bagi lingkungan yang ramah dan menyenangkan. Bukankah 'senyummu adalah sedekahmu' bisa kita jadikan sebagai aturan pokok dalam sekolah Islam? Bukankah 'setiap umat Islam adalah kawan' patut menjadi prinsip yang patut dijadikan
perhatian utama dalam lingkungan sekolah Islam?
Thanks for the article!
Salam
Satria
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Pak Satria,
Saya rasa di Indonesia (dan banyak negara lain) ada masalah yang besar sekali yang belum dibahas oleh kebanyakan orang, baik itu orang tua maupun pejabat. Dan kalau kita lihat anak yang ekonominya maju sedikit, mereka pasti minta dibelikan playstation. Dan orang tua yang sibuk dengan urusan masing2 tidak mau menolak. Mereka ingin belikan apa yang diinginkan anak untuk berbagai alasan. (Misalnya, orang tua merasa bersalah karena sering keluar; atau mereka tidak bisa/tidak mau negosiasi dengan anak jadi lebih gampang kasih saja; atau mereka memang tidak bisa memikirkan sisi buruk dari mainan spt playstation kalau waktu main tidak diatur.)
Yang menjadi masalah bukan playstation itu sendiri, tetapi efek samping kalau sudah ada di dalam rumah. Anak jadi main secara berlebihan, dan tidak ada orang tua yang mau melarang. Mereka lihat anak lagi main dengan bahagia, dan orang tua senang karena ada “waktu kosong” bagi ibu/bapak untuk nonton sinetron, baca majalah, bongkar motor dan sebagainya. Tidak ada orang tua yang mau matikan playstation dan suruh anak main Lego (atau yang lain) dengan orang tua.
Kalau sudah disediakan playstation, maka semua masalah anak diatasi dengan cara “mundur dari dunia” dan itulah yang dijelaskan dalam artikel dari BBC tersebut. Bullying, tekanan dari orang tua, tekanan dari kakak, gangguan keluarga (orang tua ribut), guru yang jahat, PR yang berlebihan, keadaan ekonomi yang sulit (anak juga sadari kalau orang tua menderita) dan seterusnya, semuanya diatasi dengan cara main game secara berlebihan.
Di dalam dunia game, semua anak bisa menjadi jagoan. Dengan latihan sedikit, bisa menang terus. Daripada ada orang tua yang mengatakan “Kamu hebat! Kamu jagoan” ada tulisan di layar “You’re the winner!” dan itu membuat anak sangat senang kalau tidak pernah dapat dari orang tua di sekitarnya.
Semua anak perlu dipuji untuk meningkatkan semangat mereka. Sayangnya, kebanyakan orang tua, dan juga mungkin kebanyakan guru, tidak mau belajar dan tidak mau memahami psikologi anak. Jadi, kalau terjadi suatu masalah, solusi dari orang dewasa justru bukan solusi dan seringkali malah menambah beban dan tekanan pada si anak.
Beberapa bulan yang lalu, saya diundang memberikan ceramah di sebuah acara wisuda dari sebuah pesantren. Saya sudah siapkan ceramah tentang “Sunnah Nabi”, yang di dalamnya membahas sikap mulia Nabi SAW dengan anak. Ini sebagian dari catatan saya:
Nabi SAW sangat lembut. Tidak memukul, tidak menghinakan atau menghujat isterinya. Kalau kita? (Kita: Banyak suami yg pukuli isteri, menghardik, menghinakan, meremehkan, bahkan ada yg bunuh isterinya).
Hadits: “Rasulullah tidak pernah memukul dengan tangannya, baik terhadap isteri maupun terhadap pelayannya, kecuali dia berjihad di jalan Allah.” (HR Muslim No 4296)
Nabi SAW lembut dengan anak, tidak menghardik, tidak memukul, tidak ngomel-ngomel. Tidak memaksa. Sabar menghadapi anak. Tidak mengganggu anak yang sedang bermain.
Kalau kita? (Kita: Banyak orang tua dan guru yg sangat keras, selalu marah, sering memukul, anak selalu disalahkan dan dihukum).
Hadits: Dari Anas yang berkata: “Aku telah melayani Rasulullah selama sepuluh tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah mengeluarkan kata-kata hardikan kepadaku, tidak pernah menanyakan 'Mengapa engkau lakukan?' dan pula tidak pernah mengatakan 'Mengapa kau tidak mengerjakannya?'” (HR Bukhari, No 5578)
Karena saya sudah siap membahas ini (sunnah Nabi secara luas), maka saya tidak merasa sanggup untuk mengubahnya pada titik terkahir, karena saya sudah baca catatan saya, dan sudah ada “persiapan mental” untuk membahas semua bahan ini.
Tetapi pada saat saya datang dan duduk, pembicara yang pertama sudah mulai bicara, dan saat saya dengar, ada pikiran bahwa saya sebaiknya mengubah ceramah saya karena bentrok dengan dia. Tetapi setelah dipikirkan, saya ambil keputusan untuk tetap baca apa yang sudah disiapkan.
Kenapa menjadi masalah?
Karena pembicara pertama adalah USTADZ YANG MENJADI PEMBINA UTAMA DI PESANTREN, dan satu bagian dari ceramah dia adalah:
SEMUA ANAK BOLEH2 SAJA DIPUKUL, KARENA TIDAK AKAN RUSAK, DAN ORANG TUA HARUS TEGAS DAN KERAS DALAM MENGONTROL ANAKNYA BIAR TIDAK MENAJDI LIAR.
Bahkan dia mengatakan “Saya sering memukul anak, tetapi tidak mereka ‘tidak patah’”.
Setelah dia membahas perlunya memukul anak dan tegas terhadap mereka, saya naik dan mengatakan yang 100% terbalik.
Malah di dalam ceramah saya, saya bertanya kepada semua:
“Kalau ada orang tua atau guru yang merasa harus memukul anaknya terus, dari mana mereka ambil contoh ini? Yang jelas, ini bukan contoh dari Nabi mulia kita, jadi dari mana contohnya? Apakah dari orang kafir? Mereka tidak peduli pada contoh Nabi Muhammad jadi mereka bebas memukul anaknya. Tetapi ternyata, dia manca negara, orang kafir sudah sadari bahaya memukul anak karena sangat mengganggunya secara psikologis, dan merekapun berhenti. Di semua sekolah barat, guru DILARANG memukul anak. Jadi kalau ummat Islam masih mau, dan Nabi SAW tidak mencontohkan, dari mana perbuatan ini? Ada 3 pilihan: dari Nabi SAW, dari orang kafir, dari Iblis.
Dan sudah saya jelaskan, Nabi SAW tidak pernah memukul anak untuk alasan apapun, dan orang kafirpun sekarang juga tidak! Jadi….?
“Memukul anak bukan SUNNAH NABI dan kalau ada orang Islam yang memukul anak secara berlebihan, tanpa menyadari bahayanya, dia bukan pengikut Muhammad SAW!”
Semua orang tua tepuk tangan dengan keras, ada pun yang teriak (mendukung) dan berdiri. Pak ustadz diam di kursi, dan kelihatan sibuk menulis dan membalas sms terus sampai ceramah saya selesai 30 minit kemudian.
Kalau orang tua sadar tentang apa yang mereka lakukan kepada anaknya, mungkin mereka akan menangis keras dan merasa menyesal. Tetapi sayangnya, kebanyakan orang tua justru tidak sadar. Dan sulit untuk membuat mereka mendengar. Dan kalaupun mereka mau dengar, sulit untuk membuat mereka percaya bahwa perbuatan mereka sangat mengganggu anaknya.
Jadi orang tua, guru, kakak kelas dsb tetap mengganggu anak2, dan anak2 itu tidak bisa mencari solusi sendiri. Dia minta playstation saja, dan bertahan hidup di dunia komputer. Lebih mudah begitu daripada menghadapi kehidupan yang sulit.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene
06 December, 2008
Yang main game komputer secara berlebihan ternyata tidak kecanduan
90 persen dari anak muda yang mencari pengobatan karena kecanduan main game komputer ternyata tidak kecanduan. Demikian kata Keith Bakker, pendiri dari klinik pertama di Eropa yang mengobati anak muda yang kecanduan pada game komputer.
Smith & Jones Centre di Amsterdam telah merawat ratusan anak muda sejak buka pada tahun 2006. Tetapi sekarang disadari bahwa masalah tersebut adalah masalah sosial dan bukan masalah psikologis. Sebanyak 90% dari orang yang menghabiskan 4 jam per hari atau lebih untuk main game seperti World of Warcraft, telah mengalami masalah sosial dan bukan kecanduan seperti bentuk kecanduan yang lain terhadap alkohol dan narkoba.
Pada awalnya, gejala dari anak itu sama seperti orang yang kecanduan alkohol atau narkoba (tidak bisa lepas dari kebutuhannya), tetapi sekarang sudah nyata bahwa masalah mereka berasal dari interaksi dengan orang tua dan guru, atau lingkungan sekolah dan masyarakat. Sekarang programnya di klnik telah diubah supaya mereka dirawat untuk gangguan sosial (dibutuhkan skil berkomunikasi, dan lain2), dan bukan masalah kecanduan, supaya mereka bisa gabung kembali dengan masyarakat.
Masalah gaming ini adalah hasil dari kehidupan modern ini kata Bakker. 80% dari anak ini kena bullying di sekolah, dan merasa diasingkan. Banyak dari gejala mereka bisa hilang dengan mengembalikan mereka ke dalam sistem komunikasi yang biasa (bergaul dalam masyarakat). Dengan menyediakan tempat di mana suara mereka didengarkan (di dalam klinik) mayoritas dari mereka bisa tinggalkan gaming dan kembali hidup seperti orang biasa.
Kata Bakker, sumber utama dari masalah ini ada di orang tua yang telah gagal dalam tanggung jawabnya untuk menjadi pembina anak. Tetapi juga ada kenyataan bahwa 87% dari gamers yang bermasalah ini berumur lebih dari 18 tahun, dan karena itu, mereka perlu mencari pengobatan sendiri karena tidak bisa dipaksakan orang tua (secara hukum).
Untuk anak yang masih muda, mungkin satu-satunya cara untuk memecahkan masalah ini adalah dengan intervensi, yaitu mengambil komputernya sehingga mereka menjadi sadar atas kebiasaan buruk ini, dan bisa melihat pilihan yang lain.
George (nama samaran) adalah pemuda berumur 18 tahun yang diobati di klink. Sebelumnya dia terbiasa main game Call of Duty 4 selama 10 jam setiap hari sebelum masuk klinik. Dia mengatakan “Call of Duty adalah tempat di mana saya merasa ‘diterima’ untuk pertama kali dalam kehidupan saya. Saya tidak pernah dibantu oleh orang tua atau pihak sekolah. Tetapi di klinik ini, saya merasa ‘diterima’ dan berkembang menjadi orang baru.”
George merahasiakan masalah gaming-nya tetapi pada saat dia ceritakan kepada orang lain, tidak ada yang mau membantu. “Saya suka gaming karena orang tidak bisa melihat saya. Mereka hanya kenal nama samaran online saya dan saya merasa senang bila diterima di dalam sebuah kelompok.” Masalah intinya adalah anak-anak muda ini merasa tidak berkuasa dan telah diabaikan di dalam kehidupannya.
Seringkali gamers menggunakan game tersebut untuk mengeluarkan perasaan agresifnya dan rasa kesal terhadap kehidupannya. Selain masalah kecanduan, agresi dan kekerasan adalah bagian dari pembicaraan akademis mengenai efek dari gaming terhadap pikiran anak muda. Seringkali ada perasaan marah atau “tidak berdaya” yang menarik anak untuk mencari game yang menggunakan kekerasan seperti ini. Di dalam game online, mereka gabung dengan anak lain yang punya perasaan yang sama.
Bakker percaya kalau ada kepedulian yang lebih tinggi dari orang tua dan guru, yang siap mendengarkan apa yang dikatakan oleh anak-anak (pikiran, keluhan, aspirasi, dll.), maka masalah-masalah seperti perasaan penyendirian dan kejenuhan yang mereka rasakan itu bisa diatasi dan mereka bisa diajak kembali ke dunia nyata (dan tinggalkan dunia online). Bakker merasa yakin bahwa klinik dia bisa tutup bila orang tua dan orang dewasa yang lain di dalam masyarakat menjadi lebih tanggungjawab terhadap kehidupan dan kebiasaan anak-anak muda.
Story from BBC NEWS:
Compulsive gamers 'not addicts'
Smith & Jones Centre di Amsterdam telah merawat ratusan anak muda sejak buka pada tahun 2006. Tetapi sekarang disadari bahwa masalah tersebut adalah masalah sosial dan bukan masalah psikologis. Sebanyak 90% dari orang yang menghabiskan 4 jam per hari atau lebih untuk main game seperti World of Warcraft, telah mengalami masalah sosial dan bukan kecanduan seperti bentuk kecanduan yang lain terhadap alkohol dan narkoba.
Pada awalnya, gejala dari anak itu sama seperti orang yang kecanduan alkohol atau narkoba (tidak bisa lepas dari kebutuhannya), tetapi sekarang sudah nyata bahwa masalah mereka berasal dari interaksi dengan orang tua dan guru, atau lingkungan sekolah dan masyarakat. Sekarang programnya di klnik telah diubah supaya mereka dirawat untuk gangguan sosial (dibutuhkan skil berkomunikasi, dan lain2), dan bukan masalah kecanduan, supaya mereka bisa gabung kembali dengan masyarakat.
Masalah gaming ini adalah hasil dari kehidupan modern ini kata Bakker. 80% dari anak ini kena bullying di sekolah, dan merasa diasingkan. Banyak dari gejala mereka bisa hilang dengan mengembalikan mereka ke dalam sistem komunikasi yang biasa (bergaul dalam masyarakat). Dengan menyediakan tempat di mana suara mereka didengarkan (di dalam klinik) mayoritas dari mereka bisa tinggalkan gaming dan kembali hidup seperti orang biasa.
Kata Bakker, sumber utama dari masalah ini ada di orang tua yang telah gagal dalam tanggung jawabnya untuk menjadi pembina anak. Tetapi juga ada kenyataan bahwa 87% dari gamers yang bermasalah ini berumur lebih dari 18 tahun, dan karena itu, mereka perlu mencari pengobatan sendiri karena tidak bisa dipaksakan orang tua (secara hukum).
Untuk anak yang masih muda, mungkin satu-satunya cara untuk memecahkan masalah ini adalah dengan intervensi, yaitu mengambil komputernya sehingga mereka menjadi sadar atas kebiasaan buruk ini, dan bisa melihat pilihan yang lain.
George (nama samaran) adalah pemuda berumur 18 tahun yang diobati di klink. Sebelumnya dia terbiasa main game Call of Duty 4 selama 10 jam setiap hari sebelum masuk klinik. Dia mengatakan “Call of Duty adalah tempat di mana saya merasa ‘diterima’ untuk pertama kali dalam kehidupan saya. Saya tidak pernah dibantu oleh orang tua atau pihak sekolah. Tetapi di klinik ini, saya merasa ‘diterima’ dan berkembang menjadi orang baru.”
George merahasiakan masalah gaming-nya tetapi pada saat dia ceritakan kepada orang lain, tidak ada yang mau membantu. “Saya suka gaming karena orang tidak bisa melihat saya. Mereka hanya kenal nama samaran online saya dan saya merasa senang bila diterima di dalam sebuah kelompok.” Masalah intinya adalah anak-anak muda ini merasa tidak berkuasa dan telah diabaikan di dalam kehidupannya.
Seringkali gamers menggunakan game tersebut untuk mengeluarkan perasaan agresifnya dan rasa kesal terhadap kehidupannya. Selain masalah kecanduan, agresi dan kekerasan adalah bagian dari pembicaraan akademis mengenai efek dari gaming terhadap pikiran anak muda. Seringkali ada perasaan marah atau “tidak berdaya” yang menarik anak untuk mencari game yang menggunakan kekerasan seperti ini. Di dalam game online, mereka gabung dengan anak lain yang punya perasaan yang sama.
Bakker percaya kalau ada kepedulian yang lebih tinggi dari orang tua dan guru, yang siap mendengarkan apa yang dikatakan oleh anak-anak (pikiran, keluhan, aspirasi, dll.), maka masalah-masalah seperti perasaan penyendirian dan kejenuhan yang mereka rasakan itu bisa diatasi dan mereka bisa diajak kembali ke dunia nyata (dan tinggalkan dunia online). Bakker merasa yakin bahwa klinik dia bisa tutup bila orang tua dan orang dewasa yang lain di dalam masyarakat menjadi lebih tanggungjawab terhadap kehidupan dan kebiasaan anak-anak muda.
Story from BBC NEWS:
Compulsive gamers 'not addicts'
04 December, 2008
Bolehkah Saya Bernasyid dengan Diiringi Musik?
Assalaamu''alaikum wr. wb.
Saya seorang munsyid yang berusaha supaya pesan bisa tersampaikan kepada pendengarnya dengan media ''''nasyid''''. Lalu saya berpikir mencoba untuk memakai aliran-aliran musik yang sedang nge''''trend'''' saat ini - sebagai ''''bahasa setempat'''' - dengan tujuan menembus segmen masyarakat yang luas untuk syiar Islam.
Namun saya harus berbenturan dengan hukum haram atau bolehnya alat musik, yang sampai saat ini masih kabur dan belum saya pahami.
Bagaimanakah hukumnya bernasyid dengan diiringi musik? Mohon pencerahan dari Ustadz.
Wassalaamu''alaikum wr wb
Ibnu Naufal
Jawaban
Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Masalah nasyid dan musik disikapi secara berbeda oleh banyak ulama. Dari yang paling hati-hati hingga yang paling moderat. Namun keduanya tetap mengacu kepada dalil-dalil agama, lewat alur ijtihad masing-masing. Sehingga memang kita bisa maklumi bila hasil kesimpulannya sedikit berbeda.
Kalangan ulama yang agak berhati-hati cenderung meninggalkan segala bentuk musik, bahkan termasuk nasyidnya sendiri. Dalam kaca mata mereka, kalau tujuannya hiburan, seharusnya setiap mukmin itu bukan menyanyi melainkan membaca Al-Quran dan mengingat kepada Allah.
Dalil yang mereka kemukakan adalah firman Allah SWT:
Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra''d: 28)
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun....(QS. Al-Hadid: 16)
Dengan membaca Al-Quran atau mendengarkannya, seorang mukmin akan mendapatkan tambahan iman. Sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(QS. Al-Anfal: 2)
Buat mereka, tidak layak seorang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya menyelesaikan masalah kegundahan hatinya dengan hiburan lagu dan musik. Seharusnya bacaan Al-quran dan inga kepada Allah sudah cukup buat mereka. Maka muncullah pendapat yang mengharamkan lagu dan musik.
Apalagi mengingat kenyataan di masa itu bahwa musik itu tidak diperdengarkan kecuali di tempat-tempat di mana orang lupa kepada Allah. Musik di masa itu selalu ditampilkan secara live oleh rombongan pemusiknya, mereka kemudian menghabiskan waktu sepanjang siang dan malam hanya untuk sekedar berasyik masyuk mendengarkan lantunan lagu. Bahkan mereka berdendang, menyanyi dan menari mengikuti irama sepanjang waktu.
Di masa sekarang ini, kalau kita mendengarkan jenis musik dan irama padang pasir, memang selalu ditampilkan dalam waktu yang sangat tidak efisien alias lama sekali. Tentu saja cara seperti ini sangat sia-sia dan membuang waktu.
Maka wajarlah bila para ulama di masa lalu memandang bahwa mendengarkan musik itu merupakan aktifitas yang tidak produkti, melalaikan dan hanya buang waktu. Padahal seorang muslim ini tidak boleh membuang-buang waktu secara percuma. Maka kalau kita telurusi jejak fatwa para ulama yang mengharamkan lagu dan musik, salah satu dalil utama mereka dalam mengharamkannya karena masalah buang waktu dan kesia-siaannya.
Selain itu memang cukup banyak terdapat dalil yang bisa dijadikan landasan untuk mengharamkan nasyid dan musik.
Sungguh akan ada di antara umatku, kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat yang melalaikan`. (HR Bukhari)
Juga ada hadits lain yang sering juga dijadikan dalil untuk mengharamkan mendengar alat musik dimainkan.
Dari Nafi bahwa Ibnu Umar mendengar suara seruling gembala, maka ia menutupi telinganya dengan dua jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan tersebut. Beliau berkata, "Wahai Nafi` apakah engkau dengar?" Saya menjawab, "Ya." Kemudian melanjutkan berjalanannya sampai saya berkata, "Tidak." Kemudian Ibnu Umar mengangkat tangannya, dan mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan berkata, "Saya melihat Rasulullah saw. mendengar seruling gembala kemudian melakukan seperti ini." (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Dari Umar bin Hushain, bahwa Rasulullah saw. berkata tentang umat ini, "Gerhana, gempa dan fitnah." Berkata seseorang dari kaum muslimin, "Wahai Rasulullah kapan itu terjadi?" Rasul menjawab, "Jika biduanita, musik dan minuman keras dominan." (HR At-Tirmidzi).
Madzhab Maliki, Syafi`i dan sebagian Hambali berpendapat bahwa mendengar nyanyian adalah makruh. Jika mendengarnya dari wanita asing maka semakin makruh. Menurut Malik bahwa mendengar nyanyian merusak muru`ah (wibawa/kehormatan).
Adapun menurut Imam Asy-Syafi`i, musik dan lagu dimakruhkankarena mengandung lahwu (tidak bermanfaat dan sia-sia serta buang waktu). Dan Imam Ahmad mengomentari dengan ungkapannya, "Saya tidak menyukai nyanyian karena melahirkan kemunafikan dalam hati."
Pendapat yang Lebih Moderat
Di luar dari kalangan yang agak berhati-hati, ternyata kita pun mendapati adanya kalangan ulama yang lebih agak moderat. Di mana mereka tidak mengharamkan secara mutlak, melainkan masih memilah dan memberikan beberapa persyaratan tertentu. Aritnya, bila syaratnya terpenuhi, mendengarkan lagu atau musik itu masih bisa ditolelir.
Antara lain:
Adapun latar belakang mereka tidak mengharamkannya secara total, adalah karena mereka punya pendapat sendiri atas dalil-dalil yang mengharamkan di atas.
Hadits pertama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, dari Abi Malik Al-Asy`ari ra. Hadits ini walaupun terdapat dalam hadits shahih Bukhori, tetapi para ulama memperselisihkannya. Banyak di antara mereka yang mengatakan bahwa hadits ini adalah mualaq (sanadnya terputus), di antaranya dikatakan oleh Ibnu Hazm. Di samping itu di antara para ulama menyatakan bahwa matan dan sanad hadits ini tidak selamat dari kegoncangan (idhtirab). Katakanlah, bahwa hadits ini shohih, karena terdapat dalam hadits shohih Bukhori, tetapi nash dalam hadits ini masih bersifat umum, tidak menunjuk alat-alat tertentu dengan namanya. Batasan yang ada adalah bila ia melalaikan.
Hadits kedua dikatakan oleh Abu Dawud sebagai hadits mungkar. Bahkan meski hadits ini shahih, maka sebenarnya dari teks hadits itu tidak bisa dikatakan bahwa Rasulullah saw secara jelas telah mengharamkannya. Bahkan Rasulullah saw mendengarkannya sebagaimana juga yang dilakukan oleh Ibnu Umar.
Sedangkan hadits ketiga menurut mereka adalah hadits gharib. Dan hadits-hadits lain yang terkait dengan hukum musik, jika diteliti ternyata tidak ada yang shahih.
Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar pernah ke rumahnya ternyata di sampingnya ada gitar, Ibnu Umar berkata, "Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw?" Kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata, "Ini mizan syami (alat musik) dari Syam?` Berkata Ibnu Zubair, "Dengan ini akal seseorang bisa seimbang."
Adapun ulama yang menghalalkan musik sebagaimana di antaranya diungkapkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya, Nailul Authar adalah Ulama Madinah dan ulama Dzahiri dan jama`ah ahlu Sufi yang memberikan kemudahan (kebolehan) pada nyanyian walaupun dengan gitar dan biola`.
Juga diriwayatkan oleh Abu Manshur Al-Bagdadi As-Syafi`i dalam kitabnya bahwa Abdullah bin Ja`far menganggap bahwa nyanyi tidak apa-apa, bahkan membolehkan budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau sendiri mendengarkan alunan suaranya. Dan hal itu terjadi di masa khilafah Amirul Mukminin Ali ra.
Begitu juga Abu Manshur meriwayatkan hal serupa pada Qodhi Syuraikh, Said bin Al-Musayyib, Atho bin abi Ribah, Az-Zuhri dan Asy-Sya`bi.
Demikianlah pendapat ulama tentang mendengarkan alat musik. Dan jika diteliti dengan cermat, maka ulama muta`akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka mengambil sikap wara` (hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul di masanya. Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi`in menghalalkan alat musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur`an maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.
Oleh karena itu bagi umat Islam yang mendengarkan nyanyian dan musik harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Lirik Lagu yang Dilantunkan.
Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hukum yang diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik menurut syara`, maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk menurut syara`, maka dilarang.
2. Alat Musik yang Digunakan.
Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hukum dasar yang berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan. Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu diharamkan jika melalaikan.
3. Cara Penampilan.
Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara` seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath.
4. Akibat yang Ditimbulkan.
Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut menjadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah saddu adz dzaroi` (menutup pintu kemaksiatan).
5. Aspek Tasyabuh atau Keserupaan dengan Orang Kafir.
Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh (penyerupaan)dengan suatu kaum yang tidak dibenarkan. Rasulullah saw. bersabda:
"Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka." (HR Ahmad dan Abu Dawud)
6. Orang yang Menyanyikan.
Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrimnya. Sebagaimana firman Allah SWT.:
`Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.` (QS Al-Ahzaab 32)
Demikian sekelumit gambaran tentang khilaf ulama tentang hukum nyanyian dan musik dalam Islam. Anda harus bijak ketika bertemu dengan saudara-saudara yang cenderung berpandangan bahwa musik itu haram secara total. Mereka bukan mengada-ada, tetapi memang punya dalil tersendiri. Meski pun anda pun tidak perlu berkecil hati, karena masih banyak ulama lain yang menghalalkannya, meski dengan syarat yang ketat.
Wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber: Ustsarwat.com
Saya seorang munsyid yang berusaha supaya pesan bisa tersampaikan kepada pendengarnya dengan media ''''nasyid''''. Lalu saya berpikir mencoba untuk memakai aliran-aliran musik yang sedang nge''''trend'''' saat ini - sebagai ''''bahasa setempat'''' - dengan tujuan menembus segmen masyarakat yang luas untuk syiar Islam.
Namun saya harus berbenturan dengan hukum haram atau bolehnya alat musik, yang sampai saat ini masih kabur dan belum saya pahami.
Bagaimanakah hukumnya bernasyid dengan diiringi musik? Mohon pencerahan dari Ustadz.
Wassalaamu''alaikum wr wb
Ibnu Naufal
Jawaban
Assalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Masalah nasyid dan musik disikapi secara berbeda oleh banyak ulama. Dari yang paling hati-hati hingga yang paling moderat. Namun keduanya tetap mengacu kepada dalil-dalil agama, lewat alur ijtihad masing-masing. Sehingga memang kita bisa maklumi bila hasil kesimpulannya sedikit berbeda.
Kalangan ulama yang agak berhati-hati cenderung meninggalkan segala bentuk musik, bahkan termasuk nasyidnya sendiri. Dalam kaca mata mereka, kalau tujuannya hiburan, seharusnya setiap mukmin itu bukan menyanyi melainkan membaca Al-Quran dan mengingat kepada Allah.
Dalil yang mereka kemukakan adalah firman Allah SWT:
Orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra''d: 28)
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun....(QS. Al-Hadid: 16)
Dengan membaca Al-Quran atau mendengarkannya, seorang mukmin akan mendapatkan tambahan iman. Sebagaimana firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.(QS. Al-Anfal: 2)
Buat mereka, tidak layak seorang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya menyelesaikan masalah kegundahan hatinya dengan hiburan lagu dan musik. Seharusnya bacaan Al-quran dan inga kepada Allah sudah cukup buat mereka. Maka muncullah pendapat yang mengharamkan lagu dan musik.
Apalagi mengingat kenyataan di masa itu bahwa musik itu tidak diperdengarkan kecuali di tempat-tempat di mana orang lupa kepada Allah. Musik di masa itu selalu ditampilkan secara live oleh rombongan pemusiknya, mereka kemudian menghabiskan waktu sepanjang siang dan malam hanya untuk sekedar berasyik masyuk mendengarkan lantunan lagu. Bahkan mereka berdendang, menyanyi dan menari mengikuti irama sepanjang waktu.
Di masa sekarang ini, kalau kita mendengarkan jenis musik dan irama padang pasir, memang selalu ditampilkan dalam waktu yang sangat tidak efisien alias lama sekali. Tentu saja cara seperti ini sangat sia-sia dan membuang waktu.
Maka wajarlah bila para ulama di masa lalu memandang bahwa mendengarkan musik itu merupakan aktifitas yang tidak produkti, melalaikan dan hanya buang waktu. Padahal seorang muslim ini tidak boleh membuang-buang waktu secara percuma. Maka kalau kita telurusi jejak fatwa para ulama yang mengharamkan lagu dan musik, salah satu dalil utama mereka dalam mengharamkannya karena masalah buang waktu dan kesia-siaannya.
Selain itu memang cukup banyak terdapat dalil yang bisa dijadikan landasan untuk mengharamkan nasyid dan musik.
Sungguh akan ada di antara umatku, kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat yang melalaikan`. (HR Bukhari)
Juga ada hadits lain yang sering juga dijadikan dalil untuk mengharamkan mendengar alat musik dimainkan.
Dari Nafi bahwa Ibnu Umar mendengar suara seruling gembala, maka ia menutupi telinganya dengan dua jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan tersebut. Beliau berkata, "Wahai Nafi` apakah engkau dengar?" Saya menjawab, "Ya." Kemudian melanjutkan berjalanannya sampai saya berkata, "Tidak." Kemudian Ibnu Umar mengangkat tangannya, dan mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan berkata, "Saya melihat Rasulullah saw. mendengar seruling gembala kemudian melakukan seperti ini." (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Dari Umar bin Hushain, bahwa Rasulullah saw. berkata tentang umat ini, "Gerhana, gempa dan fitnah." Berkata seseorang dari kaum muslimin, "Wahai Rasulullah kapan itu terjadi?" Rasul menjawab, "Jika biduanita, musik dan minuman keras dominan." (HR At-Tirmidzi).
Madzhab Maliki, Syafi`i dan sebagian Hambali berpendapat bahwa mendengar nyanyian adalah makruh. Jika mendengarnya dari wanita asing maka semakin makruh. Menurut Malik bahwa mendengar nyanyian merusak muru`ah (wibawa/kehormatan).
Adapun menurut Imam Asy-Syafi`i, musik dan lagu dimakruhkankarena mengandung lahwu (tidak bermanfaat dan sia-sia serta buang waktu). Dan Imam Ahmad mengomentari dengan ungkapannya, "Saya tidak menyukai nyanyian karena melahirkan kemunafikan dalam hati."
Pendapat yang Lebih Moderat
Di luar dari kalangan yang agak berhati-hati, ternyata kita pun mendapati adanya kalangan ulama yang lebih agak moderat. Di mana mereka tidak mengharamkan secara mutlak, melainkan masih memilah dan memberikan beberapa persyaratan tertentu. Aritnya, bila syaratnya terpenuhi, mendengarkan lagu atau musik itu masih bisa ditolelir.
Antara lain:
- Tidak boleh disertai kemungkaran, seperti sambil minum khomr, berjudi, zina dan campur baur laki dan wanita.
- Tidak ada kekhawatiran timbulnya fitnah seperti menyebabkan timbul cinta birahi pada wanita atau sebaliknya.
- Tidak menyebabkan lalai dan meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan shalat atau menunda-nundanya dan lain-lain.
- Jumhur ulama menghalalkan mendengar nyanyian, tetapi berubah menjadi haram bila syarat-syaratnya tidak terpenuhi.
Adapun latar belakang mereka tidak mengharamkannya secara total, adalah karena mereka punya pendapat sendiri atas dalil-dalil yang mengharamkan di atas.
Hadits pertama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, dari Abi Malik Al-Asy`ari ra. Hadits ini walaupun terdapat dalam hadits shahih Bukhori, tetapi para ulama memperselisihkannya. Banyak di antara mereka yang mengatakan bahwa hadits ini adalah mualaq (sanadnya terputus), di antaranya dikatakan oleh Ibnu Hazm. Di samping itu di antara para ulama menyatakan bahwa matan dan sanad hadits ini tidak selamat dari kegoncangan (idhtirab). Katakanlah, bahwa hadits ini shohih, karena terdapat dalam hadits shohih Bukhori, tetapi nash dalam hadits ini masih bersifat umum, tidak menunjuk alat-alat tertentu dengan namanya. Batasan yang ada adalah bila ia melalaikan.
Hadits kedua dikatakan oleh Abu Dawud sebagai hadits mungkar. Bahkan meski hadits ini shahih, maka sebenarnya dari teks hadits itu tidak bisa dikatakan bahwa Rasulullah saw secara jelas telah mengharamkannya. Bahkan Rasulullah saw mendengarkannya sebagaimana juga yang dilakukan oleh Ibnu Umar.
Sedangkan hadits ketiga menurut mereka adalah hadits gharib. Dan hadits-hadits lain yang terkait dengan hukum musik, jika diteliti ternyata tidak ada yang shahih.
Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar pernah ke rumahnya ternyata di sampingnya ada gitar, Ibnu Umar berkata, "Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw?" Kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata, "Ini mizan syami (alat musik) dari Syam?` Berkata Ibnu Zubair, "Dengan ini akal seseorang bisa seimbang."
Adapun ulama yang menghalalkan musik sebagaimana di antaranya diungkapkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya, Nailul Authar adalah Ulama Madinah dan ulama Dzahiri dan jama`ah ahlu Sufi yang memberikan kemudahan (kebolehan) pada nyanyian walaupun dengan gitar dan biola`.
Juga diriwayatkan oleh Abu Manshur Al-Bagdadi As-Syafi`i dalam kitabnya bahwa Abdullah bin Ja`far menganggap bahwa nyanyi tidak apa-apa, bahkan membolehkan budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau sendiri mendengarkan alunan suaranya. Dan hal itu terjadi di masa khilafah Amirul Mukminin Ali ra.
Begitu juga Abu Manshur meriwayatkan hal serupa pada Qodhi Syuraikh, Said bin Al-Musayyib, Atho bin abi Ribah, Az-Zuhri dan Asy-Sya`bi.
Demikianlah pendapat ulama tentang mendengarkan alat musik. Dan jika diteliti dengan cermat, maka ulama muta`akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka mengambil sikap wara` (hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul di masanya. Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi`in menghalalkan alat musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur`an maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.
Oleh karena itu bagi umat Islam yang mendengarkan nyanyian dan musik harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Lirik Lagu yang Dilantunkan.
Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hukum yang diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik menurut syara`, maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk menurut syara`, maka dilarang.
2. Alat Musik yang Digunakan.
Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hukum dasar yang berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan. Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu diharamkan jika melalaikan.
3. Cara Penampilan.
Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara` seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath.
4. Akibat yang Ditimbulkan.
Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut menjadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah saddu adz dzaroi` (menutup pintu kemaksiatan).
5. Aspek Tasyabuh atau Keserupaan dengan Orang Kafir.
Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh (penyerupaan)dengan suatu kaum yang tidak dibenarkan. Rasulullah saw. bersabda:
"Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka." (HR Ahmad dan Abu Dawud)
6. Orang yang Menyanyikan.
Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrimnya. Sebagaimana firman Allah SWT.:
`Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.` (QS Al-Ahzaab 32)
Demikian sekelumit gambaran tentang khilaf ulama tentang hukum nyanyian dan musik dalam Islam. Anda harus bijak ketika bertemu dengan saudara-saudara yang cenderung berpandangan bahwa musik itu haram secara total. Mereka bukan mengada-ada, tetapi memang punya dalil tersendiri. Meski pun anda pun tidak perlu berkecil hati, karena masih banyak ulama lain yang menghalalkannya, meski dengan syarat yang ketat.
Wassalamu ''alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Sumber: Ustsarwat.com
Jaminan Halal Daging Selandia Baru
By Republika Contributor
Senin, 01 Desember 2008 pukul 14:06:00
Federasi asosiasi Islam New Zealand (FIANZ), sebuah organisasi nasional muslim menjamin semua daging yang di ekspor ke semua negara di dunia telah dilengkapi dengan sertifikat halal. Hal tersebut disampaikan wakil FIANZ, Mustafa Farouk di kantor Harian Umum Republika, Jakarta, Kamis (27/11).
"Daging New Zealand ada sertifikat halal. Seperti Majelis Ulama Indonesia, Selandia Baru juga memiliki lembaga yang membuat fatwa mengenai produk halal. Kehalalan daging Selandia baru melalui proses yang syar'i. Selain itu kami juga menjamin kebersihannya," jelas Mustafa.
Setiap negara yang mengimpor daging New Zealand dikirimi juga sertifikat halal. Bahkan, negara importir bisa mengajukan aduan jika produk yang diimpor dari New Zealand tidak halal. "Sertifikasi halal kami serahkan juga ke pemerintahan Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Kuwait," imbuh Mustafa
Tidak hanya daging saja yang dijamin kehalalannya, makanan yang diekspor ke negara lain baik itu negara islam, mayoritas islam dan non Islam juga dibawah pengawasan lembaga Islam.
"Bahan-bahan makanan kami bawa ke lembaga. Di uji kebersihannya, higienisitas, dan kehalalan. Kami tenang jika semua produk makanan sudah ada sertifikat halal," ungkap Mustafa. "Bagi negara yang mayoritas non muslim tenang karena produk kami sehat dan bersih. Bagi negara Islam dan mayoritas Islam lebih tenang karena halal," kata Mustafa lagi./cr1/it
Sumber: Republika.co.id
Senin, 01 Desember 2008 pukul 14:06:00
Federasi asosiasi Islam New Zealand (FIANZ), sebuah organisasi nasional muslim menjamin semua daging yang di ekspor ke semua negara di dunia telah dilengkapi dengan sertifikat halal. Hal tersebut disampaikan wakil FIANZ, Mustafa Farouk di kantor Harian Umum Republika, Jakarta, Kamis (27/11).
"Daging New Zealand ada sertifikat halal. Seperti Majelis Ulama Indonesia, Selandia Baru juga memiliki lembaga yang membuat fatwa mengenai produk halal. Kehalalan daging Selandia baru melalui proses yang syar'i. Selain itu kami juga menjamin kebersihannya," jelas Mustafa.
Setiap negara yang mengimpor daging New Zealand dikirimi juga sertifikat halal. Bahkan, negara importir bisa mengajukan aduan jika produk yang diimpor dari New Zealand tidak halal. "Sertifikasi halal kami serahkan juga ke pemerintahan Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Kuwait," imbuh Mustafa
Tidak hanya daging saja yang dijamin kehalalannya, makanan yang diekspor ke negara lain baik itu negara islam, mayoritas islam dan non Islam juga dibawah pengawasan lembaga Islam.
"Bahan-bahan makanan kami bawa ke lembaga. Di uji kebersihannya, higienisitas, dan kehalalan. Kami tenang jika semua produk makanan sudah ada sertifikat halal," ungkap Mustafa. "Bagi negara yang mayoritas non muslim tenang karena produk kami sehat dan bersih. Bagi negara Islam dan mayoritas Islam lebih tenang karena halal," kata Mustafa lagi./cr1/it
Sumber: Republika.co.id
03 December, 2008
Gilanya APBD DKI Jakarta: Laundry Baju Foke Saja Rp 70 Juta
Senin, 01/12/2008 11:12 WIB
Deden Gunawan – detikNews
Jakarta - Masalah laptop kembali bikin geger. Sebelumnya anggota DPR meminta laptop seharga Rp 21,5 juta per unit, kini giliran para kepala dinas di Pemprov DKI Jakarta tidak mau ketinggalan. Harganya pun jauh lebih mahal dibanding laptop keinginan anggota DPR, yakni mencapai Rp 35 juta per unitnya.
Rencana pengadaan laptop tersebut mencuat dalam rapat pengesahan APBD 2009 yang ditetapkan pada Kamis, 26 November 2008. Alasan pengadaan komputer jinjing itu untuk memudahkan kinerja beberapa kepala dinas.
Kepala Biro Humas dan Protokoler Pemprov DKI Jakarta Purba Hutapea menjelaskan, usulan laptop tersebut sesuai kebutuhan beberapa biro tertentu, seperti biro urusan luar negeri yang memerlukan laptop canggih yang mampu memuat data dengan kecepatan tinggi. Sehingga bisa memudahkan saat presentasi, terutama di hadapan para investor.
Untuk peningkatan kinerja, selain membeli laptop, pemprov juga akan membeli komputer seharga Rp 20 juta per unit, pengadaan alat musik untuk Dinas Pemadam Kebakaran Rp 1 miliar, serta biaya perawatan komputer selama satu tahun Rp 4 juta per unit.
Tapi menurut penilaian Analis Politik Anggaran Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Roy Salam, kebutuhan-kebutuhan yang dianggarkan bukan hal yang terlalu mendesak. Apalagi harganya begitu fantastis. Beberapa kebutuhan yang dianggap kurang penting tapi diajukan antara lain, anggaran laundry untuk Gubernur Fauzi Bowo dan Wagub Prijanto yang besarnya Rp 70 juta, pengiriman guru SMU/SMK untuk training di Selandia Baru Rp 4,5 milyar. Bahkan ada anggaran untuk outbond pegawai yang nilainya mencapai Rp 475 juta.
Anggaran-anggaran yang kurang penting tersebut dianggap sebagai biang keladi menyusutnya alokasi dana untuk rakyat miskin di Jakarta. Pasalnya, dari nilai APBD 2009 yang mencapai Rp 22,2 triliun, dana yang dialokasikan untuk rakyat miskin di Jakarta justru hanya 1,7 %. "RAPBD 2009 jelas-jelas tidak pro rakyat. Karena alokasi dananya lebih banyak diperuntukan kepentingan pejabatnya," protes Roy Salam saat berbincang-bincang dengan detikcom.
Selain memanjakan birokrat di Pemprov, APBD juga dialokasikan untuk memanjakan lembaga penegak hukum dengan sebutan anggaran "harmonisasi". Anggaran ini dikucurkan kepada Kejaksaan Tinggi, Pengadilan Tinggi, serta Kepolisian daerah (Polda).
Dari catatan Fitra terungkap, selama 3 tahun terakhir anggaran harmonisasi ini berkisar Rp 7 miliar sampai Rp 8 miliar per tahun. Dalam APBD 2007 misalnya, Pemprov mengucurkan Rp 8,5 miliar. Sedangkan di APBD 2008 dana yang dikucurkan sebesar Rp 7,55 miliar. Sementara di RAPBD 2009 dana yang dialokasikan Rp 7 miliar.
Masuknya mata anggaran untuk lembaga penegak hukum tersebut diduga sebagai uang 'cincai' untuk mengamankan para pejabat Pemprov DKI Jakarta maupun DPRD dari jerat hukum. "Anggaran ini patut dicurigai sebagai cara legislatif dan eksekutif selama ini untuk mempengaruhi lembaga penegak hukum agar tidak melakukan tindakan atas penyalahgunaan anggaran yang terjadi selama ini di lingkungan DPRD dan pemrov DKI," tuding Roy.
Soal masuknya uang jatah penegak hukum lewat APBD selama ini dianggap sudah menjadi kewajaran. Setiap kepala daerah sengaja mengalokasikannya supaya dapat perlindungan khusus. Jika dana seret, maka penegak hukum akan mencari celah untuk memaksa sang kepala daerah memberikan upeti. Modus semacam itu sempat terungkap awal Oktober 2008, di Gorontalo.
Kajari Tilamuta Ratmadi Saptondo sempat terekam percakapannya saat itu berupaya meminta upeti kepada Bupati Boalemo Iwan Bokings melalui staf bupati, Subandrio. Dalam teleponnya kepada Subandrio, sang jaksa marah-marah karena hanya diberi uang Rp 20 juta. Sementara untuk Polisi, kata Ratmadi di rekaman itu, mendapat uang lebih banyak.
Aksi pemerasan tersebut merupakan implikasi dari kebiasaan pemerintah daerah memasukan anggaran untuk para penegak hukum. itu sebabnya pengalokasian anggaran semacam itu dimasukan di pasal 155 UU 32/2004 tentang pelarangan APBD. Itu sebabnya Roy Salam menganggap, anggaran Rp 7 miliar yang dianggarkan Pemprov DKI Jakarta telah melanggar UU.
Seharusya institusi vertikal, seperti Polda, Kejati dan pengadilan sudah mendapat anggaran dari pusat, yakni Polri, Kejagung, dan Mahkamah Agung (MA). "Anggaran untuk institusi tersebut sudah ada dari pusat. Jadi bukan lagi tanggungan daerah," kata Roy.
Tapi Pemprov DKI Jakarta punya alasan tersendiri terkait APBD untuk aparat hukum tersebut. Salah satunya, anggaran tersebut digunakan untuk membiayai ketertiban dan keamanan di Jakarta. Misalnya untuk uang makan polisi yang terlibat operasi yustisi dan pengamanan aksi demonstrasi. Sebab setiap operasi penertiban di DKI Jakarta yang melibatkan Satpol PP, polisi juga selalu dilibatkan.
"Anggaran itu untuk makan-minum polisi di lapangan. Sebab kalau ada demo harus dikerahkan pasukan. Bagaimana bisa menghalau demo kalau polisinya kelaparan. Jadi coba dilihak aspek humanisnya. Karena kita tahu gaji polisi itu kecil," sanggah Kepala Biro Humas dan Protokoler Pemprov DKI Jakarta Purba Hutapea kepada detikcom.
Di sisi lain, untuk pengadaan laptop, laundry dan beberapa mata anggaran lain, janji Purba, akan dilakukan evaluasi demi efisiensi. Untuk pengadaan laptop misalnya, pada saat lelang nanti tidak harus disesuaikan dengan plafon yang harganya mencapai Rp 35 juta. Pengadaan laptop akan mengikuti spesifikasi dan harga yang akan ditetapkan panitia pengadaan barang dan jasa.
Sayangnya, rencana pengurangan mata anggaran tersebut dilakukan setelah jadi perbincangan publik. "Harusnya sebelum disahkan, panitia anggaran melakukan koreksi terhadap usulan dari masing-masing dinas. Apakah kebutuhannya benar-benar mendesak atau tidak. Begitu juga dengan nilainya. Apakah realistis atau hanya akal-akalan," jelas Roy Salam.
Munculnya sejumlah kebutuhan yang dimasukan dalam rencana anggaran merupakan usulan Satuan Kerja Pemerintahan Darah (SKPD). Usulan itu kemudian masuk ke Bapeda dan selajutnya dibahas bersama dengan tim anggaran Pemprov DKI Jakarta bisa lolos dan masuk dalam RAPBD.
Sejatinya rapat tim anggaran dan Bapeda membahas usulan-usulan itu dan melakukan koreksi. Apakah usulan tersebut sesuai dengan skala prioritas, serta apakah anggaran yang diajukan masuk akal.Tapi kenyataanya, rapat tim anggaran dan Bapeda justru hanya sebatas mengakumulasi permintaan dari SKPD.
Lancarnya usulan anggaran ini diduga lantaran ada uang pelicin yang mengalir ke sejumlah atasan SKPD. "Lolosnya usul anggaran ke dalam RAPBD membuka peluang adanya angpao yang dikirim," kata Roy.
Kecurigaan itu juga dikatakan auditor senior Badan Pemeriksa Keuangan Surachim. Menurutnya, RAPBD 2009 di DKI Jakarta bukan sekadar pemborosan. Tapi ada upaya untuk melakukan tindak korupsi. Bahkan menurutnya, kalau dalam Undang-Undang ada delik percobaan korupsi, RAPBD yang tersebut sudah memenuhi delik tersebut.
Sementara pengamat kebijakan publik Andrinof Chaniago melihat, kasus laptop merupakan salah satu dari sekian banyak mata anggaran di APBD DKI Jakarta yang tidak logis. Anggaran-anggaran yang tidak logis tersebut kemudian dijadikan ladang korupsi.(ddg/iy)
Sumber: Detiknews.com
Deden Gunawan – detikNews
Jakarta - Masalah laptop kembali bikin geger. Sebelumnya anggota DPR meminta laptop seharga Rp 21,5 juta per unit, kini giliran para kepala dinas di Pemprov DKI Jakarta tidak mau ketinggalan. Harganya pun jauh lebih mahal dibanding laptop keinginan anggota DPR, yakni mencapai Rp 35 juta per unitnya.
Rencana pengadaan laptop tersebut mencuat dalam rapat pengesahan APBD 2009 yang ditetapkan pada Kamis, 26 November 2008. Alasan pengadaan komputer jinjing itu untuk memudahkan kinerja beberapa kepala dinas.
Kepala Biro Humas dan Protokoler Pemprov DKI Jakarta Purba Hutapea menjelaskan, usulan laptop tersebut sesuai kebutuhan beberapa biro tertentu, seperti biro urusan luar negeri yang memerlukan laptop canggih yang mampu memuat data dengan kecepatan tinggi. Sehingga bisa memudahkan saat presentasi, terutama di hadapan para investor.
Untuk peningkatan kinerja, selain membeli laptop, pemprov juga akan membeli komputer seharga Rp 20 juta per unit, pengadaan alat musik untuk Dinas Pemadam Kebakaran Rp 1 miliar, serta biaya perawatan komputer selama satu tahun Rp 4 juta per unit.
Tapi menurut penilaian Analis Politik Anggaran Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Roy Salam, kebutuhan-kebutuhan yang dianggarkan bukan hal yang terlalu mendesak. Apalagi harganya begitu fantastis. Beberapa kebutuhan yang dianggap kurang penting tapi diajukan antara lain, anggaran laundry untuk Gubernur Fauzi Bowo dan Wagub Prijanto yang besarnya Rp 70 juta, pengiriman guru SMU/SMK untuk training di Selandia Baru Rp 4,5 milyar. Bahkan ada anggaran untuk outbond pegawai yang nilainya mencapai Rp 475 juta.
Anggaran-anggaran yang kurang penting tersebut dianggap sebagai biang keladi menyusutnya alokasi dana untuk rakyat miskin di Jakarta. Pasalnya, dari nilai APBD 2009 yang mencapai Rp 22,2 triliun, dana yang dialokasikan untuk rakyat miskin di Jakarta justru hanya 1,7 %. "RAPBD 2009 jelas-jelas tidak pro rakyat. Karena alokasi dananya lebih banyak diperuntukan kepentingan pejabatnya," protes Roy Salam saat berbincang-bincang dengan detikcom.
Selain memanjakan birokrat di Pemprov, APBD juga dialokasikan untuk memanjakan lembaga penegak hukum dengan sebutan anggaran "harmonisasi". Anggaran ini dikucurkan kepada Kejaksaan Tinggi, Pengadilan Tinggi, serta Kepolisian daerah (Polda).
Dari catatan Fitra terungkap, selama 3 tahun terakhir anggaran harmonisasi ini berkisar Rp 7 miliar sampai Rp 8 miliar per tahun. Dalam APBD 2007 misalnya, Pemprov mengucurkan Rp 8,5 miliar. Sedangkan di APBD 2008 dana yang dikucurkan sebesar Rp 7,55 miliar. Sementara di RAPBD 2009 dana yang dialokasikan Rp 7 miliar.
Masuknya mata anggaran untuk lembaga penegak hukum tersebut diduga sebagai uang 'cincai' untuk mengamankan para pejabat Pemprov DKI Jakarta maupun DPRD dari jerat hukum. "Anggaran ini patut dicurigai sebagai cara legislatif dan eksekutif selama ini untuk mempengaruhi lembaga penegak hukum agar tidak melakukan tindakan atas penyalahgunaan anggaran yang terjadi selama ini di lingkungan DPRD dan pemrov DKI," tuding Roy.
Soal masuknya uang jatah penegak hukum lewat APBD selama ini dianggap sudah menjadi kewajaran. Setiap kepala daerah sengaja mengalokasikannya supaya dapat perlindungan khusus. Jika dana seret, maka penegak hukum akan mencari celah untuk memaksa sang kepala daerah memberikan upeti. Modus semacam itu sempat terungkap awal Oktober 2008, di Gorontalo.
Kajari Tilamuta Ratmadi Saptondo sempat terekam percakapannya saat itu berupaya meminta upeti kepada Bupati Boalemo Iwan Bokings melalui staf bupati, Subandrio. Dalam teleponnya kepada Subandrio, sang jaksa marah-marah karena hanya diberi uang Rp 20 juta. Sementara untuk Polisi, kata Ratmadi di rekaman itu, mendapat uang lebih banyak.
Aksi pemerasan tersebut merupakan implikasi dari kebiasaan pemerintah daerah memasukan anggaran untuk para penegak hukum. itu sebabnya pengalokasian anggaran semacam itu dimasukan di pasal 155 UU 32/2004 tentang pelarangan APBD. Itu sebabnya Roy Salam menganggap, anggaran Rp 7 miliar yang dianggarkan Pemprov DKI Jakarta telah melanggar UU.
Seharusya institusi vertikal, seperti Polda, Kejati dan pengadilan sudah mendapat anggaran dari pusat, yakni Polri, Kejagung, dan Mahkamah Agung (MA). "Anggaran untuk institusi tersebut sudah ada dari pusat. Jadi bukan lagi tanggungan daerah," kata Roy.
Tapi Pemprov DKI Jakarta punya alasan tersendiri terkait APBD untuk aparat hukum tersebut. Salah satunya, anggaran tersebut digunakan untuk membiayai ketertiban dan keamanan di Jakarta. Misalnya untuk uang makan polisi yang terlibat operasi yustisi dan pengamanan aksi demonstrasi. Sebab setiap operasi penertiban di DKI Jakarta yang melibatkan Satpol PP, polisi juga selalu dilibatkan.
"Anggaran itu untuk makan-minum polisi di lapangan. Sebab kalau ada demo harus dikerahkan pasukan. Bagaimana bisa menghalau demo kalau polisinya kelaparan. Jadi coba dilihak aspek humanisnya. Karena kita tahu gaji polisi itu kecil," sanggah Kepala Biro Humas dan Protokoler Pemprov DKI Jakarta Purba Hutapea kepada detikcom.
Di sisi lain, untuk pengadaan laptop, laundry dan beberapa mata anggaran lain, janji Purba, akan dilakukan evaluasi demi efisiensi. Untuk pengadaan laptop misalnya, pada saat lelang nanti tidak harus disesuaikan dengan plafon yang harganya mencapai Rp 35 juta. Pengadaan laptop akan mengikuti spesifikasi dan harga yang akan ditetapkan panitia pengadaan barang dan jasa.
Sayangnya, rencana pengurangan mata anggaran tersebut dilakukan setelah jadi perbincangan publik. "Harusnya sebelum disahkan, panitia anggaran melakukan koreksi terhadap usulan dari masing-masing dinas. Apakah kebutuhannya benar-benar mendesak atau tidak. Begitu juga dengan nilainya. Apakah realistis atau hanya akal-akalan," jelas Roy Salam.
Munculnya sejumlah kebutuhan yang dimasukan dalam rencana anggaran merupakan usulan Satuan Kerja Pemerintahan Darah (SKPD). Usulan itu kemudian masuk ke Bapeda dan selajutnya dibahas bersama dengan tim anggaran Pemprov DKI Jakarta bisa lolos dan masuk dalam RAPBD.
Sejatinya rapat tim anggaran dan Bapeda membahas usulan-usulan itu dan melakukan koreksi. Apakah usulan tersebut sesuai dengan skala prioritas, serta apakah anggaran yang diajukan masuk akal.Tapi kenyataanya, rapat tim anggaran dan Bapeda justru hanya sebatas mengakumulasi permintaan dari SKPD.
Lancarnya usulan anggaran ini diduga lantaran ada uang pelicin yang mengalir ke sejumlah atasan SKPD. "Lolosnya usul anggaran ke dalam RAPBD membuka peluang adanya angpao yang dikirim," kata Roy.
Kecurigaan itu juga dikatakan auditor senior Badan Pemeriksa Keuangan Surachim. Menurutnya, RAPBD 2009 di DKI Jakarta bukan sekadar pemborosan. Tapi ada upaya untuk melakukan tindak korupsi. Bahkan menurutnya, kalau dalam Undang-Undang ada delik percobaan korupsi, RAPBD yang tersebut sudah memenuhi delik tersebut.
Sementara pengamat kebijakan publik Andrinof Chaniago melihat, kasus laptop merupakan salah satu dari sekian banyak mata anggaran di APBD DKI Jakarta yang tidak logis. Anggaran-anggaran yang tidak logis tersebut kemudian dijadikan ladang korupsi.(ddg/iy)
Sumber: Detiknews.com
02 December, 2008
Premanisme di Sekolah: Akibat Melestarikan Tradisi Sesat
Selasa, 02/12/2008 12:23 WIB
Deden Gunawan – detikNews
Jakarta - Aksi premanisme di sekolah terus berulang. Siswa junior melakukan kekerasan terhadap siswa junior. Terakhir kasus yang mencuat, premanisme sekolah terjadi di SMA 90 Jakarta. Siswa junior di sekolah ini dipaksa berantem dengan siswa senior.
Mengapa premanisme di sekolah seperti lingkaran setan yang sulit dihentikan?
Secara psikologi seorang remaja punya kecenderungan suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, serta ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti tren. Perilaku lainnya, mereka ingin menyesuaikan diri dengan lingkungan atau kelompoknya, dan ketakutan terbesar di kalangan remaja apabila ditolak oleh kelompoknya.
Hal ini, kata psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Liza Marielly Djaprie, kemudian memunculkan kelompok-kelompok di sekolah berikut tradisinya. Kelompok yang terbentuk bisa berdasarkan teman satu kelas, satu angkatan, atau karena persamaan tertentu.
"Mereka akan berupaya mengikuti tradisi-tradisi yang telah berjalan di kelompok-kelompok yang mereka ikuti. Karena takut dibilang tidak solider atau takut terlempar dari kelompok," jelas Liza saat berbincang-bincang dengan detikcom.
Keberadaan kelompok-kelompok siswa kemudian dituding sebagai penyebab kekerasan atau premanisme di dalam sekolah. Dengan alasan mengikuti tradisi, sebuah kelompok akan melakukan penataran atau penggemblengan terhadap para junior atau anggota baru. Prosesi penataran atau penggemblengan tersebut tidak jarang dilakukan dengan cara-cara kekerasan.
Diakui Liza, tingkat agresivitas kelompok siswa belakangan semakin parah akibat kondisi lingkungan, terutama akibat tayangan kekerasan di televisi, serta kekerasan yang diperlihatkan guru maupun orang tua. Kekerasan yang sering dilakukan guru atau orang tua ini bersifat simbolis. Misalnya dengan mempertontonkan kemarahan di depan anak atau siswa dengan kelewat batas. Padahal perilaku yang dilakukan guru atau orang tua tersebut ada kemungkinan diikuti, karena seorang remaja punya kecenderungan meniru figur tertentu.
Penyebab lainnya, tingkat kesulitan dalam pelajaran saat ini semakin tinggi, begitu juga standar kelulusannya. Tekanan yang diterima siswa semakin bertumpuk ketika orang tua justru melakukan tekanan tambahan dengan mengharuskan sang anak mengikuti apa yang dikehendakinya.
"Banyak orang tua dalam hal akademik suka memarahi anak-anaknya dengan membanding-bandingkan dengan teman-teman si anak. Padahal, sang anak butuh adanya ketenangan di rumah akibat tekanan pelajaran," ungkap Liza.
Tekanan yang datang bertubi-tubi itu membuka peluang instabilitas emosional sang anak. Akibatnya anak-anak jadi lebih agresif dan cenderung melakukan kekerasan sebagai sarana pelampiasan.
Pandangan serupa juga dikatakan Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi. Menurutnya, saat ini siswa terlalu dibebani dengan kurikulum yang terlalu berat. Dalam kondisi ini, pria yang akrab disapa Kak Seto itu memandang perlu adanya keseimbangan antara emosi, kecerdasan moral, dan juga spiritual.
Jika tidak imbang, siswa jadi gampang stres. Dalam kondisi ini emosi siswa sewaktu-waktu bisa meledak. Untuk mengatasi masalah ini, kata Kak Seto, diperlukan partisipasi semua pihak, yakni orang tua, guru, dan pemerintah.
Sementara Liza berpendapat, untuk memberi keseimbangan emosional kepada siswa merupakan tanggungjawab orang tua. Caranya, dengan memberikan situasi belajar yang lebih nyaman di dalam rumah. Selain itu orang tua juga tidak perlu terlalu mengekang siswa yang ingin bermain. Karena bermain menjadi salah satu cara untuk mengendurkan ketegangan pikiran.
Faktor orang tua menjadi sangat penting dalam menyeimbangkan emosi sang anak karena untuk mengubah standar pelajaran atau kelulusan adalah hal yang mustahil. "Kalau mengubah kurikulum jelas tidak mungkin. Jadi perlu kearifan orang tua untuk tidak memberikan tekanan tambahan kepada anak-anaknya," pinta Liza.
Tapi di mata pengamat pendidikan Lody Pa'at, aksi kekerasan atau premanisme yang terjadi di sekolah-sekolah merupakan tanggungjawab penuh para guru. Alasannya, aksi kekerasan itu terjadi di lingkungan sekolah. Sehingga guru yang paling bertanggungjawab terhadap perilaku siswa-siswanya.
Selama ini, ujar Lody, kekerasan yang terjadi di sekolah terus berlangsung karena para guru tidak peka melihat masalah yang ada di sekitar sekolah. Tapi herannya masalah-masalah itu diaggap kurang begitu penting. Sebut saja sistem relasi antarsiswa secara vertikal yang terbangun selama ini. Sistem itu kemudian memunculkan stigma siswa senior dan siswa junior.
Nah, dari situlah muncul sejumlah aksi kekerasan yang dilakukan siswa senior kepada juniornya. Tak jarang ulah siswa senior mengarah kepada tindakan kriminal. Ada saja alasan bagi senior untuk mengintimidasi,menganiaya, serta memeras para juniornya. Banyak hal sepele yang dilakukan junior berakibat pada pemukulan atau pengeroyokan. Uniknya, tindakan tersebut selama ini dianggap sesuatu yang wajar. Lagi-lagi karena alasan sudah tradisi
"Selama ini relasi yang dibangun antara siswa bentuknya vertikal. Akan ada istilah murid senior dan murid junior. Akibatnya, murid senior, karena merasa berada di posisi yang lebih tinggi merasa perlu dihormati adik kelasnya. Bahkan murid senior bisa berbuat apa saja kepada juniornya," ulas Lody.
Untuk mengatasinya, Lody mengusulkan, pihak sekolah harus mengubah sistem relasi antarsiswa dari vertikal menjadi horizontal. Degan cara seperti itu akan ada kesetaraan di antara siswa. Sehingga tidak ada lagi siswa yang merasa senior maupun junior. Yang ada hanyalah sama-sama punya kewajiban satu, yakni menuntut ilmu.
"Sudah saatnya setiap sekolah membangun relasi yang bersifat demokratis. Sebab semua punya hak dan kewajiban yang sama di sekolah," harap Lody. (ddg/iy)
Sumber: Detiknews.com
########
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Saya sepakat dengan semua informasi di atas. Hanya saja, yang membuat saya sedih adalah pernyataan "Kalau mengubah kurikulum jelas tidak mungkin.”
Di Indonesia, orang tua dipandang sebagai penerima jasa (pendidikan nasional) tetapi tidak punya kekuatan untuk mengubah sifat jasa tersebut. Seakan-akan sistem pendidikan nasional sudah mutlak dan orang tua tidak mungkin punya kesempatan untuk mengubahnya.
Saya ingin bertanya, kalau seandainya orang tua benar-benar peduli, dan ingin mengambil tindakan untuk menolak jasa tersebut karena berkualitas rendah, apakah tidak mungkin mereka semua bisa bersuara dan menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah?
Bayangkan kalau 1 juta orang tua berkumpul di depan gedung DPR atau Depdiknas atau Istana Negara.
Bayangkan kalau pernyataan mereka hanya satu: “Kami menuntut hak pendidikan yang berkualitas bagi semua anak bangsa”. Dan tentu saja di dalam pernyataan tersebut ada tuntutan agar kurikulum diperbaiki dan dikurangi jumlah mata pelajarannya.
Kalau orang tua tidak ingin melakukan “demo” di jalan, bisa juga dengan cara “letter writing campaign” (mengirim surat secara massal), yang sudah terbukti berhasil di manca negara.
Bayangkan kalau 1 juta orang tua menjadi bersedia mengirim surat (dari mereka masing-masing) kepada Presiden setiap minggu sampai Presiden mengambil tindakan terhadap sistem pendidikan yang tidak layak ini.
(Ini sering terbukti berhasil di manca negara karena semua pemerintah membutuhkan dokumen, yang biasannya dikirim lewat pos. Kalau suatu departemen, seperti Kantor Presiden atau Depdiknas “dibanjiri” dengan jutaan surat, maka mereka menjadi sulit bekerja, karena harus membuka dan membaca semua surat tersebut untuk mengecek isinya, untuk tahu apakah penting atau tidak.)
Bayangkan kalau ada 1 juta orang tua (atau lebih) yang menunjukkan kepedulian terhadap semua anak bangsa dan bukan hanya terhadap anak kandung mereka sendiri.
Bayangkan kalau orang tua tidak mau diam saja menjadi penerima jasa yang buruk, dan siap mengambil suatu tindakan untuk mengubah sistem tersebut dengan cara yang damai dan demokratis.
Bayangkan kalau semua orang tua (sebagai pemilih) memaksakan semua partai politik menyatakan rencana pendidikannya di depan publik supaya bisa dinilai dan dibahas sebelum pemilihan legislatif 2009.
Apakah benar-benar tidak mungkin orang tua setanah-air tidak sanggup memberikan pengaruh terhadap kualitas pendidikan di sini?
Apakah orang tua terpaksa menjadi penerima jasa yang buruk tanpa komplain sama sekali atau menolak jasa tersebut?
Saya yakin orang tua bisa melakukan tindakan seperti itu, tetapi hal itu hanya mungkin terwujud kalau orang tua se-indonesia mulai peduli pada anak tetangga dan masa depan bangsa. Sekarang bukan waktunya untuk “berharap” saja dan diam terus ketika harapan para orang tua tidak terwujud. Orang tua harus bersatu dan menjadi aktif untuk mengubah sistem pendidikan yang buruk ini.
Kalau tidak, masa depan bangsa tidak bisa ditentukan, karena orang tua selalu siap mundur dari perjuangan dan selalu siap membiarkan orang lain menentukan kualitas dari sistem pendidikan nasional.
Kalau para orang tua tidak mau berubah dan menjadi aktif mengambil suatu tindakan, tidak akan ada orang yang bisa menolong anak bangsa karena politikus dan pejabat hanya akan bertindak kalau mereka takut kehilangan dukungan dan legitimasi dari masyarakat.
Semua kembali ke tangan orang tua (bukan pemerintah).
Maukah anda berjuang untuk semua anak bangsa atau tidak?
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Deden Gunawan – detikNews
Jakarta - Aksi premanisme di sekolah terus berulang. Siswa junior melakukan kekerasan terhadap siswa junior. Terakhir kasus yang mencuat, premanisme sekolah terjadi di SMA 90 Jakarta. Siswa junior di sekolah ini dipaksa berantem dengan siswa senior.
Mengapa premanisme di sekolah seperti lingkaran setan yang sulit dihentikan?
Secara psikologi seorang remaja punya kecenderungan suka ikut-ikutan teman, tidak realistis, serta ingin menunjukkan bahwa mereka juga dapat mengikuti tren. Perilaku lainnya, mereka ingin menyesuaikan diri dengan lingkungan atau kelompoknya, dan ketakutan terbesar di kalangan remaja apabila ditolak oleh kelompoknya.
Hal ini, kata psikolog dari Universitas Indonesia (UI) Liza Marielly Djaprie, kemudian memunculkan kelompok-kelompok di sekolah berikut tradisinya. Kelompok yang terbentuk bisa berdasarkan teman satu kelas, satu angkatan, atau karena persamaan tertentu.
"Mereka akan berupaya mengikuti tradisi-tradisi yang telah berjalan di kelompok-kelompok yang mereka ikuti. Karena takut dibilang tidak solider atau takut terlempar dari kelompok," jelas Liza saat berbincang-bincang dengan detikcom.
Keberadaan kelompok-kelompok siswa kemudian dituding sebagai penyebab kekerasan atau premanisme di dalam sekolah. Dengan alasan mengikuti tradisi, sebuah kelompok akan melakukan penataran atau penggemblengan terhadap para junior atau anggota baru. Prosesi penataran atau penggemblengan tersebut tidak jarang dilakukan dengan cara-cara kekerasan.
Diakui Liza, tingkat agresivitas kelompok siswa belakangan semakin parah akibat kondisi lingkungan, terutama akibat tayangan kekerasan di televisi, serta kekerasan yang diperlihatkan guru maupun orang tua. Kekerasan yang sering dilakukan guru atau orang tua ini bersifat simbolis. Misalnya dengan mempertontonkan kemarahan di depan anak atau siswa dengan kelewat batas. Padahal perilaku yang dilakukan guru atau orang tua tersebut ada kemungkinan diikuti, karena seorang remaja punya kecenderungan meniru figur tertentu.
Penyebab lainnya, tingkat kesulitan dalam pelajaran saat ini semakin tinggi, begitu juga standar kelulusannya. Tekanan yang diterima siswa semakin bertumpuk ketika orang tua justru melakukan tekanan tambahan dengan mengharuskan sang anak mengikuti apa yang dikehendakinya.
"Banyak orang tua dalam hal akademik suka memarahi anak-anaknya dengan membanding-bandingkan dengan teman-teman si anak. Padahal, sang anak butuh adanya ketenangan di rumah akibat tekanan pelajaran," ungkap Liza.
Tekanan yang datang bertubi-tubi itu membuka peluang instabilitas emosional sang anak. Akibatnya anak-anak jadi lebih agresif dan cenderung melakukan kekerasan sebagai sarana pelampiasan.
Pandangan serupa juga dikatakan Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi. Menurutnya, saat ini siswa terlalu dibebani dengan kurikulum yang terlalu berat. Dalam kondisi ini, pria yang akrab disapa Kak Seto itu memandang perlu adanya keseimbangan antara emosi, kecerdasan moral, dan juga spiritual.
Jika tidak imbang, siswa jadi gampang stres. Dalam kondisi ini emosi siswa sewaktu-waktu bisa meledak. Untuk mengatasi masalah ini, kata Kak Seto, diperlukan partisipasi semua pihak, yakni orang tua, guru, dan pemerintah.
Sementara Liza berpendapat, untuk memberi keseimbangan emosional kepada siswa merupakan tanggungjawab orang tua. Caranya, dengan memberikan situasi belajar yang lebih nyaman di dalam rumah. Selain itu orang tua juga tidak perlu terlalu mengekang siswa yang ingin bermain. Karena bermain menjadi salah satu cara untuk mengendurkan ketegangan pikiran.
Faktor orang tua menjadi sangat penting dalam menyeimbangkan emosi sang anak karena untuk mengubah standar pelajaran atau kelulusan adalah hal yang mustahil. "Kalau mengubah kurikulum jelas tidak mungkin. Jadi perlu kearifan orang tua untuk tidak memberikan tekanan tambahan kepada anak-anaknya," pinta Liza.
Tapi di mata pengamat pendidikan Lody Pa'at, aksi kekerasan atau premanisme yang terjadi di sekolah-sekolah merupakan tanggungjawab penuh para guru. Alasannya, aksi kekerasan itu terjadi di lingkungan sekolah. Sehingga guru yang paling bertanggungjawab terhadap perilaku siswa-siswanya.
Selama ini, ujar Lody, kekerasan yang terjadi di sekolah terus berlangsung karena para guru tidak peka melihat masalah yang ada di sekitar sekolah. Tapi herannya masalah-masalah itu diaggap kurang begitu penting. Sebut saja sistem relasi antarsiswa secara vertikal yang terbangun selama ini. Sistem itu kemudian memunculkan stigma siswa senior dan siswa junior.
Nah, dari situlah muncul sejumlah aksi kekerasan yang dilakukan siswa senior kepada juniornya. Tak jarang ulah siswa senior mengarah kepada tindakan kriminal. Ada saja alasan bagi senior untuk mengintimidasi,menganiaya, serta memeras para juniornya. Banyak hal sepele yang dilakukan junior berakibat pada pemukulan atau pengeroyokan. Uniknya, tindakan tersebut selama ini dianggap sesuatu yang wajar. Lagi-lagi karena alasan sudah tradisi
"Selama ini relasi yang dibangun antara siswa bentuknya vertikal. Akan ada istilah murid senior dan murid junior. Akibatnya, murid senior, karena merasa berada di posisi yang lebih tinggi merasa perlu dihormati adik kelasnya. Bahkan murid senior bisa berbuat apa saja kepada juniornya," ulas Lody.
Untuk mengatasinya, Lody mengusulkan, pihak sekolah harus mengubah sistem relasi antarsiswa dari vertikal menjadi horizontal. Degan cara seperti itu akan ada kesetaraan di antara siswa. Sehingga tidak ada lagi siswa yang merasa senior maupun junior. Yang ada hanyalah sama-sama punya kewajiban satu, yakni menuntut ilmu.
"Sudah saatnya setiap sekolah membangun relasi yang bersifat demokratis. Sebab semua punya hak dan kewajiban yang sama di sekolah," harap Lody. (ddg/iy)
Sumber: Detiknews.com
########
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Saya sepakat dengan semua informasi di atas. Hanya saja, yang membuat saya sedih adalah pernyataan "Kalau mengubah kurikulum jelas tidak mungkin.”
Di Indonesia, orang tua dipandang sebagai penerima jasa (pendidikan nasional) tetapi tidak punya kekuatan untuk mengubah sifat jasa tersebut. Seakan-akan sistem pendidikan nasional sudah mutlak dan orang tua tidak mungkin punya kesempatan untuk mengubahnya.
Saya ingin bertanya, kalau seandainya orang tua benar-benar peduli, dan ingin mengambil tindakan untuk menolak jasa tersebut karena berkualitas rendah, apakah tidak mungkin mereka semua bisa bersuara dan menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah?
Bayangkan kalau 1 juta orang tua berkumpul di depan gedung DPR atau Depdiknas atau Istana Negara.
Bayangkan kalau pernyataan mereka hanya satu: “Kami menuntut hak pendidikan yang berkualitas bagi semua anak bangsa”. Dan tentu saja di dalam pernyataan tersebut ada tuntutan agar kurikulum diperbaiki dan dikurangi jumlah mata pelajarannya.
Kalau orang tua tidak ingin melakukan “demo” di jalan, bisa juga dengan cara “letter writing campaign” (mengirim surat secara massal), yang sudah terbukti berhasil di manca negara.
Bayangkan kalau 1 juta orang tua menjadi bersedia mengirim surat (dari mereka masing-masing) kepada Presiden setiap minggu sampai Presiden mengambil tindakan terhadap sistem pendidikan yang tidak layak ini.
(Ini sering terbukti berhasil di manca negara karena semua pemerintah membutuhkan dokumen, yang biasannya dikirim lewat pos. Kalau suatu departemen, seperti Kantor Presiden atau Depdiknas “dibanjiri” dengan jutaan surat, maka mereka menjadi sulit bekerja, karena harus membuka dan membaca semua surat tersebut untuk mengecek isinya, untuk tahu apakah penting atau tidak.)
Bayangkan kalau ada 1 juta orang tua (atau lebih) yang menunjukkan kepedulian terhadap semua anak bangsa dan bukan hanya terhadap anak kandung mereka sendiri.
Bayangkan kalau orang tua tidak mau diam saja menjadi penerima jasa yang buruk, dan siap mengambil suatu tindakan untuk mengubah sistem tersebut dengan cara yang damai dan demokratis.
Bayangkan kalau semua orang tua (sebagai pemilih) memaksakan semua partai politik menyatakan rencana pendidikannya di depan publik supaya bisa dinilai dan dibahas sebelum pemilihan legislatif 2009.
Apakah benar-benar tidak mungkin orang tua setanah-air tidak sanggup memberikan pengaruh terhadap kualitas pendidikan di sini?
Apakah orang tua terpaksa menjadi penerima jasa yang buruk tanpa komplain sama sekali atau menolak jasa tersebut?
Saya yakin orang tua bisa melakukan tindakan seperti itu, tetapi hal itu hanya mungkin terwujud kalau orang tua se-indonesia mulai peduli pada anak tetangga dan masa depan bangsa. Sekarang bukan waktunya untuk “berharap” saja dan diam terus ketika harapan para orang tua tidak terwujud. Orang tua harus bersatu dan menjadi aktif untuk mengubah sistem pendidikan yang buruk ini.
Kalau tidak, masa depan bangsa tidak bisa ditentukan, karena orang tua selalu siap mundur dari perjuangan dan selalu siap membiarkan orang lain menentukan kualitas dari sistem pendidikan nasional.
Kalau para orang tua tidak mau berubah dan menjadi aktif mengambil suatu tindakan, tidak akan ada orang yang bisa menolong anak bangsa karena politikus dan pejabat hanya akan bertindak kalau mereka takut kehilangan dukungan dan legitimasi dari masyarakat.
Semua kembali ke tangan orang tua (bukan pemerintah).
Maukah anda berjuang untuk semua anak bangsa atau tidak?
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Premanisme di Sekolah: Korban Akan Terus Berjatuhan
Deden Gunawan - detikNews
Selasa, 02/12/2008 10:44 WIB
Jakarta - Tanah kosong di perumahan elit Bintaro selama ini menjadi ajang kongkow sejumlah anak sekolahan di sekitar wilayah tersebut. Ada yang hanya sekadar nongkrong, memadu kasih, kadang ada juga yang menjadikan tempat adu nyali, yakni berkelahi. Siswa-siswa yang sering kumpul di lapangan itu salah satunya berasal dari SMA Negeri 90, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari lokasi.
Dari informasi yang diperoleh detikcom, beberapa tahun belakangan lapangan itu sering didatangi siswa SMA 90. Mereka umumnya datang menggunakan mobil maupun motor. Kendaraan mereka biasanya diparkir di restoran cepat saji McDonald. Dari sana mereka berjalan kaki sekitar 700 meter menuju lapangan seluas setengah lapangan sepakbola tersebut.
Salah satu kegiatan yang dilakukan siswa SMA 90 tersebut adalah menggembleng anak-anak baru di almamaternya. "Memang sering di lapangan itu menjadi tempat berantem anak sekolah. Kita suka lihat dari sini, dalam sebulan saja ada 3 kali anak-anak pada berantem," jelas Khairul Sani, satpam di perumahan tersebut ketika ditemui detikcom.
Keterangan Khairul diperkuat pengakuan Aba, siswa kelas 1 SMA 90. Menurut Aba, pada 25 November 2008, sebanyak 68 siswa kelas 1 dibawa ke lapangan itu oleh para seniornya kelas 2 dan 3. Di sana mereka dipaksa buka baju, push up, lari dan ditampar. Aksi kekerasan tersebut dipicu masalah pembuatan jaket almamater. Sebab jaket yang dibuat anak kelas 1 ternyata berbeda dengan kakak-kakak kelasnya.
Karena dianggap kurang ajar oleh kakak kelasnya, murid laki-laki dari kelas 1 kemudian dikumpulkan dan disuruh lari mengelilingi lapangan di daerah Bintaro. Di tempat itu mereka "digembleng" hingga mengalami luka-luka. "Di sana disuruh push up, buka baju dan lari. Di sana juga disuruh suit. Yang kalah, ditampar dengan keras. Kira-kira dari dzuhur sampai ashar," kata Aba yang sempat mengalami memar dan bibirnya pecah.
Peristiwa tersebut akhirnya sampai juga ke telinga orang tua siswa yang menjadi korban. Beberapa orang tua siswa lantas mendatangi kepala sekolah. Mereka menuntut para pelaku dikeluarkan dari sekolah. Namun permintaan itu hanya disikapi sekolah dengan menskorsing murid yang melakukan aksi premanisme. Putusan itu dilakukan pada tanggal 28 November. Sebanyak 26 siswa kelas 3 dan 11 siswa kelas 2 diskorsing selama 5 hari.
Bagi orang tua murid, hukuman tersebut diaggap belum memuaskan. 5 Orang perwakilan wali murid akhirnya kembali menemui kepala sekolah dan meminta siswa-siswa yang terlibat dihukum lebih berat, yakni dikeluarkan dari sekolah. Selain itu mereka juga mendesak pihak sekolah untuk melaporkan para pelaku dibawa ke polisi. Tapi permintaan itu belum juga ditanggapi hingga akhirnya peristiwa tersebut sampai ke media.
Aksi kekerasan yang terjadi di SMA 90 hanya satu dari sekian banyak kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Setahun yang lalu, kekerasan oleh kakak kelas terhadap adik kelas juga terjadi di SMA 34, Pondok Labu, Jakarta Selatan.
Muhammad Fadhil adalah salah satu korban kekerasan di salah satu SMA favorit di Jakarta Selatan tersebut. Kisah penganiayaan yang menimpanya terjadi pada 17 Agustus 2007. Saat itu Fadhil yang baru duduk di kelas 1 diajak oleh seniornya untuk masuk ke kelompok mereka yang bernama Geng Gazper. Tapi ajakan itu ditolak Fadhil. Penolakan itu tentu saja dianggap tindakan yang kurang ajar. Beberapa anggota Gazper yang merasa tersinggung kemudian menggiring Fadhil ke kamar mandi sekolah. Di tempat itu Fadhil ditampar.
Kekerasan yang menimpa Fadhil tidak sampai di situ. Sepulang sekolah, Fadhil diajak kelompok Gazper ke daerah Pesanggrahan, Cinere, Jakarta Selatan. Di sana, Fadhil dianiaya. Dia diadu dengan seniornya serta dipukuli beramai-ramai hingga tangan kirinya patah. Awalnya kejadian tersebut dirahasiakan Fadhil hingga berbulan-bulan. Ia takut akan ancaman para seniornya jika melaporkan kejadian tersebut.
Namun 8 November 2007, peristiwa itu akhirnya terbongkar juga setelah orang tua Fadhil mengetahui kalau anaknya selalu bolos sekolah. Ketika ditanya alasannya, Fadhil kemudian bercerita kalau ia sengaja membolos karena takut dengan kakak kelasnya. Setelah menerima laporan Fadhil, orang tuanya hari itu juga melaporkannya ke Mapolsek Ciladak, sehingga terungkaplah aksi pengeroyokan itu. Kasusnya kemudian dilimpahkan ke Polsek Limo, Depok, wilayah tempat tinggal korban.
Selanjutnya, 17 Desember 2007, majelis hakim Pengadilan Negeri Depok menghukum para pelaku, yakni Wl, JF, DA, DF dan EN dengan hukuman 1 bulan 15 hari. Para pelaku dianggap terbukti melakukan pelangaran pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Sebelumnya peristiwa serupa juga menimpa Blastius Adisaputra (17) siswa kelas 1 E, pada 29 April 2007. Blastius dihadiahi bogem mentah dan tendangan oleh seniornya yang duduk di kelas 2 lantaran tidak perah ikut kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Akibatnya tubuh Blastius menderita luka memar di paha, punggung, dan bibir. Kabar terakhir para pelaku diberhentikan dari sekolah.
Rangkaian aksi kekerasan di sekolah yang dilakukan senior terhadap juniornya, menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi merupakan fenomena gunung es. Sebab sebenarnya masih sangat banyak kasus penganiayaan serupa yang tidak mencuat ke permukaan. Penyebabnya macam-macam. Ada yang ketakutan untuk melaporkan, atau ada juga yang memang sengaja dipetieskan.
Sedangkan pengamat pendidikan Lody Pa'at mengatakan, andil guru sangat besar dalam aksi kekerasan yang dilakukan senior terhadap juniornya di sekolah. Sebab selama ini guru-guru seringkali melakukan pembiaran terhadap aksi premanisme tersebut. Mereka menggangap hal tersebut sesuatu yang wajar karena sudah menjadi bagian tradisi di sekolah.
"Seringkali guru tidak tanggap dengan kondisi dilingkungan sekolah. Padahal mereka sebenarnya mengetahui penyimpangan itu. Parahnya lagi, ketika pihak sekolah menerima laporan adanya aksi kekerasan antar sesama siswa, mereka tidak tegas dalam memberi hukuman. Akhirnya murid jadi semakin berani," ujar Lody saat berbincang-bincang dengan detikcom.
Lody mengkhawatirkan, kekerasan demi kekerasan akan tetap terus terjadi di sekolah. Siswa - siswa yang akan menjadi korban bakal terus berjatuhan bila para guru bersikap abai terhadap situasi yang terjadi di sekolah. (ddg/iy)
Sumber: Detiknews.com
Selasa, 02/12/2008 10:44 WIB
Jakarta - Tanah kosong di perumahan elit Bintaro selama ini menjadi ajang kongkow sejumlah anak sekolahan di sekitar wilayah tersebut. Ada yang hanya sekadar nongkrong, memadu kasih, kadang ada juga yang menjadikan tempat adu nyali, yakni berkelahi. Siswa-siswa yang sering kumpul di lapangan itu salah satunya berasal dari SMA Negeri 90, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari lokasi.
Dari informasi yang diperoleh detikcom, beberapa tahun belakangan lapangan itu sering didatangi siswa SMA 90. Mereka umumnya datang menggunakan mobil maupun motor. Kendaraan mereka biasanya diparkir di restoran cepat saji McDonald. Dari sana mereka berjalan kaki sekitar 700 meter menuju lapangan seluas setengah lapangan sepakbola tersebut.
Salah satu kegiatan yang dilakukan siswa SMA 90 tersebut adalah menggembleng anak-anak baru di almamaternya. "Memang sering di lapangan itu menjadi tempat berantem anak sekolah. Kita suka lihat dari sini, dalam sebulan saja ada 3 kali anak-anak pada berantem," jelas Khairul Sani, satpam di perumahan tersebut ketika ditemui detikcom.
Keterangan Khairul diperkuat pengakuan Aba, siswa kelas 1 SMA 90. Menurut Aba, pada 25 November 2008, sebanyak 68 siswa kelas 1 dibawa ke lapangan itu oleh para seniornya kelas 2 dan 3. Di sana mereka dipaksa buka baju, push up, lari dan ditampar. Aksi kekerasan tersebut dipicu masalah pembuatan jaket almamater. Sebab jaket yang dibuat anak kelas 1 ternyata berbeda dengan kakak-kakak kelasnya.
Karena dianggap kurang ajar oleh kakak kelasnya, murid laki-laki dari kelas 1 kemudian dikumpulkan dan disuruh lari mengelilingi lapangan di daerah Bintaro. Di tempat itu mereka "digembleng" hingga mengalami luka-luka. "Di sana disuruh push up, buka baju dan lari. Di sana juga disuruh suit. Yang kalah, ditampar dengan keras. Kira-kira dari dzuhur sampai ashar," kata Aba yang sempat mengalami memar dan bibirnya pecah.
Peristiwa tersebut akhirnya sampai juga ke telinga orang tua siswa yang menjadi korban. Beberapa orang tua siswa lantas mendatangi kepala sekolah. Mereka menuntut para pelaku dikeluarkan dari sekolah. Namun permintaan itu hanya disikapi sekolah dengan menskorsing murid yang melakukan aksi premanisme. Putusan itu dilakukan pada tanggal 28 November. Sebanyak 26 siswa kelas 3 dan 11 siswa kelas 2 diskorsing selama 5 hari.
Bagi orang tua murid, hukuman tersebut diaggap belum memuaskan. 5 Orang perwakilan wali murid akhirnya kembali menemui kepala sekolah dan meminta siswa-siswa yang terlibat dihukum lebih berat, yakni dikeluarkan dari sekolah. Selain itu mereka juga mendesak pihak sekolah untuk melaporkan para pelaku dibawa ke polisi. Tapi permintaan itu belum juga ditanggapi hingga akhirnya peristiwa tersebut sampai ke media.
Aksi kekerasan yang terjadi di SMA 90 hanya satu dari sekian banyak kasus kekerasan yang terjadi di sekolah. Setahun yang lalu, kekerasan oleh kakak kelas terhadap adik kelas juga terjadi di SMA 34, Pondok Labu, Jakarta Selatan.
Muhammad Fadhil adalah salah satu korban kekerasan di salah satu SMA favorit di Jakarta Selatan tersebut. Kisah penganiayaan yang menimpanya terjadi pada 17 Agustus 2007. Saat itu Fadhil yang baru duduk di kelas 1 diajak oleh seniornya untuk masuk ke kelompok mereka yang bernama Geng Gazper. Tapi ajakan itu ditolak Fadhil. Penolakan itu tentu saja dianggap tindakan yang kurang ajar. Beberapa anggota Gazper yang merasa tersinggung kemudian menggiring Fadhil ke kamar mandi sekolah. Di tempat itu Fadhil ditampar.
Kekerasan yang menimpa Fadhil tidak sampai di situ. Sepulang sekolah, Fadhil diajak kelompok Gazper ke daerah Pesanggrahan, Cinere, Jakarta Selatan. Di sana, Fadhil dianiaya. Dia diadu dengan seniornya serta dipukuli beramai-ramai hingga tangan kirinya patah. Awalnya kejadian tersebut dirahasiakan Fadhil hingga berbulan-bulan. Ia takut akan ancaman para seniornya jika melaporkan kejadian tersebut.
Namun 8 November 2007, peristiwa itu akhirnya terbongkar juga setelah orang tua Fadhil mengetahui kalau anaknya selalu bolos sekolah. Ketika ditanya alasannya, Fadhil kemudian bercerita kalau ia sengaja membolos karena takut dengan kakak kelasnya. Setelah menerima laporan Fadhil, orang tuanya hari itu juga melaporkannya ke Mapolsek Ciladak, sehingga terungkaplah aksi pengeroyokan itu. Kasusnya kemudian dilimpahkan ke Polsek Limo, Depok, wilayah tempat tinggal korban.
Selanjutnya, 17 Desember 2007, majelis hakim Pengadilan Negeri Depok menghukum para pelaku, yakni Wl, JF, DA, DF dan EN dengan hukuman 1 bulan 15 hari. Para pelaku dianggap terbukti melakukan pelangaran pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Sebelumnya peristiwa serupa juga menimpa Blastius Adisaputra (17) siswa kelas 1 E, pada 29 April 2007. Blastius dihadiahi bogem mentah dan tendangan oleh seniornya yang duduk di kelas 2 lantaran tidak perah ikut kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Akibatnya tubuh Blastius menderita luka memar di paha, punggung, dan bibir. Kabar terakhir para pelaku diberhentikan dari sekolah.
Rangkaian aksi kekerasan di sekolah yang dilakukan senior terhadap juniornya, menurut Ketua Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi merupakan fenomena gunung es. Sebab sebenarnya masih sangat banyak kasus penganiayaan serupa yang tidak mencuat ke permukaan. Penyebabnya macam-macam. Ada yang ketakutan untuk melaporkan, atau ada juga yang memang sengaja dipetieskan.
Sedangkan pengamat pendidikan Lody Pa'at mengatakan, andil guru sangat besar dalam aksi kekerasan yang dilakukan senior terhadap juniornya di sekolah. Sebab selama ini guru-guru seringkali melakukan pembiaran terhadap aksi premanisme tersebut. Mereka menggangap hal tersebut sesuatu yang wajar karena sudah menjadi bagian tradisi di sekolah.
"Seringkali guru tidak tanggap dengan kondisi dilingkungan sekolah. Padahal mereka sebenarnya mengetahui penyimpangan itu. Parahnya lagi, ketika pihak sekolah menerima laporan adanya aksi kekerasan antar sesama siswa, mereka tidak tegas dalam memberi hukuman. Akhirnya murid jadi semakin berani," ujar Lody saat berbincang-bincang dengan detikcom.
Lody mengkhawatirkan, kekerasan demi kekerasan akan tetap terus terjadi di sekolah. Siswa - siswa yang akan menjadi korban bakal terus berjatuhan bila para guru bersikap abai terhadap situasi yang terjadi di sekolah. (ddg/iy)
Sumber: Detiknews.com
01 December, 2008
Membantu bisnis teman
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Dalam keadan ekonomi yang sulit, saya ingin bantu orang-orang yang saya kenal dengan sebarkan info yang bermanfaat tentang bisnis mereka.
Saya hanya akan sebarkan info tentang orang yang saya kenal dengan baik, yang insya Allah bisa dijamin hasil kerjanya, akhlaknya, dan kejujurannya.
Mohon maaf bila dianggap spam, karena niat saya tidak demikian.
Semoga bermanfaat buat yang membutuhkannya.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Dalam keadan ekonomi yang sulit, saya ingin bantu orang-orang yang saya kenal dengan sebarkan info yang bermanfaat tentang bisnis mereka.
Saya hanya akan sebarkan info tentang orang yang saya kenal dengan baik, yang insya Allah bisa dijamin hasil kerjanya, akhlaknya, dan kejujurannya.
Mohon maaf bila dianggap spam, karena niat saya tidak demikian.
Semoga bermanfaat buat yang membutuhkannya.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
Subscribe to:
Posts (Atom)