Assalamu’alaikum wr.wb.,
Ada berita tentang seorang guru yang dipukul orang tua di SMKN
2 Makassar. Banyak guru marah, teriak, menuntut ada UU Perlindungan Guru, dan lain-lain.
Anggota DPR, menteri, ketua organisasi, dan lain-lain ikut berpendapat. Tiga
hari sebelumnya, ada berita satu lagi. Seorang oknum guru menyerang siswa dgn
balok kayu dan senjata tajam, dan siswa kena luka. [Oknum Guru Aniaya Siswa
dengan Balok Kayu dan Senjata Tajam, 7 Agustus 2016, http://bit.ly/2btRfO4]. Apa menjadi berita
nasional yang dibahas semua orang? Tidak. Bedanya apa?
Banyak guru marah dan minta perlindungan ketika seorang guru
menjadi korban. Tetapi ketika siswa menjadi korban di tangan guru, kebanyakan
guru bersikap "tidak peduli", mengatakan "oknum guru" saja,
dan biarkan berlalu. Kenapa tidak menunjukkan sikap seperti itu juga ketika
guru menjadi korban? Cukup mengatakan "oknum orang tua" saja dan
biarkan berlalu. Ternyata kepedulian terhadap korban siswa dan korban guru berbeda
sekali. Puluhan ribu atau ratusan ribu siswa bisa merasakan kekerasan dari
tangan guru setiap tahun, tanpa perhatian besar. Sedangkan ketika satu guru
menjadi korban, seluruh negara harus membahasnya. Nilai manusia bernama guru
begitu tinggi, nilai ribuan manusia bernama siswa begitu rendah. Ini sebuah
"standar ganda".
Menurut para guru, gurulah yang harus dianggap sebagai kaum
yang lemah, terpojok dan rawan menjadi korban kekerasan. Siswa tidak. Ada guru
yang ingin hapus UU Perlindungan Anak biar guru bebas memukul anak tanpa
sanksi. Ketika seorang guru memukul siswa, katanya "dengan niat
mendidik". Katanya tinggal di daerah keras. Katanya banyak siswa hanya
bisa belajar kalau dipukul dan ilmu pendidikan tidak berlaku. Katanya orang tua
memukul di rumah, jadi guru juga boleh. Guru-guru seperti itu seakan-akan tidak
mau tahu tentang prinsip yang diajarkan secara tersirat setiap hari. Guru
memukul siswa = "Saya berkuasa. Saya bisa atasi masalah dengan kekerasan!
Diam dan taat saja!" Ketika siswa atau orang lain menggunakan kekerasan
untuk atasi masalah, guru bingung dan bilang "tidak tahu" dari mana mereka
belajar untuk atasi masalah dengan kekerasan, padahal guru dan orang tua
memberikan contoh nyata bertahun-tahun!
Ini sebuah lingkaran setan kekerasan. Orang tua memukul
anak, guru memukul anak, lalu anak menjadi dewasa dan memukul orang lain,
termasuk guru. Guru belum mengajarkan anak untuk menegakkan keadilan, membela
kebenaran dan berpegang teguh pada prinsip benar adalah benar, dan salah adalah
salah. Pendirian yang kuat tidak ada di kalangan guru karena "diam dan
taat" pada pihak yang berkuasa adalah sikap yang dicontohkan banyak guru. Kalau
guru pukul siswa, salah. Kalau siswa pukul guru, salah. Kalau orang tua pukul
guru, salah. Ada satu hukum untuk semua. Itu kebenaran, dan siswa perlu belajar
tentang itu dari guru yang mulia, yang tidak mau tukar kebenaran dengan harga
yang sedikit.
Kalau siswa menjadi korban pemukulan, serahkan ke proses hukum,
dan dikeluarkan oknum guru itu dari sistem pendidikan. Kalau guru menjadi
korban pemukulan, serahkan ke proses hukum juga. Tiga juta guru profesional
harus membuktikan bahwa kita bisa selesaikan masalah dengan dialog, bukan
dengan kekerasan. Kita harus siapkan generasi baru untuk menjadi pemimpin
dunia, bukan kaum yang siap tunduk, diam dan taat ketika berhadapan dengan kedzholiman.
Buat apa Sukarno dan para pejuang siap mati memberikan
kemerdekaan kepada rakyat Indonesia kalau para guru balas perjuangan itu dengan
mendidik anak untuk diam dan taat di hadapan pihak yang dzholim, dan mendidik
anak untuk tidak berani melawan, tidak berani berbeda, dan siap tukar benar dan
salah kapan saja disuruh? Lingkaran setan kekerasan di tengah masyarakat dan
sekolah hanya akan hilang setelah guru mulai memberi contoh dan mendidik calon
orang tua masa depan yang sedang belajar di hadapan guru. Saya yakin Sukarno
akan setuju bahwa anak Indonesia berhak dapat sistem pendidikan kualitas dunia
dan guru mulia yang sangat ahli di bidangnya, dan berhak dapat orang tua yang
berkualitas tinggi yang penuh kasih sayang dan kemuliaan. Jadi kita semua harus
mau mendidik siswa untuk menegakkan keadilan, membela kebenaran dan berpegang
teguh pada prinsip yang benar, demi masa depan bangsa yang merdeka dan berjaya.
Indonesia sanggup menjadi pemimpin dunia. Tetapi sebelumnya,
para guru harus bangkit dan bersatu, dan berikan contoh pendidikan kualitas
tinggi, dan buktikan bahwa anak Indonesia bisa dididik tanpa kekerasan untuk menjadi
pemimpin, pelopor dan penemu. Lingkaran setan kekerasan harus dihentikan oleh
para guru terlebih dahulu. Masa depan bangsa ini berada di tangan para guru dan
orang tua. Jadi kita butuh guru dan orang tua yang terbaik untuk menciptakan
generasi mendatang yang berkualitas. Sekarang
3 juta guru dan 100 juta orang tua harus memilih. Kita bisa teruskan
kondisi sekarang, biarkan guru memukul anak, dan hanya marah ketika guru menjadi
korban. Atau, kita bisa bersatu untuk
memberikan pendidikan dan parenting dengan kualitas terbaik di dunia kepada 60
juta anak lewat sistem pendidikan nasional dan juga di rumah dengan orang tua
berkualitas, yang tidak membutuhkan kekerasan untuk memberikan pelajaran.
Silahkan pilih sendiri.
Wassalamu’alaikum wr.wb.,
Gene Netto
No comments:
Post a Comment